Beritakota.id, Konawe – Ratusan warga yang tergabung dalam Aliansi Wawonii Bergerak menggelar aksi unjuk rasa di depan Kementerian Kehutanan di Jakarta, Rabu (12/11). Massa mendesak pemerintah segera mencari solusi atas dampak sosial dan ekonomi yang timbul akibat terhentinya kegiatan produksi PT Gema Kreasi Perdana (GKP), perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara.
Dalam pernyataan sikapnya, para peserta aksi meminta Kementerian Kehutanan mengambil langkah strategis, termasuk mempertimbangkan penerbitan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) baru atau kebijakan khusus yang memungkinkan perusahaan melanjutkan kegiatan tambangnya.
“Kami datang jauh-jauh ke Jakarta mencari keadilan. Sejak GKP beroperasi, warung, rumah kos, dan usaha kecil tumbuh pesat. Setelah kegiatan tambang dihentikan, banyak usaha tutup, pendapatan warga menurun, bagaimana kami ini makan?” ujar Devan, Koordinator Aksi, di sela orasi.
Baca juga : Reaksi Keras Publik Atas Penambangan Nikel Di Raja Ampat
Menurut Devan, keberadaan GKP selama ini memberi dampak ekonomi yang signifikan bagi masyarakat Pulau Wawonii. Ia menegaskan bahwa tuntutan mereka bukan semata untuk membela perusahaan, melainkan mencari kejelasan nasib ekonomi masyarakat yang kini terdampak.
“Kami datang bukan untuk membela perusahaan, tetapi untuk mencari solusi dan keadilan. Kami butuh pekerjaan dan keberlanjutan ekonomi di daerah kami. Hidup di pulau kecil itu berat, butuh intervensi untuk pembangunan semua aspek,” imbuhnya.
Aliansi Wawonii Bergerak juga menyerukan agar pemerintah mempercepat proses perizinan pertambangan, termasuk IPPKH, demi memastikan investasi tidak terhenti dan lapangan kerja masyarakat kembali terbuka.
Sebelum izinnya dicabut, PT GKP diketahui telah beroperasi sekitar lima tahun di Wawonii. Pihak perusahaan mengklaim telah menjalankan praktik pertambangan berkelanjutan, melakukan reklamasi lahan, serta membantu pembangunan infrastruktur seperti jalan desa dan fasilitas telekomunikasi.
Dalam audiensi dengan perwakilan Direktorat Planologi Kementerian Kehutanan, pihak kementerian menjelaskan bahwa pencabutan IPPKH dilakukan berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan sebagian gugatan warga terhadap aktivitas tambang tersebut.
“Pencabutan izin dilakukan sesuai putusan MA. Awalnya gugatan memang diajukan oleh warga juga,” kata Faisal, perwakilan dari Direktorat Planologi Kementerian Kehutanan, di hadapan peserta audiensi.
Namun sejumlah warga menilai ada misinformasi yang berkembang di lapangan. Rio Labarase, warga asal Desa Roko-roko, menyebut bahwa tudingan pencemaran lingkungan yang dikaitkan dengan aktivitas GKP tidak terbukti.
“Kalau memang ada pencemaran seperti yang Pak Sahidin katakan, faktanya PT GKP dua tahun berturut-turut dapat penghargaan lingkungan dan tetap melakukan reklamasi. Banyak hal yang sudah dilakukan perusahaan untuk kesejahteraan warga,” ujar Rio, merujuk pada pernyataan Sahidin, Wakil Ketua DPRD Konawe Kepulauan, yang dikenal menentang aktivitas tambang di pulau tersebut.
Rio menambahkan, keberadaan investasi tambang justru membawa perubahan nyata di Pulau Wawonii. “Jalan desa, listrik, dan sinyal baru kami rasakan setelah perusahaan masuk. Masyarakat bisa merasakan manfaat nyata dari investasi itu,” tutupnya.
Hingga kini, pemerintah belum memberikan keputusan baru terkait kelanjutan izin tambang di Pulau Wawonii. Warga berharap Kementerian Kehutanan bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dapat menemukan jalan tengah agar kegiatan ekonomi masyarakat tetap berjalan tanpa mengorbankan kelestarian lingkungan. (Herman Effendi / Lukman Hqeem)


