Beritakota.id, Jakarta – Menghadapi proyeksi perlambatan ekonomi nasional pada tahun 2025, Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM) memaparkan kondisi terkini sektor industri dan menyampaikan sejumlah rekomendasi strategis dalam diskusi media yang digelar hari ini. Seiring melemahnya pertumbuhan ekonomi, daya beli masyarakat dan kinerja sektor industri minuman ringan pun dinilai berpotensi tertekan, sehingga diperlukan kebijakan yang tepat dan terintegrasi guna menjaga keberlangsungan dan daya saing industri.
Lembaga riset CORE Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional pada 2025 akan melambat ke kisaran 4,8%-5,0%, bahkan berpotensi turun hingga 4,6%-4,8% dalam skenario tertentu lebih rendah dari target APBN sebesar 5,2%. Data Badan Pusat Statistik (BPS) pun mencatat pertumbuhan ekonomi triwulan I 2025 hanya mencapai 4,87% secara tahunan (y-on-y), dengan kontraksi sebesar 0,98% dibandingkan triwulan sebelumnya (q-to-q).
Lebih lanjut, BPS mencatat Indeks Harga Produsen (IHP) pada sektor akomodasi serta penyediaan makanan dan minuman mengalami tekanan harga tertinggi. Pada triwulan I-2025, IHP naik 0,56% (q-to-q) dan 2,84% (y-on-y), yang berpotensi menekan margin pelaku usaha sekaligus meningkatkan harga jual ke konsumen.
“Data-data awal ini menunjukkan adanya tekanan dari sisi permintaan domestik dan biaya produksi yang berpotensi melemahkan sektor konsumsi, termasuk makanan dan minuman. Oleh karena itu, arah kebijakan pemerintah harus fokus pada penguatan daya beli masyarakat, serta berhati-hati dalam menerapkan kebijakan fiskal baru agar sejalan dengan upaya pemulihan ekonomi,” ucap Mohammad Faisal, Ph.D., Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Rabu (14/5/2025).
Meskipun terdapat tekanan, laporan NielsenIQ menyebutkan bahwa sektor minuman siap saji (ready-to-drink) masih menjadi pendorong utama pertumbuhan industri barang konsumsi cepat saji (FMCG) di Indonesia. Produk minuman ringan tetap dianggap esensial oleh konsumen, namun kenaikan harga (32%) dan kekhawatiran akan pelemahan ekonomi (27%) menjadi dua tantangan utama yang memengaruhi keputusan belanja masyarakat.
Baca juga : Kemenkeu Bidik Cukai Minuman Berpemanis Sebesar Rp 3,8 Triliun di 2025
Ketua Umum ASRIM, Triyono Prijosoesilo, menyampaikan bahwa tekanan terhadap industri minuman ringan sudah mulai dirasakan sejak tahun 2023. “Kami mencatat adanya penurunan volume penjualan di beberapa kategori minuman non-air minum dalam kemasan (non-AMDK). Situasi ini berlanjut hingga awal 2025, dengan data Nielsen menunjukkan kontraksi sekitar 4,4% pada sektor minuman non-AMDK per Maret 2025. Ini merupakan sinyal kuat bahwa industri membutuhkan dukungan kebijakan yang kondusif agar mampu bertahan dan kembali tumbuh,” jelasnya.
Data dari CORE Indonesia juga menunjukkan bahwa momen Ramadhan dan Idul Fitri yang biasanya meningkatkan konsumsi masyarakat, pada tahun ini tidak berdampak signifikan. Indeks Penjualan Riil (IPR) untuk kelompok makanan, minuman, dan tembakau hanya tumbuh 1,3% pada kuartal I-2025, jauh lebih rendah dibandingkan pertumbuhan 7,5% pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Triyono menegaskan pentingnya dialog terbuka dan sinergi kebijakan antara pemerintah dan pelaku industri. “ASRIM siap menjadi mitra strategis dan konstruktif bagi pemerintah. Kami berkomitmen menyediakan data dan perspektif industri secara transparan untuk bersama-sama merumuskan kebijakan yang tidak hanya efektif dalam mencapai tujuan kesehatan publik, tetapi juga mempertimbangkan keberlangsungan industri, penyerapan tenaga kerja, serta kelangsungan UMKM dalam rantai pasok kami. Pendekatan berbasis data akan menghasilkan solusi yang berkelanjutan dan saling menguntungkan,” paparnya.
Sementara itu, Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian, Merrijantij Punguan Pintaria, menegaskan komitmen pemerintah dalam menjaga iklim usaha yang sehat bagi industri makanan dan minuman (mamin). “Pemerintah terus berupaya menyediakan kebijakan fiskal dan non-fiskal yang relevan dan adaptif. Kami juga secara berkala mengevaluasi dampak kebijakan, serta terbuka untuk berdialog demi merumuskan skema transisi terbaik guna menjaga kinerja dan daya saing industri,” tegasnya.
ASRIM optimistis, dengan kolaborasi aktif dan kebijakan yang tepat sasaran, industri minuman ringan Indonesia akan mampu menghadapi tantangan 2025, menjaga keberlanjutan usahanya, dan tetap memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi nasional. (Herman Effendi)