Beritakota.id, Jakarta – Advokat senior, Prof. Dr. Otto Cornelis Kaligis, S.H., M.H, mengajukan permohonan praperadilan, atas penetapan status tersangka, yang tidak sah terhadap dua kliennya, Awwab Hafidz, Kepala Teknik Tambang (KTT) PT. Wana Kencana Mineral (WKM), dan Marsel Balembang, Mining Surveyor PT.WKM, yang dilakukan oleh penyidik Sub Dit V Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri. Sidang praperadilan sudah berlangsung sejak Kamis dan Jumat minggu lalu, dan sudah masuk tahap pemeriksaan bukti-bukti surat dari pihak Kantor Hukum OC Kaligis.
Dijelaskan Kaligis, kedua kliennya, dijadikan tersangka berdasarkan laporan dari HariAryanto Dharma Putra, selaku Direktur PT. Position, ke Bareskrim Polri. Keduanya dijerat dengan Pasal 162Jo Pasal 70, Jo Pasal 86F huruf b, Jo Pasal 136 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang diubah dengan Undang-UndangNomor 6Tahun 2023tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 sebagai Pengganti Undang-UndangNomor11Tahun2020tentangCiptaKerjadan/atautindakpidana kehutanansebagaimanadimaksuddalamPasal78ayat(3)JoPasal50ayat(2)Huruf aUndang-UndangNomor41Tahun1999tentangKehutananyangdiubahdengan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang penetapan peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 sebagai Pengganti Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Ditambahkannya, ada banyak ketidakadilan yang diterima kliennya, dalam menjalani pemeriksaan dan penyidikan oleh penyidik Bareskrim Polri. “Karena itu, melalui praperadilan ini, kedua klien kami berharap mendapatkan keadilan atas kesesatan dalam penegakan hukum dan kekeliruan penerapan hukum miscarriage of justice, dimana hal ini sangatlah merugikan kedua klien kami, sehingga klien kami merasa dikriminalisasi dalam perkara ini,” ujar Kaligis pada para wartawan di Jakarta, Minggu (3/8/2025).
Dijelaskannya, banyak kejanggalan dan pelanggaran dalam perkara kedua kliennya itu. Diantaranya, perbedaan pasal dalam proses penyelidikan dan penyidikan. “Pada proses penyelidikan, kedua klien kami dituduh melanggar Pasal 162UUPertambanganMineraldanBatubara joPasal50ayat3hurufadanhurufk UU Kehutanan, sedangkan di proses penyidikan, berubah pasalnya, dan dituduh melanggar Pasal 162 UU Pertambangan Mineral dan Batubara jo Pasal 50 ayat 2 huruf a UU Kehutanan,” tukas Kaligis.
Kejanggalankedua,kataKaligis,pasalyangdisangkakanadalahpelanggaran Pasal 162 UU Pertambangan Mineral dan Batubara jo Pasal 50 ayat 2 huruf a UU Kehutanan, akan tetapi pertanyaan yang diajukan kepada tersangka dan saksi, bukan pertanyaan seputar pelanggaran atas ketentuan tersebut. “Melainkan pertanyaan seputar patok/pagar pembatas yang dilakukan oleh kedua klien kami di wilayah IUP milik klien kami sendiri, yang menurut penyidik, pemasangan patok tersebut, di jalan angkutan (logging) yang sedang dikerjakan PT. Position,” tukas Kaligis.
Ditambahkannya, tidak ada tindakan perusakan hutan yang dilakukan kedua klien kami, sebagaimana disangkakan oleh penyidik. “Klien kami melakukan pemasangan patok/pagarpembatas diIUPsendiridalamrangka menjaga lahan IUP nya sendiri sebagaimana diwajibkan berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Jika memang benar ada perusakan hutan, maka perusakan hutan justru dilakukan oleh PT. Position karena pengerjaan yang dilakukan PT. Position, bukan membuka jalan angkutan (logging) melainkan pengerukan,” tegas Kaligis.
Diungkapkannya, tindakan pengerukan yang dilakukan oleh PT. Position di daerahWilayahIUPkliennya,didugatelahmengakibatkanpencemaranlingkungan. Tindakan ini yang kemudian yang menjadi dasar bagi klien kami untuk membuat Laporan Polisi, atas dugaan Tindak Pidana dibidang Pertambangan Mineral dan Batubara, yaitu melakukan kegiatan pertambangan di luar Wilayah Izin Usaha Produksi yang diduga dilakukan oleh PT. Position, di Desa Loleba, Kec. Wasile Selatan, Kab. Halmahera Timur yang terjadi pada tahun 2025.
“LaporanPolisitersebutkemudiandihentikanpenyelidikannyadenganalasan harus diselesaikan terlebih dahulu secara keperdataan. BUKANNYA mendapatperlindungan hukum atas upayanya mencegah perusakan hutan danpencemaran lingkungan, serta mencegah kerugian negara, yang didugadilakukan oleh PT. Position,Kedua klien kami justru dilaporkan balik ke Mabes Polri, bahkan ditersangkakan. Jika Laporan Polisi klien kami, di Polda Maluku Utara, dihentikan dengan alasan harus diselesaikan terlebih dahulu secara keperdataan,makaLPdiMabesPolri, jugaseharusnya terlebihdahuludiselesaikan dalam ranah keperdataan,” tegas Kaligis.
