Beritakota.id, Jakarta – Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas), E. Aminudin Aziz resmi meluncurkan buku pertamanya, pada Senin (17/11/2025), berjudul Visi Anak Pasar: Catatan Kecil Kehidupan E. Aminudin Aziz. Peluncuran buku ditandai dengan cara yang unik, yaitu memukul mangkuk bakso. Maknanya, sebagai simbol perjalanan hidupnya saat berjualan bakso ketika menempuh pendidikan di Department of Linguistics, Monash University, Australia.
Dalam bukunya, Kepala Perpusnas mengenang perjuangan masa kecilnya yang penuh keterbatasan: tidur di pasar, mengantar agar-agar, hingga dimarahi ketika dagangan jatuh. Namun ia yakin bahwa kemiskinan bukanlah penghalang untuk meraih cita-cita.
“Saya pernah ditidurkan di pasar, menangis di pasar, mengantar agar-agar hingga jatuh dan dimarahi. Tapi kemiskinan bukan penghalang. Jangan pernah putus asa dengan cita-cita,” pesannya.
Dalam sesi bedah buku, sastrawan dan sosiolog Okky Madasari menilai buku tersebut bukan sekadar autobiografi, tetapi juga gambaran karakter kepemimpinan Aminudin. Ia menyebutnya sebagai Aminudin Leadership, yaitu kepemimpinan seorang E. Aminudin Aziz yang mencerminkan lima karakter.
Pertama, menyiasati tradisi. Menurutnya, Aminudin menunjukkan kemampuan untuk menghormati tradisi tanpa menjadikannya batasan.
“Menyiasati tradisi bukan berarti membangkang atau melanggar aturan. Ini tentang mencari solusi terbaik dengan tetap memiliki visi ke depan. Contohnya ketika ia memilih kembali melanjutkan studi meski baru mendapatkan posisi pekerjaan,” ujarnya.
Kedua, siap pantang surut. Ketika hidup menuntut biaya, Aminudin mencari berbagai cara dengan berjualan bakso, mengantar agar-agar, dan pekerjaan lainnya.
“Kalau punya cita-cita, harus cari jalan,” lanjutnya.
Ketiga, konsistensi. Menurut Okky, tidak ada pencapaian yang datang secara instan. “Ia menunjukkan konsistensi dalam belajar dan bekerja hingga menjadi salah satu profesor muda di Universitas Pendidikan Indonesia,” ungkapnya.
Keempat, bekerja melampaui target. “Kalau hanya ingin selesai, kita tidak akan ke mana-mana,” terangnya. Menurut Okky, Aminudin selalu berupaya melakukan yang terbaik, melampaui apa yang ditargetkan.
Kelima, hidup tidak dapat diprediksi. Namun, buku ini menunjukkan bahwa ketidakpastian bukan alasan untuk berhenti berupaya.
Sementara itu, Pengamat Sosial sekaligus senior Aminudin di Monash University, Fachry Ali mengakui bahwa dirinya baru memahami kedalaman perjalanan hidup Aminudin setelah membaca kisah-kisah dalam buku ini. “Ada refleksi yang sangat personal dan menyentuh,” ungkapnya.
Aminudin mengungkapkan, buku ini awalnya catatan pribadi untuk keluarga. Sebagian besar cerita dalam buku tersebut merupakan kisah-kisah yang biasa ia sampaikan kepada istri, anak-anak, menantu maupun cucu.
“Saya selalu bilang kepada anak-anak saya bahwa apa yang mereka lihat hari ini tidak terjadi begitu saja. Ada perjuangan yang panjang. Saya lahir dari keluarga bisa. Tidak ada privilege apa-apa,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, naskah awal yang terdiri dari 31 bab kemudian berkembang seiring perjalanan hidup, termasuk penambahan bab tentang kepergian orang-orang tercinta.
Ia menyampaikan rasa terima kasih kepada keluarga yang selalu mendukung meski mereka tidak tahu bahwa ia menulis di sela-sela kesibukan. “Tidak ada satu pun bab yang saya tulis pada jam kantor,” pungkasnya.


