Beritakota.id, Jakarta – Tren penurunan harga komoditas global, diperburuk oleh perlambatan ekonomi dunia dan potensi kontraksi ekonomi nasional, menjadi tantangan besar bagi industri pertambangan Indonesia. Di tengah kondisi ini, para pelaku usaha meminta pemerintah untuk lebih fleksibel dalam menerapkan kebijakan agar sektor pertambangan tetap bertahan dan mampu bersaing di pasar global.
Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA), Hendra Sinadia mengungkapkan bahwa situasi ekonomi saat ini tidak kondusif bagi industri tambang. Berbagai tekanan eksternal dan internal berpotensi menghambat pertumbuhan sektor ini jika tidak diantisipasi dengan kebijakan yang tepat.
Baca juga :Menkop: Koperasi Diizinkan Kelola Tambang
“Industri pertambangan saat ini sudah terbebani dengan berbagai kewajiban akibat regulasi yang terus berubah-ubah. Tren harga komoditas sedang turun, ekonomi global pun menghadapi ketidakpastian, sementara ekonomi domestik berisiko mengalami kontraksi. Jika tidak ada kebijakan yang lebih adaptif, industri akan semakin tertekan,” ujar Hendra dalam keterangan resminya, Kamis (27/3/2025)..
Ia juga menyoroti bahwa perubahan regulasi yang terjadi secara cepat membuat pelaku industri sulit beradaptasi. Menurutnya, ketidakpastian kebijakan dapat menghambat investasi dan memperlambat pertumbuhan industri.
“Kami meminta pemerintah untuk meninjau kembali berbagai regulasi yang diterapkan. Jika kebijakan terus berubah tanpa kepastian yang jelas, investor akan berpikir ulang untuk menanamkan modalnya di sektor ini,” tambahnya.
Senada dengan Hendra, Ketua Umum Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Nanan Soekarna, menegaskan pentingnya stabilitas regulasi di tengah fluktuasi pasar global. Menurutnya, kebijakan yang tidak dikaji secara matang akan semakin menyulitkan industri dalam menjaga daya saingnya.
“Kita ingin industri ini tetap tumbuh dan memberikan kontribusi bagi negara. Namun, jika kondisi ekonomi global memburuk dan regulasi justru semakin memberatkan, pelaku usaha akan menghadapi hambatan besar. Pemerintah perlu mempertimbangkan kondisi ini sebelum menerapkan kebijakan baru,” jelas Nanan.
Ia juga mengingatkan bahwa perubahan kebijakan yang mendadak dapat mengganggu stabilitas operasional perusahaan.
“Kami bukan menolak regulasi, tetapi setiap kebijakan harus dikaji dengan matang. Jangan sampai aturan yang dibuat justru melemahkan daya saing industri kita sendiri,” tegasnya.
Lebih lanjut, Nanan menekankan bahwa asosiasi pertambangan terus menjalin komunikasi dengan pemerintah untuk memastikan kebijakan yang diterapkan selaras dengan realitas pasar. Ia berharap pemerintah membuka ruang diskusi yang lebih luas agar kebijakan yang diambil benar-benar mendukung keberlanjutan industri pertambangan di Indonesia. (Herman Effendi)