Yang terutama di kasus ini, kata Kaligis, klien kami, selaku Pemegang IUP, denganluasareal24,700Ha,dijamindandilindungihaknya,untukmelakukanusaha pertambangan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan (Pasal 94 UU tentang Minerba).
“Dalam hal ini tindakan mematoklahan IUP, yang dilakukan olehklien kami merupakan hak klien kami yang dijamin oleh UU dan merupakan kewajiban klien kami dalam rangka pelaksanaan usahanya. Pemegang IUP wajib melaksanakan keselamatan operasi pertambangan, pengelolaan dan pemantauan lingkungan pertambangan (Pasal 96 UU tentang Minerba),” ujar Kaligis tegas.
Ditambahkannya, klien kami telah melakukan pengaduan kepada Kementerian Kehutanan, atas pembukaan lahan dan pembukaan material di KawasanIUPklienkamiolehIUPPT. Position,danGakkumWilayah Malukudan Papua, telah mengeluarkan Surat Tugas untuk melakukan pengumpulan data dan informasi atas dugaan bukaan lahan dan penggalian material tersebut.
“Atas Laporan tersebut telah terdapat Laporan Hasil Pengaduan Dugaan BukaanLahandan PengambilanMaterialdiKawasanHutanolehIUPPT.Position
di Kabupaten Halmahera Timur Provinsi Maluku Timur yang dibuat oleh Gakkum Kementrian Kehutanan yang pada intinya, Kesimpulan : “Berdasarkan hasil kegiatan Pengumpulan Data dan Informasi oleh Gakkum saksi II Ambon dapatdisimpulkanbahwaIUPPT.Positiontelahmelakukanpembukaanlahanjalanangkutan dan pengambilan material mineral nikel didalam Kawasan hutanProduksi tanpa melalui Proses PPKH sehingga patut diduga telah terjaditindak pidana di bidang kehutanan” dan Saran : “Atas dugaan telah terjadi tindak pidana dibidang kehutanan, maka perlu ditindak lanjuti dengan kegiatanoperasi penegakan hukum untuk dapat mengamankan barang bukti sertamembuat Laporan Kejadian sebagai Langkah proses hukum”,” tukas Kaligis.
Yangironisnya,ujarKaligis,PT.Positionsampaisekarangmasihmelakukan usaha di lahan milik klien kami. “Mereka melakukan pembukaan lahan dan penggalian material di dalam kawasan hutan yang terletak di dalam wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik klien kami, yang merupakan kawasan hutan lindungdanbelumdiberikanpersetujuandalambentukIPPKHkepadaPT.Position. Melakukan pengambilan dan/atau pemindahan material tambang dari lahan yang berada dalam penguasaan hukum klien kami tanpa dasar hukum yang sah. Dan, melakukankegiatanpengeborandidalamwilayahIUPklienkamigunamengambil sampeluntukmengetahuikadarnikel,yangdilakukantanpaseizinklienkamiselaku pemegang IUP atas wilayah tersebut,” tukas Kaligis.
Mengacu pada fakta-fakta hukum diatas, kata Kaligis, yang menjadi janggal adalah,klienkamiyangtelahmemilikiizin,melakukankegiatanpertambangan,dan kemudian,terdapatorangasingmelakukanpenambangandiwilayahIUPklienkami secara “TANPA IZIN”, akan tetapi malah klien kami yang di “TETAPKAN SEBAGAI TERSANGKA” atas dugaan Tindak Pidana Pertambangan dan/atau Pertambangan.
Sedangkan alasan pihaknya mengajukan permohonan praperadilan karena penyidik Bareskrim Polri melakukan penyelidikan dengan mendasarkan pada ketentuan pasal yang sudah tidak berlaku.
“Dalamprosespenyelidikanperkara,klienkamidilaporkandandiperiksaatas dugaantindakpidanakehutanan,denganmendasarkanpadaketentuanPasal50ayat
(3) huruf a dan huruf k UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (“UU Kehutanan”).KetentuanPasal50ayat(3)hurufadanhurufKUUKehutanan
tersebut,telahdiubahberdasarkanUUNo.6Tahun2023tentangPenetapanPerppu No. 2Tahun 2022sebagai pengganti UU No. 11Tahun 2020tentang Cipta Kerja,” ungkap Kaligis.
Ketika suatu pasal diubah, pasal yang baru menggantikan pasal yang lama, maka pasal yang lama secara efektif tidak belaku lagi. Dengan kata lain, jika suatu pasal telah diubah atau telah dicabut atau tidak berlaku lagi, maka pasal tersebut tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum dalam kasus apapun.
“Dalam melakukan rangkaian tindakan atau perbuatan penyelidikan untuk menentukan ada atau tidaknya peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana, penyidik Bareskrim mendasarkan pada pasal Pasal 50 ayat (3) huruf a dan huruf K UU Kehutanan yang sudah tidak berlaku. Artinya ketentuan yang menjadi dasar penyelidikantelahdinyatakantidakberlakumakapenyelidikantersebutharus dihentikan karena tidak ada lagi dasar hukum untuk melanjutkan proses tersebut.Penyelidikanyangdilakukanoleh penyidikBareskrimyangmenerapkan pasalyangsudahtidakberlakudalamhukumpidanaadalahtidaksah.Halinisejalan dengan asas legalitas dalam hukum pidana yang mensyaratkan bahwa suatu perbuatan hanya dapat dikategorikan sebagai tindak pidana jika ada peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mengatur perbuatan tersebutpadasaatperbuatanitudilakukan.Penerapanpasalyangsudahtidak berlaku akan melanggar asas non-retroaktif,” kata Kaligis menegaskan.
Sedangkan alasan kedua pengajuan praperadilan, adalah klien dijadikan tersangkauntuktindakpidanayangtidakpernahdilakukannya.“Tidakadatindakan perusakan hutan yang dilakukan olehklien kami, sebagaimana disangkakan oleh penyidik, klien kami melakukan pemasangan patok/pagar pembatas didaerah IUP sendiri dalam rangka menjaga lahan IUPnya sendiri sebagaimana diwajibkan berdasarkan ketentuan perundang-undangan,” tukas Kaligis.
Jika memang benar ada perusakan hutan, maka perusakan hutan justru dilakukan oleh PT. Position karena pengerjaan yang dilakukan oleh PT. Position, BUKANmembukajalanangkutan(logging),melainkanpengerukan, danitubukan dilakukan klien kami.
Klien kami selaku pemegang IUP telah melakukan upaya hukum dengan membuatLaporanPolisiatasdugaanTindakPidanadibidangPertambanganMineral
dan Batubara, yaitu melakukan kegiatan pertambangan diluar Wilayah Izin Usaha Produksi, yang diduga dilakukan oleh PT. Position, di Desa Loleba Kec. Wasile Selatan,Kab.HalmaheraTimuryangterjadipadatahun2025.TetapiLaporanPolisi itu dihentikan dan pada intinya menyatakan bahwa, “PERKARA TERSEBUTDISELESAIKAN SECARA KEPERDATAAN”.
“Jika Laporan Polisi yang dibuat olehklien kami dihentikan dengan alasan harus diselesaikan terlebih dahulu secara keperdataan, maka seharusnya Laporan PolisiyangmenjadidasarklienkamiditetapkansebagaiTersangkajugaseharusnya terlebih dahulu diselesaikan dalam ranah keperdataan, mengingat objek kedua laporan polisi tersebut adalah sama,” tegas Kaligis.
Sedangkan alasan ketiga, kata Kaligis, penyidik menjerat klien kami dengan Pasal162UUPertambanganMineraldanBatubaraJo.Pasal50ayat(2)hurufaUU Kehutanan. Akan tetapi pertanyaan yang diajukan kepada klien kami sebagai Tersangka, bukanlah pertanyaan seputar pelanggaran atas ketentuan tersebut. Melainkanpertanyaanmengenaipemasanganpatok/pagarpembatasyangdilakukan oleh klien kami di wilayah IUP klien kami sendiri, yang menurut penyidik Bareskrim, pemasangan patok tersebut di jalan angkutan (logging) yang sedang dikerjakan oleh PT. Position. Pertanyaan yang diajukan oleh penyidik Bareskrim, yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan Pasal yang disangkakan, diantaranya :
BAPNO.5
Kapan dan dimana saudara menerima perintah dari Sdr. AWAB HAEIZA selaku kepala Teknik Tambang PARA PEMOHONuntuk melakukan pemasanganpatok/pagar pembatas IUP PARA PEMOHON dijalan angkutan (logging)yang sedang dikerjakan oleh PT. Position yang masuk dalam Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan PT. Wana Kencana Sejati, jelakan?
Hal ini semakin menunjukan ketidaksesuaian penyidik Bareskrim dalam menggali faktaperistiwa pidana yang disangkakan terhadap klien kami terhadap Pasal yang disangkakan terhadap klien kami, tidak berkorelasi dan tidak relevan dengan fakta yang digali oleh penyidik. “Berdasarkan hal tersebut diatas peristiwaPidanadenganPasalyangdisangkakanoleh penyidikBareskrimkepadaklienkamimenjaditidakterangdantidakbersesuaian(obscure).Dengandemikianpenyidik
Bareskrim melakukan Penyelidikan dan Penyidikan bertentangan dengan Pasal 1angka5KUHAP Jo.Pasal1angka2KUHAPsehinggaPenyidikanyangdilakukanoleh penyidik Bareskrim adalah tidak sah dan sudah sepatutnya BATAL DEMIHUKUM,” tukas Kaligis tegas. (Lukman Hqeem)