Beritakota.id, Jakarta – Perkembangan teknologi termasuk dalam kecerdasan buatan (AI) dan finansial membawa peluang besar sekaligus risiko serius bagi keamanan nasional. Mary Aiken, pakar psikologi siber internasional yang juga penasihat di berbagai lembaga global, menyarankan agar Indonesia harus memperkuat strategi resiliensi siber agar tidak menjadi korban kejahatan digital lintas negara.

Dalam wawancara eksklusif barubaru ini, Aiken menyoroti bagaimana transformasi digital Indonesia yang begitu pesat, terutama dengan penetrasi internet lebih dari 78 persen penduduk, membuka ruang bagi meningkatnya ancaman kejahatan daring. “Indonesia berada di garis depan revolusi digital, namun dengan itu juga datang tanggung jawab untuk melindungi warganya dari eksploitasi,” ujar Aiken.

Menurutnya, isu keamanan siber kini bukan sekadar persoalan teknis, melainkan menyangkut stabilitas ekonomi dan keamanan nasional. Ia mencontohkan, meningkatnya aktivitas transaksi digital dan adopsi AI di sektor publik maupun swasta harus diimbangi regulasi yang adaptif serta sistem perlindungan data yang kuat. “Kriminalitas siber berkembang secepat inovasi teknologi. Jika regulasi tidak mengikuti, maka yang diuntungkan adalah para pelaku kejahatan,” tambahnya.

Aiken menekankan pentingnya diplomasi digital. Di tengah geopolitik global yang semakin multipolar, negara-negara berkembang seperti Indonesia harus aktif membangun aliansi internasional dalam menghadapi kejahatan siber lintas batas. “Serangan siber tidak mengenal batas negara. Kolaborasi antar pemerintah, sektor swasta, dan akademisi adalah kunci,” jelasnya.

Bagi Indonesia, tantangan ini semakin relevan mengingat banyaknya kasus kebocoran data, serangan ransomware terhadap layanan publik, serta penyalahgunaan media sosial untuk manipulasi informasi. Aiken mengingatkan, bila tidak ada langkah cepat, hal ini bisa berimplikasi langsung pada kepercayaan investor dan stabilitas pasar finansial.

Baca juga : ITSEC Cybersecurity Summit 2025: Pengamanan Siber Pada Infrastruktur Kritis

“Keamanan digital bukan lagi pelengkap, melainkan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi. Investor global hanya akan percaya jika ekosistem digital Indonesia benar-benar aman,” tegasnya.

Ia pun mendorong agar pemerintah Indonesia memperkuat literasi digital masyarakat, selain mengembangkan kebijakan keamanan siber nasional yang progresif. “Resiliensi siber adalah hasil dari kesadaran kolektif—bukan hanya tugas pemerintah atau perusahaan besar, tetapi seluruh lapisan masyarakat,” kata Aiken.

Pesan dari Mary Aiken ini menjadi relevan di tengah meningkatnya diskursus tentang masa depan ekonomi digital Indonesia, dari rencana regulasi hingga potensi penerapan AI di birokrasi dan sektor layanan publik. Dengan langkah yang tepat, menurutnya, Indonesia bisa bukan hanya menjadi pasar digital terbesar di Asia Tenggara, tetapi juga contoh negara berkembang yang berhasil menyeimbangkan inovasi dengan keamanan. (Herman Effendi / Lukman Hqeem)