Beritakota.id, Jakarta – AMDAL, atau Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, merupakan suatu proses yang sangat penting sebelum pembangunan suatu proyek, termasuk pembangunan gedung, karena beberapa alasan yang tidak dapat ditolak.
Betapa memegang peran kuncinya AMDAL, hampir di semua negara menerapkan AMDAL-nya masing-masing. Atau di beberapa nama negara dikenal dengan terma Environmental Impact Analysis (EIA), Environmental Impact Statement (EIS), Environmental Impact Assessment (EIA) atau Environmental Impact and Statement (EIS).
Singkatnya AMDAL diadakan untuk melindungi lingkungan, membantu untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan meminimalkan dampak negatif dari proyek terhadap lingkungan, termasuk ekosistem, kualitas udara, dan sumber daya air.
Di banyak negara, termasuk Indonesia, AMDAL adalah persyaratan hukum yang harus dipenuhi sebelum melakukan aktivitas yang berdampak signifikan terhadap lingkungan. Dengan demikian, AMDAL adalah sebentuk kepatuhan hukum.
Baca Juga: Warga Jagapura Tolak Keras Akses Jalan PT TSH, Desak Pj Bupati Brebes Turun Tangan
Karena dengan melakukan AMDAL, potensi risiko bagi kesehatan dan keselamatan komunitas dapat diidentifikasi dan diatasi. Dengan demikian, keselamatan publik menjadi goal akhirnya.
Penyusunan AMDAL
Atas dasar itu, dalam penyusunan Amdal, partisipasi publik tidak dapat ditawar. Proses merupakan ruang dan kesempatan bagi warga yang terdampak proyek untuk menyampaikan pendapat atau kekhawatiran terkait proyek yang akan dibangun.
“Maka itu, tak ada Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) yang diterbitkan pemerintah tanpa kelengkapan dokumen Amdal. Apabila PBG terbit lebih dulu dari izin Amdal, maka bisa dipastikan telah terjadi malpraktik adminitrasi di pihak pemberi izin,” tegas pengacara senior David Tobing, saat sihubungi Selasa (26/11) yang menjadi kuasa hukum warga dalam kasus ini
PBG adalah izin yang dikeluarkan pemerintah untuk membangun, merenovasi, merawat, atau mengubah bangunan gedung. PBG berlaku seumur hidup bangunan yang bersangkutan. PBG penting karena sejumlah alasan. Antara lain, menjamin legalitas pembangunan bangunan gedung, memastikan bangunan gedung memenuhi standar keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan hingga memudahkan mendapatkan perizinan untuk pengembangan selanjutnya.
Nah, sebelum menerbitkan PBG, pemerintah harus memastikan kelengkapan dokumen, terutama dokumen Amdal yang salah satu poin utamanya adalah memuat restu atau izin dari warga di sekitaran proyek.
Atas dasar itu, warga yang terdampak proyek berhak menggugat instansi penerbit izin PBG, entah itu pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah, ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Jika majelis hakim PTUN memenangkan gugatan warga, maka proyek pembangunan wajib dihentikan dan dibongkar.
Proyek pembangunan gedung 18 lantai di Kedutaan Besar India adalah contoh nyata pelanggaran proses izin PBG yang tidak dilengkapi izin Amdal. Proyek ini kemudian terhenti setelah PTUN memenangkan gugatan sejumlah warga terhadap Pemprov DKI.
PTUN memutuskan perkara ini pada 29 Agustus 2024. Majelis hakim yang dipimpin oleh Hastin Kurnia Dewi, bersama dengan dua hakim anggota Arifuddin dan Yustan Abithoyib, menyatakan bahwa Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dengan nomor SK-PBG-317402-01092023-001 dibatalkan.
Isi Putusan: PTUN Jakarta memerintahkan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi DKI Jakarta untuk menunda pelaksanaan pembangunan gedung tersebut hingga adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap. Dengan putusan ini, seluruh kegiatan konstruksi yang dilakukan oleh PT Waskita Karya Tbk (BUMN) sebagai kontraktor harus dihentikan.
Atas dasar putusan itu, Pemprov DKI mengajukan banding. Apakah majelis hakim bakal menguatkan putusan, atau sebaliknya? menarik ditunggu.
Respon (1)