Akibat Perang Tarif, Klaim Pengangguran AS Meningkat

Donald Trump berjanji akan menaikkan tarif impor pada barang asal Meksiko, Kanada dan Cina di hari pelantikannya. (Kredit Foto Reuters)

Beritakota.id, Jakarta – Jumlah warga Amerika Serikat (AS) yang mengajukan aplikasi untuk tunjangan pengangguran baru, mengalami kenaikan sedikit di minggu lalu. Laporan ini menunjukkan bahwa pasar tenaga kerja AS tetap tangguh meskipun ekonomi semakin suram akibat kebijakan perdagangan yang kacau. Kebijakan tarif Presiden Donald Trump yang terus berubah-ubah telah meningkatkan ketidakpastian ekonomi. Hal ini mengikis kepercayaan bisnis dan konsumen secara tajam, dimana pada akhirnya dapat melemahkan pengeluaran dan menyebabkan hilangnya lapangan pekerjaan.

Tanda-tanda kehati-hatian di kalangan pelaku bisnis, yang terlihat dalam survei dan perusahaan yang memangkas panduan keuangan, diperkuat oleh data pemerintah lainnya pada hari Kamis (24/04/205) yang menunjukkan pengeluaran bisnis untuk peralatan hampir tidak naik pada bulan Maret. Para ekonom memperkirakan pasar tenaga kerja akan melemah pada paruh kedua tahun ini. Iklim bisnis masih belum menekan biaya tenaga kerja. Pun demikian, sejumlah pemangkasan pekerjaan akan terjadi akhir tahun ini di sektor-sektor yang paling terdampak tarif, seperti ritel, transportasi, dan manufaktur. Hal ini terjadi jika daftar tarif saat ini dipertahankan oleh pemerintah AS.

Klaim awal untuk tunjangan pengangguran negara meningkat 6.000 menjadi 222.000 yang disesuaikan secara musiman untuk minggu yang berakhir pada 19 April, sesuai dengan ekspektasi para ekonom. Data Departemen Tenaga Kerja mencakup hari libur Jumat Agung, yang jatuh pada akhir tahun ini dibandingkan dengan tahun 2024. Klaim cenderung tidak stabil di sekitar hari libur yang berubah-ubah.

Sejak pengumuman tarif “Hari Pembebasan” awal bulan ini, Trump telah menunda bea masuk timbal balik pada lebih dari 50 mitra dagang selama 90 hari, sementara menaikkan bea masuk impor Tiongkok menjadi 145%. Beijing membalas dengan bea masuknya sendiri. Trump mempertahankan tarif universal 10% pada hampir semua mitra dagang serta bea masuk 25% pada mobil, baja, dan aluminium. Tarif, yang Trump lihat sebagai alat untuk meningkatkan pendapatan guna mengimbangi pemotongan pajak yang dijanjikannya dan untuk menghidupkan kembali basis industri AS, telah memicu kekhawatiran akan inflasi tinggi dan stagnasi ekonomi. Menteri Keuangan Scott Bessent mengatakan pada hari Rabu bahwa tarif tinggi antara AS dan Tiongkok tidak berkelanjutan. S&P 500 naik dua persen dan Nasdaq naik dua tiga perempat persen.

Baca juga : Lapangan Kerja Tumbuh, Klaim Pengangguran Turun

Dalam laporan terpisah yang disebut sebagai Beige Book, Federal Reserve pada hari Rabu menunjukkan “beberapa distrik melaporkan bahwa perusahaan mengambil pendekatan menunggu dan melihat terhadap ketenagakerjaan, menghentikan atau memperlambat perekrutan hingga ada kejelasan lebih lanjut tentang kondisi ekonomi.” Ditambahkan bahwa ada “laporan yang tersebar tentang perusahaan yang bersiap untuk PHK” dan penurunan “yang signifikan” dalam ketenagakerjaan pemerintah “atau pada organisasi yang menerima dana pemerintah.” Pemerintahan Trump berada di tengah-tengah kampanye yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk mengecilkan pemerintah federal secara drastis melalui pemecatan massal dan pemotongan pengeluaran yang besar. PHK yang sering kali tidak teratur, yang didorong oleh Departemen Efisiensi Pemerintah milik miliarder teknologi Elon Mask, sejauh ini belum berdampak pada pasar tenaga kerja yang lebih luas.

Bursa saham di Wall Street naik karena harapan akan meredanya ketegangan perdagangan. Dolar melemah terhadap sekeranjang mata uang. Imbal hasil Treasury AS turun. (Lukman Hqeem)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *