Beritakota.id, Jakarta – Eskalasi politik dalam negeri yang memanas turut mengguncang pasar keuangan. Indeks Harga Saham Gabungan (ISHG) Indonesia anjlok hingga 180,80 poin atau 2,27% ke level 7.771 pada penutupan perdagangan sesi pertama, Jumat (29/8/2025). Penurunan secara intra day dan menjadi penurunan terbesar dalam dua bulan terakhir.
Sementara itu, rupiah melemah 0,5% lebih dalam dibandingkan sebagian besar mata uang Asia. Bank Indonesia menyatakan siap melakukan intervensi untuk menjaga stabilitas nilai tukar.
Sebetulnya, penurunan indeks terjadi di tengah meluasnya aksi unjuk rasa yang berlangsung di Jakarta sejak Kamis (28/8/2025). Data perdagangan BEI menunjukkan nilai transaksi saham mencapai Rp 13,31 triliun, dengan volume 33,99 miliar saham dan frekuensi sebanyak 1,62 juta kali.
Sebanyak 89 saham menguat, 662 saham terkoreksi, dan 49 saham tidak bergerak. Adapun kapitalisasi pasar IHSG pada sesi I hari ini mencapai Rp 14.093 triliun.
Pengamat pasar modal sekaligus Founder Republik Investor, Hendra Wardana, menyatakan penurunan IHSG mencerminkan meningkatnya kekhawatiran investor. Tekanan pasar kali ini lebih dipicu oleh kondisi domestik dibanding faktor global. Aksi massa yang terjadi di Jakarta dan beberapa daerah menjadi sentimen negatif karena menimbulkan ketidakpastian politik, sementara pasar modal sangat sensitif terhadap isu stabilitas.
“Begitu muncul potensi risiko keamanan, investor asing maupun domestik cenderung menahan diri, bahkan melepas portofolio untuk mengamankan posisi likuid,” kata Hendra dalam keterangannya.
Gejolak sosial ini, lanjut Hendra, diperparah oleh respons pemerintah yang dinilai belum tepat. Alih-alih menjalin komunikasi terbuka dengan masyarakat, langkah yang muncul justru berupa himbauan work from home (WFH) bagi anggota DPR. Kebijakan ini menimbulkan persepsi pemerintah dan wakil rakyat lebih memilih menjauh ketimbang mendengar aspirasi langsung.
Padahal, pasar butuh sinyal stabilitas dan kepastian. Dalam ekonomi, persepsi sering kali lebih kuat pengaruhnya dibanding fakta di lapangan. “Tak mengherankan jika situasi ini menjadi sorotan media internasional. Investor global yang memantau Indonesia melihat adanya eskalasi ketidakpastian politik, yang berujung pada aksi jual di pasar keuangan. Inilah sebabnya IHSG cepat merespons dan tertekan signifikan. Kondisi serupa juga dialami nilai tukar rupiah yang ikut berfluktuasi,” terang dia.
Secara teknikal, IHSG kini bergerak mendekati area support penting di kisaran gap 7.800-7.840. Area ini diperkirakan akan menjadi penahan pertama bagi tekanan jual. Jika level ini berhasil bertahan, ada peluang IHSG kembali konsolidasi. Namun bila jebol, risiko koreksi lebih dalam bisa terbuka. Oleh karena itu, banyak pelaku pasar saat ini memilih strategi defensif sembari menunggu kepastian arah kebijakan pemerintah.
“Ke depan, yang dibutuhkan adalah komunikasi yang jelas dan menenangkan dari pemerintah. Terlebih, beredar informasi bahwa pada Jumat siang pukul 13.00 akan ada aksi lanjutan dari BEM SI. Jika pemerintah mampu merangkul dan membuka dialog, maka pasar bisa kembali merespons dengan rasional dan tenang. Namun, jika psikologis pasar terus diganggu oleh ketidakpastian, maka pelemahan IHSG sulit dihindari meski faktor fundamental ekonomi Indonesia masih cukup kuat,” bebernya