Beritakota.id, Jakarta – Mengasuh anak ibarat merawat tanaman bunga. Setiap benih yang ditanam membutuhkan perhatian, kasih sayang, dan lingkungan yang mendukung agar tumbuh dengan baik. Jika dirawat dengan penuh kasih, tanaman akan tumbuh subur. Sebaliknya, tanpa perhatian yang cukup, pertumbuhannya bisa terhambat.
Hal ini pula yang dilakukan LS terhadap anak keduanya. Ia memberikan perhatian dan asuhan penuh kasih sayang, mulai dari asupan makanan, pendidikan, hingga kedisiplinan, agar anaknya tumbuh sehat, cerdas dan berkembang optimal.
“Anak kedua kami yang cerdas, sehat, dan periang. Ia sering mendapat medali dan berbagai penghargaan, bahkan pernah menjadi juara kontes Olympiade matematika tingkat internasional dengan membawa bendera Indonesia. Itu sangat membanggakan dan mengagumkan,” ungkap LS.
Baca Juga: Kasus Anak Dirampas Mantan Suami, Psikolog Ungkap Alasan Hak Asuh Diberikan kepada Ibu
Namun, menurut LS, segalanya berubah drastis setelah anaknya dirampas oleh mantan suaminya dengan motif harta benda. Anaknya dibawa ke Psikolog Forensik sejak umur 12,5 tahun oleh mantan suami tanpa mempunyai Hak Asuh Anak dan tanpa persetujuan LS sebagai ibu kandung anak di bawah umur
“Perilakunya berubah 180 derajat. Ia jadi tidak terurus, lebih temperamental, emosinya tidak stabil, mudah marah, dan sering murung dan sedih,” katanya.
LS terakhir kali bertemu anaknya di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Ia mengaku terkejut melihat kondisi anaknya.
“Duh, seperti tidak terawat. Pakaiannya compang-camping dan ia sangat sensitif” ujarnya.
Baca Juga: Anaknya Dirampas dan Ditelantarkan, Seorang Ibu Berharap PN Jakut Bisa Berikan Rasa Keadilan
Ia juga menyayangkan anaknya diberi obat keras tanpa sepengetahuannya.
“Anaknya diberi obat keras oleh Psikiater bernama Cipralex dengan dosis dari 10 menjadi 15 mg setiap hari selama 1,5 tahun. Padahal, pemberian obat untuk anak di bawah umur seperti itu harus seizin ibu kandungnya sebagai pemegang hak asuh yang sah menurut Akta Kesepakatan no. 37 thn 2019,” ungkap LS.
LS menduga konsumsi obat tersebut mempengaruhi perilaku anaknya secara drastis, lalu didoktrin ujaran kebencian oleh DS
“Dia sering tidur sampai sore dan akhirnya sering absen sekolah. Kalau terus seperti ini, bagaimana masa depannya?” katanya dengan nada prihatin.
Selain itu, hubungan anaknya dengan LS juga berubah.
“Sekarang dia seperti membenci saya. Kalau bertemu, dia cenderung menghindar dan melawan. Dia bahkan menganggap saya ingin menculiknya, padahal mana ada ibu yang menculik anak kandungnya sendiri?” ujarnya.
LS juga merasa komunikasi dengan anaknya sengaja dihambat.
“Sejak 2 Juli 2023, saya tidak pernah bertemu anaknya. Bahkan saat dia sakit, saya tidak diperbolehkan menjenguknya walaupun sebentar. Semua akses komunikasi saya, termasuk HP dan WhatsApp, diblokir oleh mantan suami saya, bahkan keluarga besar saya juga tidak bisa menghubungi anaknya,” keluhnya.
Yang lebih mengejutkan, LS diminta menyerahkan surat warisan jika ingin bertemu anaknya.
“Saya diminta membalik nama surat warisan ke mantan suami. Seolah-olah ini menjadi semacam tukar guling jika saya ingin bertemu dengan anaknya,” katanya.
Melihat perubahan drastis pada anaknya, beberapa teman LS yang berprofesi sebagai dokter menyarankan agar anaknya menjalani pemeriksaan menyeluruh.
“Dia perlu cek darah, urin, dan pemeriksaan lainnya untuk mengetahui kondisi kesehatannya dan apakah ada ketergantungan terhadap obat yang diberikan,” tandas LS.