Beritakota.id, Labuan Bajo – Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) bersama Asisten Deputi Bidang Pengembangan Pariwisata, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, menggelar Rapat Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Terkait Pengelolaan Kawasan Otoritatif pada Kamis (23/10/2025) sore di Ruang Rapat Florata, Kantor BPOLBF.
Rapat ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan sebelumnya yang telah dilakukan Kemenko Perekonomian bersama Kementerian Pariwisata, terkait penyelarasan kebijakan pengelolaan Kawasan Otoritatif pada Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF). Dalam kesempatan ini, pembahasan difokuskan pada pencapaian pembangunan dan pengembangan kawasan sesuai Master Plan, serta penguatan kelembagaan di lingkungan BPOLBF.
Baca Juga : BPOLBF Dukung Kolaborasi Pariwisata Berbasis Iman dan Budaya
Plt. Direktur Utama BPOLBF, Dwi Marhen Yono, dalam paparannya menyampaikan progres pembangunan infrastruktur di Kawasan Parapuar yang terus menunjukkan perkembangan positif.
“Saat ini, pembangunan jalan utama sepanjang 1,5 kilometer telah terealisasi, termasuk progres akses jalan masuk sepanjang 200 meter. Selain itu, kami juga telah melakukan pemasangan listrik dengan kapasitas 23.000 KVA melalui 19 tiang distribusi,”_ jelasnya.
Lebih lanjut, Dwi Marhen menegaskan bahwa pengembangan kawasan otoritatif Parapuar menjadi salah satu fokus utama BPOLBF dalam mewujudkan destinasi pariwisata yang inklusif dan berkelanjutan di Labuan Bajo dan Flores. BPOLBF terus berupaya memperkuat sinergi lintas kementerian agar arah pembangunan kawasan otoritatif BPOLBF semakin terukur, efektif, dan memberi manfaat langsung bagi masyarakat sekitar.
Sementara itu, Asisten Deputi Bidang Pengembangan Pariwisata Kemenko Perekonomian, Herfan Brilianto Mursabdo, menyoroti sejumlah isu strategis yang masih menjadi tantangan dalam pengembangan destinasi pariwisata Labuan Bajo. Salah satunya adalah masih rendahnya lama tinggal wisatawan di darat (_length of stay_), yang dipengaruhi oleh kurangnya motivasi wisatawan dan minimnya atraksi wisata darat dibandingkan dengan aktivitas wisata bahari seperti _live on board_.
Herfan juga menggarisbawahi pentingnya penguatan destinasi wisata darat dengan memperhatikan dua aspek utama, yaitu motivasi wisatawan dan daya tarik wisata.
“Agar pariwisata di Labuan Bajo lebih berimbang, perlu ada upaya meningkatkan kualitas pengalaman wisata di darat, memperkaya atraksi, serta memperkuat konektivitas antardestinasi,” ujarnya.
Selain itu, rapat koordinasi ini juga membahas beberapa isu penting lainnya seperti optimalisasi penerbangan, pembukaan rute baru, serta penyesuaian jenis pesawat yang akan berdampak pada harga tiket dan keterisian penumpang. Dari sisi infrastruktur pendukung, kesiapan bandara dan skema konektivitas antarmoda menjadi perhatian utama untuk meningkatkan aksesibilitas wisatawan menuju Labuan Bajo dan kawasan sekitarnya.
Herfan juga menambahkan bahwa skema pemanfaatan lahan dan penyelesaian permasalahan agraria di kawasan Labuan Bajo harus menjadi prioritas bersama. Dalam konteks perencanaan, dokumen Rencana Induk Destinasi Pariwisata Nasional (RIDPN) diharapkan dapat mempertegas arah pembangunan kawasan Labuan Bajo sebagai destinasi prioritas super. Selain itu, regulasi yang lebih tegas terhadap aktivitas kapal di pelabuhan juga diperlukan untuk memastikan keberlanjutan ekosistem wisata bahari dan keselamatan pengunjung.
Melalui rapat ini, BPOLBF dan Kemenko Perekonomian berkomitmen untuk terus memperkuat koordinasi lintas sektor dalam rangka mempercepat implementasi pembangunan kawasan otoritatif Parapuar dan mendukung Labuan Bajo sebagai destinasi pariwisata premium yang berdaya saing dan berkelanjutan. (Lukman Hqeem)


