Beritakota.id, Jakarta –Investasi bodong dengan janji keuntungan menggiurkan bukan aktivitas baru di negeri ini. Namun, masih saja ada masyarakat yang terbuai sehingga kegiatan ini masih saja marak. Untuk itu masyarakat selayaknya mengerti dan waspada perbedaan investasi bodong dengan penjualan langsung.
Bahkan saat ini investasi ilegal berkedok direct selling terus mengikuti tren zaman dan dimodifikasi untuk mengelabui konsumennya. Menyikapi hal itu Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI) menggelar APLI Talk Show 2020 awal Desember dengan mengangkat tema “Upaya Pemerintah dalam Mengatasi Maraknya Money Game yang Semakin Canggih”. Hadir dalam acara tersebut pakar di bidang investasi yaitu Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing.
Tongam mengatakan selama sepuluh tahun sejak 2009 hingga 2019 ini kegiatan investasi bodong telah merugikan Rp 92 triliun, dan ini kerugian yang masuk proses hukum dan masih banyak lagi yang belum dilaporkan masyarakat. Bahkan di tengah pandemi sekalipun tak menyurutkan pelaku investasi bodong untuk merekrut anggota baru. Sebanyak 442 entitas penawaran investasi ilegal di tahun 2019, 68 entitas gadai ilegal, dan 1.493 entitas fintech peer to peer lending ilegal.
Per oktober tahun ini saja ada 349 entitas investasi ilegal, 75 entitas gadai ilegal, 1.026 entitas fintech peer to peer lending ilegal. “Di pandemi ini marak juga penawaran investasi ilegal karena memanfaatkan kekurangan dana di masyarakat untuk menyambung hidup, uang pas-pasan digunakan untuk investasi dengan imbal hasil tinggi,” ujar dia.
Namun amat sangat disayangkan olehnya, yang terjadi saat ini di tengah masyarakat kegiatan investasi ilegal ini kan seperti aji mumpung karena peserta yang duluan daftar pasti dapat untung, jadi mereka berbondong – bondong pada daftar.
“Korban-korban ini bukan mereka yang tidak berpendidikan ada juga mereka yang berpendidikan ada sarjana, karyawan bahkan dosen. Bukan tingkat literasinya yang membahayakan money game tapi tingkat keserakahannya. Mari kita ajarkan masyarakat tidak terlalu serakah tapi menerima apa yang ada,” sebut Tongam perihal kian maraknya money game dan investasi bodong.
Ia pun menjelaskan money game alias investasi bodong sangat mudah dikenali karena mereka itu mendapatkan keuntungan atau bonus berdasarkan rekrutmen anggota/member sehingga saat member tidak ada lagi yang direkrut maka perusahaan itu akan berhenti alias kolaps.
Ia pun mengimbau kalau ada masyarakat mendapatkan penawaran yang sangat mengiurkan dengan iming-iming untung besar, maka cek 2 L; legal dan logis. Legal artinya cek dulu badan hukumnya yakni perusahaan dan produknya. Kalau tidak ada izin jangan ikuti.
Kemudian logis artinya rasionalitas imbal hasil yang ditawarkan. Contohnya perbandingan kasus imbal hasil dengan rata-rata suku bunga deposito 5 persen per tahun, sangat menyesatkan kalau akan ada yang memberikan 10 persen per bulan atau 1 persen per hari. Tidak mungkin demikian, dari mana mereka akan memberikan.
Misalnya, mereka minta kita tanam uang Rp10 juta kemudian dijanjikan akan memberikan bunga 1 persen per hari. Mereka memang akan kasih imbal hasil 1 persen per hari tapikan itu dari uang kita juga, lalu lama kelamaan kita tertarik untuk menambah terus menambah nilai investasinya hingga akhirnya kerugian makin besar.
“Jadi masyarakat kita juga harus sadar juga secara logis kalau tidak mungkin orang lain akan membuat kita kaya. Atau tidak mungkin kan orang lain akan memberikan kita mobil hanya dengan uang Rp7 juta yang kita setorkan,” ungkapnya
Modus Baru Investasi Bodong di 2020