Beritakota.id, Jakarta – Komunitas Gastronomi Indonesia atau Indonesian Gastronomy Community (IGC) Bersama dengan Asosiasi Pengusaha Jasa Boga Indonesia (APJI) menggelar Festival Tumpeng Nusantara 2025 di Hotel Borobudur, Jakarta pada Sabtu (23/08/2025). Diikuti oleh para siswa dan mahasiswa dari sejumlah sekolah dan universitas di Jabodetabek, sekaligus menjadi momen perayaan HUT Kemerdekaan RI Ke-80.

Sebagai sebuah komunitas pelestari makanan dan minuman Indonesia beserta budayanya, IGC memang bertekad memantapkan makna kebangsaan Indonesia melalui makanan dan minuman. Kekayaan khasanah makanan dan minuman Indonesia yang tersebar di pelosok negeri, dianggap sebagai medium perekat dan pemersatu bangsa dan negara Indonesia.

Mengusung tema “Tumpeng: Makanan Kebanggaan yang Menyatukan Nusantara,” festival ini menyoroti tumpeng sebagai simbol rasa syukur, keberagaman, dan persatuan bangsa. Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia mendukung kegiatan ini. Menteri Kebudayaan, DR. Fadli Zon, menghadiri dan memberikan sambutan khusus.

“Kementerian Kebudayaan selalu berkomitmen untuk terus mendukung pelestarian dan pengembangan kuliner nusantara. Kuliner bukan sekadar makanan, melainkan alat diplomasi budaya yang sangat efektif untuk memperkenalkan Indonesia ke dunia,” ujar Fadli Zon.

Ia menambahkan bahwa tumpeng sebagai warisan budaya tak benda memiliki peran penting dalam berbagai upacara adat, perayaan, dan momen penting lainnya. Festival ini, menurutnya, merupakan langkah konkret dalam memperkuat identitas budaya bangsa di tengah arus modernisasi dan globalisasi.

Tashya Megananda Yukki, sebagai Ketua APJI menjelaskan bahwa festival ini merupakan bentuk nyata cinta tanah air melalui rasa dan budaya.

“ Kegiatan ini sekaligus menekankan pentingnya pelestarian tumpeng agar tetap dikenal oleh generasi muda. Ini terlihat dari antusias peserta Kompetisi Tumpeng Selamat yang diikuti oleh 16 peserta. Lomba ini sekalius menguji kreativitas mereka dalam menyajikan tumpeng sebagai warisan budaya yang hidup.

“Tak hanya itu, pengunjung juga dapat menikmati Pameran Tumpeng, yang menampilkan 10 jenis tumpeng berbeda dari berbagai daerah. Masing-masing tumpeng yang di buat oleh anggota APJI memiliki makna dan asal-usul yang unik, mencerminkan kekayaan budaya Nusantara” jelas Tasya.

Ketua APJI Tashya Megananda Yukki bersama Ketua IGC Ria Musiawan melihat tumpeng yang dikompetisikan. (Dadan/Beritakota.id)

Karina Eva Poetry, Direktur Marketing Dan Komunikasi Hotel Borobudur mengatakan, “Festival Tumpeng ini sejalan dengan semangat kami untuk menghidupkan kembali warisan kuliner Indonesia yang kaya dan menyatukan. Bukan hanya sekadar perayaan kuliner, tetapi juga momentum penting untuk meneguhkan identitas bangsa melalui makanan. Tumpeng, sebagai simbol budaya dan persatuan, kembali hadir menyatukan rasa, menghubungkan generasi, dan mengharumkan nama Indonesia di pentas dunia,” jelas Karina.

Ari Fadiati, Dosen Universitas Negeri Jakarta yang juga merupakan anggota Dewan Pakar dalam IGC memberikan ulasan mengenai “Makna dan Filosofi Tumpeng”. “Tumpeng Lingga atau juga dikenal sebagai Sekul Paripurna dalam masyarakat pagan Jawa ini melambangkan kesuburan lingkungan alam, kekuatan, kekuasaan dan kedahsyatan jagat raya” jelasnya.

