Beritakota.id, Jakarta – Sejumlah warga Cikoko Pengadegan Jakarta Selatan menyampaikan protes atas rencana pembongkaran Pos Keamanan Swadaya. Pasalnya, bangunan di Jalan Cikoko Barat 1 ini telah ada sejak 22 tahun dan merupakan aset swadaya bersejarah dan simbol gotong royong sejak awal pembentukannya.
Warga menilai rencana pembongkaran yang dijadwalkan pagi ini dilakukan secara mendadak dan minim sosialisasi kepada pemuda maupun pedagang yang beraktivitas di sekitar lokasi. Mereka meminta adanya transparansi dan musyawarah lebih lanjut sebelum eksekusi dilakukan.
Keberatan warga berdasarkan bahwa aset swadaya ini dibangun dari gotong royong masyarakat Cikoko–Pengadegan dan selama bertahun-tahun menjadi bagian dari Sistem Komunikasi Masyarakat Pancoran (SISKOMPAN). Keberadaan Pos keamanan di depan Gereja Rehobot ini dianggap juga memiliki nilai sosial dan toleransi. Selain sebagai pos keamanan, juga menjadi posko pengaturan parkir dan lalulintas bagi jemaat Gereja Rehobot ketika ibadah berlangsung.
Baca juga : PESTA Jakarta Sehat untuk Tekan Obesitas dan Diabetes
Disisi lain, sejumlah pedagang yang berada dis ekitar Pos ini merasa belum mendapatkan penjelasan mengenai kepastian usaha mereka setelah penataan berlangsung. Minimnya informasi dan pemberitahuan rencana pembongkaran dinilai terlalu mendadak sehingga menimbulkan kebingungan dan kepanikan di lapangan.
Usman, selaku Koordinator Pedagang, menyatakan bahwa warga hanya meminta keadilan serta ruang dialog. “Pos ini dibangun dari keringat warga sejak 22 tahun lalu. Kami berharap ada musyawarah sebelum perubahan dilakukan, dan nasib pedagang kecil juga dipikirkan,” ujarnya, Senin (24/11).
Menanggapi keberatan warga, perwakilan Kelurahan Cikoko, Fadhilah Nursehati, bersama tim menjelaskan bahwa penataan kawasan dilakukan berdasarkan aturan yang berlaku, termasuk pelaksanaan SSKD dan Perda Tahun 2025 tentang Penataan Kawasan. Ditambahkan olehnya bahwa para pedagang tetap diperbolehkan berjualan selama mengikuti ketentuan garis lingkungan. Jadi tidak ada penggusuran pedagang.
Yahya, salah satu perwakilan pelaksana lapangan, menuturkan bahwa lokasi tersebut ditata berdasarkan usulan resmi dari pengurus lingkungan, yang sebelumnya telah mengajukan permohonan penataan ke kelurahan. Ia meluruskan informasi terkait “pos bersejarah”. Menurutnya, Posco lama memang dulu aktif, namun kini tidak lagi berfungsi maksimal karena sudah ada pos baru di sampingnya. Sosialisasi sendiri telah dilakukan dalam pertemuan yang sudah berlangsung dua kali, dan akan ada pertemuan ketiga secara terbuka di lokasi pos, ungkapnya.
Atas aspirasi warga yang sudah disampaikan tersebut, selanjutnya akan dibuatkan satu Pos Terpadu yang lebih representatif dan dapat dipakai bersama. “Jangan ada kekhawatiran. Fasilitas untuk masyarakat tetap ada. Kami ingin penataan yang rapi, aman, dan mempersatukan warga, bukan memecah,” ujar Yahya.
Baik warga maupun pihak kelurahan sama-sama menyatakan keinginan agar proses penataan kawasan berjalan dengan baik, tanpa kesalahpahaman. Warga meminta penundaan dan dialog terbuka, sementara pihak kelurahan menegaskan bahwa perubahan dilakukan berdasarkan aturan dan usulan lingkungan. Masyarakat berharap rencana pertemuan berikutnya dapat menjadi forum yang konstruktif untuk menjelaskan penataan secara rinci, memastikan keberlanjutan fungsi pos keamanan, serta menjamin nasib pedagang kecil yang menggantungkan hidup di sekitar lokasi. (Herman Effendi / Lukman Hqeem)


