Jakarta — Ada pepatah lama di kalangan pelaku pasar, yakni “Buy the Rumour, Sell the News” – beli saat masih digosipkan, jual saat berita suda diterbitkan. Sejatinya, ini merupakan salah satu strategi populer di kalangan trader yang mengincar keuntungan jangka pendek. Strategi ini melibatkan pembelian aset berdasarkan spekulasi atau rumor yang tersebar, lalu menjualnya setelah berita resmi dirilis untuk memanfaatkan perubahan harga yang terjadi.

Begitu juga dengan situasi saham PT Diamond Citra Propertindo Tbk (IDX:DADA) saat ini. Emiten properti ini diyakini akan mengalami ledakan harga signifikan, bahkan bisa menjadi kisah terbesar di pasar modal Indonesia dalam satu dekade ini. Bagaimana tidak, dari saham receh yang dijual belikan pada harga belasan di awal Agustus 2025, kini melonjak lebih dari 450%, dengan diperdagangkan pada harga Rp. 94,- .

Baca juga : Harga Saham Pengembang Ini Melejit 425%, Fantastis

Bukan hanya menjadi calon multibagger spektakuler, DADA tengah bersiap untuk berdiri di panggung global dengan dukungan raksasa dunia. Bagi investor yang cerdas membaca momentum, inilah saatnya masuk sebelum pintu benar-benar terbuka lebar. Rumor beredar, namun bukan sekadar kabar angin bahwa ada potensi manuver korporasi kelas dunia yakni dua raksasa asal Jepang, Mitsubishi Estate dan Kajima Corporation, tengah menyiapkan aksi backdoor listing melalui DADA.

Isu backdoor listing atau reverse takeover memang begitu kuat di saham ini. Backdoor listing adalah mekanisme ketika perusahaan besar yang belum melantai di bursa ‘menumpang; lewat perusahaan publik kecil yang sudah ada. Pendek kata, perusahaan raksasa masuk ke rumah kecil, lalu merenovasinya menjadi gedung pencakar langit dan berpotensi mendatangkan untung yang cukup besar.

Bukan tanpa alasan DADA jadi incaran. Awalnya, harga saham DADA di kisaran Rp 25 per lembar dan jauh sebelumnya masih di level Rp 15. Dengan book value sekitar Rp 600 miliar, DADA terlihat biasa saja. Namun, pasar tahu sesuatu yang lebih besar tengah dipersiapkan. Kabar investor Jepang yang bakal siap-siap di aksi korporasi ini telah begitu kencang.

Sinyalemen ini menguat, dimana telah dilakukan pembagian dividen pertama DADA sejak IPO sebagai tanda disiplin finansial. Ada upaya keluar dari papan pemantauan khusus (FCA/PPK) bursa dan kewajiban pengendali melepas saham ke publik untuk menaikkan free float.

Bagi investor awam, aksi “pengendali melepas saham” sering dipandang negatif. Namun justru inilah strategi inti: menjadikan DADA sangat likuid, sesuai syarat investor yang akan mengambil alih. Faktanya, ketika saham dilepas di harga Rp11, bukannya longsor, DADA justru melonjak lebih dari 700%. Ini menegaskan adanya skenario besar yang sedang dipersiapkan.

Hal yang mengejutkan, di balik nama besar Mitsubishi dan Kajima, terdapat jejak sang raksasa global The Vanguard Group. Dalam penelusuran yang dilakukan, menunjukkan bahwa Vanguard memang konsisten menjadi pemegang saham di kedua emiten Jepang tersebut.

Vanguard memang bukan pemain biasa, dengan dana kelolaan USD 10,2 triliun atau setara 50 kali APBN Indonesia 2025, Vanguard menjadi salah satu mesin penggerak pasar global.

Didirikan di AS lebih dari 50 tahun lalu, manajer aset terbesar kedua di dunia ini memiliki struktur yang unik. Ia bukan perusahaan publik, melainkan dimiliki oleh dana-dana kelolaannya sendiri, sehingga kepentingan investor menjadi prioritas utama. Memiliki kinerja yang solid, dengan track record return stabil di kisaran 12–18% per tahun dalam 5 tahun terakhir. Vanguard konsisten hanya masuk ke emiten dengan free float minimal 50%, market cap ≥ USD 100 miliar, dan saham yang super likuid.

Jika skenario Vanguard berlaku, target minimal market cap DADA adalah USD 100 miliar. Dengan jumlah saham beredar 7,4 miliar lembar, valuasi teoretis per saham bisa mencapai Rp230.000 (kurs Rp16.500). Angka ini memang terdengar fantastis. Tetapi bukan hal yang mustahil. Jika Kajima dan Mitsubishi benar-benar mengonsolidasikan DADA dalam laporan keuangannya, “rapor” keuangan mereka akan semakin menarik di mata investor global.

Dengan kehadiran Vanguard melalui proxy-nya di Asia, ini akan menjadi mega akuisisi dengan dampak langsung pada wajah pasar modal Indonesia. (Herman Effendi / Lukman Hqeem)