Berawal dari letak geografis terutama Pulau Jawa yang memiliki banyak gunung-gunung berapi, masyarakat menempatkan gunung sebagai tempat bersemayam arwah para leluhur, sekaligus simbol kekuatan dan kekuasaan yang menciptakan jagat raya ini. Masyarakat Jawa kemudian mengaplikasikan keyakinan tersebut dalam bentuk Tumpeng Lingga.

“Semenjak ajaran Hindu mulai ada, tumpeng menjadi media pemujaan dan lambang dari Dewa Siwa. Bahkan bentuk tumpeng ini mengalami perubahan, semakin mengerucut. Bentukan merupakan manifestasi keyakinan mereka bahwa para Dewa bersemayam di puncak Mahameru, atau Gunung Semeru. Ketika Wali Songo mengajarkan Islam dalam masyarakat Jawa, mereka menyesuaikan Tumpeng ini dengan kaidah-kaidah Islam. Tumpeng ini yang kemudian dikenal hingga sekarang dan berkembang untuk berbagai pelengkap acara” urainya.

Dengan bentuk menyerupai gunungan, runcing hingga sebutir nasi berada di puncaknya, Tumpeng melambangkan keberadaan masyarakat yang berkelompok, bersatu dan bersama dalam mengungkapkan aspirasi, harapan dan doa untuk suatu hajat tertentu kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Kuasa. Umat manusia berada dibawah kekuasaan Tuhan, yang dimanifestasikan dalam sebutir nasi di puncaknya, dilindungi tutup daun pisang berbentuk kerucut kecil. Satu butir nasi ini diharapkan tidak hilang atau jatuh. Kejatuhnnya, melambangkan kondisi manusia yang kehilangan pelindungnya.

Tumpeng disajikan dengan tambahan lauk pauk yang berasal dari 3 (tiga) komponen pokok unsur alam, yakni Tanah, Air dan Udara. Lauk-pauk pangan ini juga secara spesifik memiliki jumlah sebanyak 7 (tujuh) yang dalam Bahasa Jawa, disebut Pitu sebagai frase dari “Pitulungan” atau pertolongan dari Tuhan YME. Mewakili unsur alam tersebut, lauk-pauknya adalah Nasi, Umbi-umbian, Kacang-kacangan, Biji-bijian, Sayur, Buah-buahan, lauk-pauk daging hewani (Ayam, Ikan, Telur).

Dewasa ini, masyarakat menghadirkan Tumpeng saat kegiatan berkenduri atau berkegiatan launnya. Ragam Tumpeng memiliki makna atau perlambang rasa syukur, perayaan, permohonan, kedukaan, hingga peringatan kejadian atau peristiwa penting. Tumpeng sebagai media, saat masyarakat berdoa memohon pertolongan kepada Tuhan YME untuk memperoleh kebaikan, terhindar dari keburukan dan memperoleh kemuliaan, disajikan baik oleh perorangan hingga acara kenegaraan.

IGC dalam kesempatan ini juga meluncurkan buku “Tumpeng Indonesia”. Buku tebal dengan kemasan menarik ini digagas sebagai referensi otentik mengenai tumpeng bagi para pecinta kuliner, akademisi, pelaku industri makanan, hingga masyarakat umum.

Menurut Ria Musiawan, “buku ini mengabadikan filosofi, sejarah, dan keanekaragaman tumpeng dari berbagai daerah di Indonesia. Tumpeng adalah lebih dari sekadar hidangan. Ia adalah simbol kebersamaan, perayaan, dan nilai budaya yang diwariskan turun-temurun ”.

Arief Djoko Budiono, selaku koordinator penerbitan buku, menjelaskan bahwa tujuan utama dari penerbitan ini adalah untuk melestarikan warisan kuliner Indonesia melalui dokumentasi sejarah, filosofi, serta resep autentik dan inovatif dari berbagai jenis tumpeng. Sementara itu, Pudyotomo A. Saroso, Ketua Dewan Pakar, menekankan pentingnya menginspirasi generasi muda agar bangga terhadap budaya bangsa. (Lukman Hqeem)