Beritakota.id, Jakarta – Badan Gizi Nasional (BGN) menegaskan komitmennya mempercepat pemenuhan akses gizi seimbang bagi anak-anak Indonesia melalui penguatan program intervensi dan perluasan layanan Makan Bergizi Gratis (MBG). Kepala BGN Dadan Hindayana menyampaikan bahwa fokus percepatan intervensi tahun 2024–2025 menjadi fondasi penting dalam upaya memastikan anak Indonesia memperoleh hak dasar atas pangan bergizi.
“Tahun ini kita fokus di intervensi, karena sebagian besar anak Indonesia tidak punya akses dengan menu gizi seimbang. Makanya kita intervensi supaya mereka mendapatkan haknya,” ujarnya, Rabu (12/11) saat ditemui di Jakarta.

Ia menjelaskan bahwa percepatan pembentukan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) menjadi strategi utama untuk memperluas jangkauan layanan. Hingga saat ini, BGN telah membentuk 14.960 SPPG yang tersebar di 38 provinsi, 514 kabupaten/kota, dan 7.022 kecamatan.

“Langkah yang telah kita lakukan adalah intervensi, intervensi, makanya mempercepat pembentukan SPPG dan semua bisa dilayani,” tegasnya. Menurutnya, program MBG kini telah melayani 42,9 juta penerima manfaat, dan jumlah itu diproyeksikan terus meningkat seiring penguatan kapasitas layanan.

Baca juga : BGN Brebes Bantah Isu SPPG Polri Serobot Distribusi Makan Bergizi Gratis ke Sekolah

BGN juga mencatat peningkatan signifikan dalam menjangkau wilayah terpencil melalui dua kategori layanan: SPPG aglomerasi dan SPPG terpencil. Untuk SPPG terpencil, BGN mencatat sekitar 8.200 titik yang telah teridentifikasi.

“Kami bekerja sama dengan Satgas Pemda di 35 provinsi, karena ada 3 provinsi yang tidak punya daerah terpencil,” jelas Dadan.

Ia menegaskan bahwa seluruh provinsi saat ini telah terjangkau layanan MBG, termasuk wilayah dengan tantangan geografis ekstrem.

“Sudah, sudah dong. Termasuk daerah terpencil, yakni daerah yang tidak bisa dijangkau dalam 30 menit dari daerah sekitarnya,” ungkapnya.

Dadan mencontohkan beberapa wilayah di Jawa Barat seperti Kuningan, Sukabumi, Bogor, dan Cianjur yang memiliki akses geografis sulit, mulai dari kawasan pegunungan hingga wilayah yang harus menyeberang sungai. Adapun Papua disebut sebagai tantangan terbesar.

“Papua yang paling susah, bukan hanya medan. Bisa sampai saja harus pakai pesawat. Kalau di Jawa masih bisa pakai motor dan mobil, hanya waktunya lama saja,” katanya.

Memasuki tahun 2026, BGN mulai mengintegrasikan aspek edukasi dan standarisasi kualitas layanan dalam program nasional. SPPG akan menjalani asesmen mutu sehingga fasilitas-fasilitas yang unggul dan berkinerja baik dapat memperoleh insentif berbasis kualitas.

“Tahun depan selain intervensi, kita masuk ke tahap edukasi. Untuk SPPG-nya kita mulai ada asesmen sehingga mungkin ada fasilitas SPPG yang unggul, baik, baik sekali. Insentifnya berbasis pada kualitas,” jelas Dadan.

Ia menambahkan bahwa penyerapan anggaran diperkirakan menjadi salah satu yang paling signifikan tahun depan sejalan dengan luasnya cakupan layanan. Dengan percepatan pembentukan SPPG dan program intervensi yang semakin masif, BGN menargetkan dapat melayani lebih dari 82 juta penerima manfaat pada akhir 2025.

“Target akhir tahun 2025, 82 juta sekian penerima manfaat,” tegas Dadan.

Ia optimistis bahwa percepatan intervensi, peningkatan kualitas layanan, serta jangkauan yang sudah menyentuh hampir seluruh pelosok Nusantara akan memberikan dampak signifikan terhadap peningkatan kualitas hidup anak-anak Indonesia secara berkelanjutan. (Herman Effendi / Lukman Hqeem)