Beritakota.id, Dubai – Ketakutan bahwa kecerdasan buatan (Artificial Intellegence) akan menggantikan manusia terus menjadi topik global. Namun, Ramin Hasani, CEO dan pendiri Liquid AI, memiliki pandangan berbeda. Dalam wawancara eksklusif di sela-sela Expand North Star 2025 di Dubai, ia menegaskan bahwa AI bukanlah ancaman bagi eksistensi manusia, melainkan bagian dari evolusi panjang peradaban dan kecerdasan manusia itu sendiri.
“AI memang akan melampaui manusia dalam beberapa aspek pekerjaan kompleks. Namun, setiap kali teknologi baru muncul, manusia selalu berevolusi dan menciptakan bentuk pekerjaan baru yang tidak pernah ada sebelumnya”, ujaranya.
Ia menilai sejarah membuktikan bahwa setiap revolusi teknologi, dimulai mulai dari mesin uap, listrik, komputer, hingga internet yang selalu diiringi kekhawatiran serupa. Namun, setiap kali pula manusia berhasil beradaptasi dan memperluas kemampuannya. AI, menurutnya, akan menempuh jalur yang sama: bukan menggantikan manusia, melainkan mendorong manusia ke tingkat peran yang lebih tinggi dan strategis.
“AI akan mengambil alih aktivitas yang repetitif, berbahaya, atau membutuhkan perhitungan besar. Tapi manusia tetap menjadi pengambil keputusan, kreator nilai, dan penjaga arah moral,” katanya.
Baca juga : Era AI, Perpusnas Tegaskan Pentingnya Peran Pustakawan
Manusia dan AI Akan Hidup Berdampingan
Dalam visi Hasani, manusia masa depan akan hidup berdampingan dengan agen-agen AI pribadi — sistem cerdas yang membantu manusia dalam berpikir, bekerja, dan mengambil keputusan sehari-hari. AI akan menjadi semacam “asisten intelektual” yang bisa menganalisis informasi, mengelola waktu, bahkan mendukung proses kreatif.
“Saya membayangkan setiap orang memiliki agen AI pribadi yang bekerja secara mandiri di perangkatnya,” ujar Hasani. “Mereka tidak perlu bergantung pada server raksasa atau cloud. Semua berjalan lokal, cepat, aman, dan efisien.”
Hasani menyebut konsep ini sebagai AI yang berpusat pada manusia (human-centered AI) — sistem yang diciptakan bukan untuk menggantikan, melainkan untuk memperkuat kapasitas manusia dalam berpikir dan bertindak.
“AI tidak punya nilai moral. Nilainya tergantung pada niat dan desain manusianya,” jelasnya. “Karena itu, tugas kita adalah memastikan AI digunakan secara etis dan membawa manfaat sosial.”
AI dalam Dunia Medis dan Kehidupan Sehari-Hari
Salah satu contoh konkret yang disampaikan Hasani adalah penerapan AI dalam bidang kesehatan. Dengan kemampuan analisis data yang besar, AI bisa mempercepat penemuan obat, mendiagnosis penyakit lebih cepat, dan memberikan rekomendasi medis yang akurat. Namun, peran dokter dan tenaga medis tetap tidak tergantikan.
“Bayangkan jika AI menemukan obat penyembuh kanker,” katanya. “Itu bukan berarti menggantikan dokter, tapi justru memperluas kemampuan mereka untuk menyelamatkan lebih banyak nyawa.”
Hasani menjelaskan, AI dapat membantu manusia dalam berbagai bidang — dari pendidikan, energi, hingga tata kota. Teknologi ini mampu mengoptimalkan penggunaan sumber daya dan mendukung pengambilan keputusan yang lebih rasional dan berbasis data. Namun, ia menegaskan bahwa semua itu harus dilakukan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas.
“AI harus tetap bisa dijelaskan dan dikontrol,” tegasnya. “Kita tidak boleh membiarkan mesin mengambil keputusan yang manusia sendiri tidak mengerti.”
Evolusi, Bukan Penggantian
Hasani memandang perkembangan AI sebagai evolusi alami dari kecerdasan manusia. Sama seperti manusia berevolusi dari penggunaan alat batu ke teknologi digital, kecerdasan buatan adalah bentuk perpanjangan dari kemampuan manusia untuk memecahkan masalah.
“Kecerdasan tidak hilang, hanya bergeser bentuknya,” ujarnya. “Teknologi adalah bagian dari proses evolusi itu. Manusia akan menjadi lebih bijak karena AI mengambil beban teknis dari pundak kita.”
Ia juga mengingatkan bahwa di balik segala potensi AI, risiko penyalahgunaan tetap harus diwaspadai. Oleh karena itu, tanggung jawab etis dan moral pengembang menjadi hal utama dalam setiap inovasi.
“AI bisa digunakan untuk kebaikan atau keburukan,” katanya. “Tanggung jawab kita adalah memastikan desain dan penggunaannya selalu berpihak pada kemanusiaan.”
Harapan untuk Masa Depan
Meski banyak pihak khawatir terhadap dampak AI terhadap pekerjaan, Hasani menegaskan bahwa peluang baru akan selalu muncul. Di masa depan, manusia tidak hanya bekerja bersama AI, tetapi juga menciptakan model kolaborasi baru yang meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan.
“AI dapat memperpanjang usia manusia, meningkatkan kebahagiaan, dan memperluas potensi hidup,” ujarnya optimistis. “Itulah arah evolusi teknologi yang seharusnya — membantu manusia menjalani hidup yang lebih bermakna.”
Bagi Hasani, masa depan bukan tentang pertarungan antara manusia dan mesin, melainkan tentang koeksistensi dan sinergi antara keduanya. Teknologi yang aman, efisien, dan transparan, menurutnya, adalah jembatan menuju masa depan tersebut.
“Kita tidak bisa menghentikan perkembangan AI,” pungkasnya. “Tapi kita bisa memastikan AI tumbuh bersama kita — bukan melawan kita.” (Herman Effendi / Lukman Hqeem)
**Ramin Hasani adalah CEO dan Co-Founder Liquid AI, serta peneliti di Massachusetts Institute of Technology (MIT). Wawancara ini dilakukan lewat daring, di sela-sela acara Expand North Star 2025, Dubai.