Beritakota.id, Jakarta – Myta Jaya Group Indonesia (MJGI), pelaksana proyek dari Victory Utama Karya bersama CSC (China Construction Fourth Bureau) dan subkontraktor ZMIC asal Tiongkok, diduga mempersulit pembayaran upah para buruh yang mengerjakan proyek pembangunan pabrik garmen Trax Sumbiri di kawasan KITB, tepatnya di kapling H 07 B.

Proyek tersebut mempekerjakan puluhan tenaga kerja yang berasal dari berbagai daerah, mulai dari Batang, Indramayu, Cilacap, Sukabumi, hingga sejumlah wilayah Jawa Barat. Namun, sejak pertengahan Agustus, para buruh mengaku belum menerima hak mereka secara penuh.

Sebelumnya, persoalan serupa sempat mencuat pada 16 Agustus lalu. Bahkan, Polres Batang sudah memfasilitasi mediasi antara pihak perusahaan dengan pekerja di lokasi proyek pada 4 September. Namun hingga kini, sebagian buruh masih belum menerima pembayaran upah yang dijanjikan.

Komandan GPK Macan Roban, Fatchullah Akbar, yang sejak awal mendampingi para buruh, menilai MJGI tidak layak menangani proyek besar tersebut.

“Saya melihat, jika untuk urusan membayar hak pekerja saja tidak mampu diselesaikan hampir sebulan, bagaimana mungkin mengerjakan proyek senilai miliaran rupiah. Kami dari GPK Macan Roban sejak awal selalu membela hak kaum buruh yang didzalimi dan akan terus berkomitmen terhadap hal ini. Saya berharap pihak terkait, terutama Dinas Tenaga Kerja, turun langsung melihat nasib para buruh,” tegas Akbar.

Saat dikonfirmasi melalui WhatsApp, Direktur MJGI, Rohman, mengakui baru membayar sebagian pekerja. Menurutnya, buruh asal Cilacap sudah menerima pembayaran sekitar Rp18 juta untuk tujuh orang pekerja, sementara dari rombongan Indramayu baru tiga orang yang dibayarkan.

Namun, keterangan tersebut justru menuai kekecewaan.

Budi, ketua rombongan pekerja asal Cilacap, mengaku sangat kecewa dengan sikap perusahaan yang tidak sesuai janji awal.

“Kami merasa dirugikan. Dari awal perusahaan menyampaikan sesuatu yang berbeda dengan realisasi sekarang,” ujarnya.

Senada, Darminto, pekerja asal Indramayu, juga mengeluhkan hal serupa.

“Kami ini orang kecil, kerja kasar. Kami hanya meminta hak kami, bukan mengemis,” tegasnya.

Akbar menambahkan, kejadian seperti ini seharusnya tidak terulang di perusahaan lain, khususnya di kawasan KITB, agar buruh tidak terus menjadi korban dalam setiap proyek besar. (Herman Effendi/Lukman Hqeem)