Beritakota.id, Jakarta -Badan Pangan Nasional (NFA) terus mengintensifkan strategi konkret pengendalian harga pangan melalui penguatan kolaborasi lintas sektor, khususnya di wilayah Indonesia Timur. Wilayah ini masih menghadapi tantangan serius seperti keterbatasan infrastruktur logistik, tingginya biaya distribusi, dan kerentanan pasokan bahan pangan pokok.
Sebagai upaya konkret, NFA menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) bersama pemerintah daerah, pelaku usaha, serta pemangku kepentingan terkait.
“Dalam rakor hari ini, tidak hanya dihadiri oleh Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah, tetapi juga pelaku usaha dari wilayah sentra produksi dan kawasan Indonesia Timur. Ini kita dorong sebagai ajang business matching untuk membangun sinergi demi stabilitas pasokan dan harga pangan,” ujar Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilitas Pangan NFA, I Gusti Ketut Astawa, Jumat (16/5/2025).
Ia menambahkan, fokus utama saat ini adalah menstabilkan harga pangan di Papua dan Maluku, wilayah yang selama ini dikenal memiliki harga lebih tinggi dibandingkan harga acuan nasional, terutama akibat biaya transportasi yang mahal.
“Karena itu kita carikan solusi bersama. Produksi pangan sudah cukup, dan ke depan kita akan terus menjodohkan pelaku bisnis dari Papua dengan produsen di wilayah lain. Harapannya, harga bisa lebih terkendali,” ujarnya.
Terkait tingginya biaya distribusi, Ketut menjelaskan bahwa Kementerian Perhubungan telah mengalokasikan program tol laut dan tol udara sebagai bentuk subsidi pemerintah untuk mendukung pendistribusian bahan pangan. “Pemerintah hadir untuk mengendalikan harga di wilayah Papua dan Maluku,” tegasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya menjaga harga pangan dalam batas wajar, meskipun inflasi di Papua masih berada di bawah inflasi nasional. “Kita perlu memetakan alur distribusi secara rinci. Bila perlu, rantai distribusi dipangkas dari distributor dua (D2) langsung ke distributor satu (D1), agar harga dapat ditekan,” imbuhnya.
Gubernur Maluku, Hendrik Lewerissa, dalam kesempatan tersebut menegaskan bahwa tantangan utama kawasan timur Indonesia adalah ketergantungan terhadap pasokan pangan dari luar wilayah.
“Solusi jangka pendek sudah kami diskusikan, termasuk kolaborasi dengan produsen dan pemerintah pusat untuk menekan biaya logistik. Kebijakan seperti tol laut dan jembatan udara sangat penting bagi kami,” ujarnya.
Untuk solusi jangka panjang, Hendrik menekankan pentingnya transformasi kawasan Indonesia Timur menjadi produsen pangan. “Tidak ada alasan fundamental bagi kami untuk terus bergantung pada pasokan luar. Kami punya lahan yang cukup luas, iklim mendukung, dan kondisi tanah yang subur,” katanya.
Sementara itu, Deputi II Kepala Staf Kepresidenan, Edy Priyono, menyampaikan bahwa berdasarkan hasil monitoring, harga pangan strategis di Maluku dan Papua memang relatif lebih tinggi dibandingkan wilayah lain. Namun kondisi tersebut, menurutnya, tidak boleh dianggap sebagai hal yang normal.
“Saya mengapresiasi inisiatif Badan Pangan Nasional yang telah menginisiasi forum ini untuk mencari solusi jangka pendek, menengah, dan panjang. Diperlukan kerja sama seluruh pihak: pemerintah pusat, daerah, Bank Indonesia, hingga pelaku usaha,” ungkapnya.
Edy berharap kolaborasi ini dapat menekan harga pangan secara bertahap dan memperkecil disparitas harga antarwilayah.
Ketua Umum Perpadi, Soetarto Alimoeso, menambahkan bahwa setiap daerah memiliki potensi pangan yang dapat dikembangkan, khususnya dalam sektor perberasan. “Pengembangan harus dilakukan secara terintegrasi dari hulu ke hilir,” tegasnya.
Ia mendorong terbentuknya jaringan yang solid antara petani, penggiling padi, dan pasar, serta menekankan pentingnya menjaga ketersediaan beras SPHP di wilayah nonprodusen yang konsumsi berasnya tinggi. “Program SPHP tidak perlu dihentikan di wilayah-wilayah ini karena berperan penting dalam menjaga stabilitas harga beras,” jelasnya.
Dalam pernyataan terpisah, Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi, menegaskan komitmen lembaganya dalam menjalankan arahan Presiden Prabowo Subianto untuk menjamin ketersediaan pangan dengan harga terjangkau, sekaligus memberikan kesejahteraan bagi petani.
“Kami memahami tantangan besar di sektor logistik dan distribusi di Indonesia Timur. Namun, mari kita urai satu per satu dan terus dorong efisiensi agar disparitas harga antarwilayah semakin kecil,” tutup Arief. (Herman Effendi)