Beritakota.id, Jakarta – Kabar gembira datang dari Belgia! Pemerintah Amerika Serikat (AS) resmi menunda penerapan tarif impor resiprokal terhadap Indonesia sebesar 32 persen. Kebijakan yang semula dijadwalkan mulai berlaku pada 1 Agustus 2025 ini ditunda, membuka peluang emas bagi peningkatan kerja sama ekonomi bilateral antara kedua negara.
Pengumuman penundaan ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, setelah memimpin delegasi Indonesia dalam pertemuan intensif dengan pejabat tinggi AS, termasuk U.S. Secretary of Commerce dan United States Trade Representative. Airlangga menekankan bahwa Indonesia juga terbebas dari ancaman tambahan tarif 10 persen terkait keanggotaannya dalam BRICS.
“Ini adalah penundaan strategis,” jelas Airlangga. “Bukan sekadar penundaan waktu, tetapi kesempatan untuk menyelesaikan perundingan yang sedang berlangsung dan mencapai kesepakatan yang lebih saling menguntungkan,” ucapnya yang disampaikan melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden, Senin (14/7).
Baca Juga: Airlangga Hartarto Terbang ke Washington D.C. Hadapi Kebijakan Tarif Impor AS
Perundingan yang intensif ini mencakup berbagai isu strategis, mulai dari tarif dan hambatan non-tarif hingga ekonomi digital, keamanan ekonomi, dan investasi. Indonesia berhasil meyakinkan AS dengan menekankan peran pentingnya sebagai mitra dagang, dan menunjukkan komitmen nyata untuk mengurangi defisit perdagangan.
Sebagai bagian dari komitmen tersebut, Indonesia menawarkan pembelian produk-produk AS senilai fantastis: 34 miliar dolar AS (sekitar Rp547 triliun)! Ini mencakup energi minyak dan gas, serta komoditas pertanian seperti jagung, kapas, dan gandum. Langkah ini diperkuat dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara sejumlah perusahaan Indonesia dan AS di sektor pertanian dan energi.
Baca Juga: Jusuf Kalla Minta Masyarakat Tak Perlu Khawatir Terkait Tarif Impor Trump
Namun, potensi kerja sama tak berhenti di situ. Kedua negara melihat peluang besar untuk memperluas kolaborasi di sektor mineral kritis, seperti nikel, tembaga, dan kobalt – komoditas penting untuk mendukung transisi energi global dan teknologi masa depan.
Penundaan tarif impor ini bukan sekadar kemenangan diplomasi, tetapi juga sinyal positif bagi investor dan pelaku usaha di kedua negara. Indonesia kini memiliki momentum untuk memperkuat kerja sama ekonomi dengan AS, membuka pintu bagi pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Perundingan lanjutan dalam beberapa minggu mendatang diprediksi akan menghasilkan kesepakatan yang lebih komprehensif dan menguntungkan bagi kedua negara.