Beritakota.id, Jakarta – Ribuan tenaga honorer R4 akan berkumpul di depan Istana Negara pada Senin (21/07/2025) menuntut pemerintah membuka mata terhadap keberadaan mereka yang selama ini tak terdata hanya karena kekeliruan administratif yang bukan kesalahan mereka.

Menurut Syahilin, Ketua Forum Komunikasi Non ASN Non Database Brebes, mengungkapkan “ Banyak di antara tenaga honorer ini telah mengabdi belasan hingga lebih dari 20 tahun di lembaga pemerintahan. Namun, saat proses seleksi ASN PPPK 2024 digelar, mereka tidak bisa mengikuti seleksi karena tidak terdata dalam sistem BKN. Ironisnya, mereka adalah pekerja aktif di lembaga negara, tetapi dianggap tidak ada oleh sistem yang harusnya melindungi mereka. “Kami merasa dianaktirikan. Kami bukan honorer baru, kami sudah mengabdi sejak era reformasi bergulir,” tegas Syahilin.

Baca juga : Bupati Paramitha Lepas 4.000 Ton Beras Bantuan Presiden untuk 253 Ribu Warga Brebes

Peserta dari Brebes sendiri telah datang sejak dinihari. Bersama dengan puluhan bus yang bergerak perlahan dari berbagai titik di Brebes. Di dalamnya, sekitar 600 orang tenaga honorer lintas profesi. Mereka mewakili sekitar 3.100 tenaga honorer yang ada di berbagai OPD Pemkab Brebes. Mulai dari sopir, tenaga kebersihan, guru, hingga tenaga Kesehatan.  — namun tak satu pun tercatat dalam sistem resmi negara.

Selama ini, para pekerja honorer berada dalam lorong gelap birokrasi; honorer non-database Badan Kepegawaian Negara (BKN), atau yang kini dikenal sebagai R4. Mungkin sebagian besar masyarakat tak tahu bahwa ada pegawai yang masih digaji Rp500.000–Rp1.200.000 per bulan oleh negara melalui jalur non-ASN. Padahal mereka bukan tenaga magang atau relawan, tetapi pekerja tetap yang mendukung fungsi harian pemerintahan daerah dari membersihkan kantor hingga menjaga operasional puskesmas.

Menurut Syahilin, “ karena tak masuk database BKN, mereka tidak punya jaminan masa depan, tidak punya akses ke tunjangan, dan tidak bisa mengikuti seleksi formal ASN. Padahal, UU ASN No. 20 Tahun 2023 secara eksplisit menyebutkan komitmen untuk menyelesaikan status tenaga non-ASN paling lambat Desember 2024. Tapi sampai pertengahan 2025, justru ribuan honorer ini semakin tersingkir oleh sistem yang menuntut “kelengkapan administratif” yang tidak pernah transparan dari awal”.

Aksi ke Jakarta ini bukan aksi pertama, namun menjadi yang paling masif dalam sejarah perjuangan honorer non-database. Mereka tidak meminta belas kasihan, mereka menuntut penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang bisa memberikan payung hukum kepada para honorer R4 untuk langsung diangkat sebagai ASN PPPK, tanpa harus melewati proses seleksi yang sejak awal tak mereka akses.

“Kami bukan minta dimanjakan. Kami hanya ingin diakui haknya. Yang kami hadapi bukan cuma ketidakadilan, tapi penghapusan eksistensi,” tegas Syahilin. “Jika aksi ini diabaikan lagi, maka yang hilang bukan hanya kepercayaan ribuan honorer terhadap sistem, tetapi legitimasi negara terhadap ribuan pegawainya sendiri. Negara tak boleh membiarkan “hantu administratif” terus menyelimuti mereka yang bekerja tanpa identitas hukum hanya karena kesalahan teknis di masa lalu. Keadilan bukan hanya soal siapa yang paling lengkap berkasnya, tapi siapa yang paling lama setia dalam senyap”, pungkasnya. (Lukman Hqeem)