Beritakota.id, Jakarta – Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas), E. Aminudin Aziz, mengungkapkan keprihatinannya terhadap rendahnya minat baca masyarakat Indonesia. Data menunjukkan rata-rata masyarakat hanya meluangkan waktu sekitar 129 jam per tahun untuk membaca, atau setara dengan membaca hanya sekitar setengah buku per bulan. Menyikapi hal ini, Perpusnas gencar menggenjot gerakan literasi di seluruh pelosok negeri.

Untuk mempercepat gerakan tersebut, Kepala Perpusnas melakukan kunjungan kerja ke beberapa daerah di Jawa Barat, yaitu Garut, Tasikmalaya, dan Ciamis pada 10-12 September 2024. Kunjungan ini bertujuan untuk memperkuat sinergi antara berbagai pihak, mulai dari pemerintah daerah, sekolah, madrasah, hingga perpustakaan desa.

“Kami menekankan pentingnya koordinasi, kerja sama, dan sinergitas seluruh pihak dalam menjalankan program-program penguatan **literasi masyarakat Indonesia,” ujar Aminudin.

Dalam kunjungannya, Aminudin mendorong masyarakat untuk membentuk forum komunitas perpustakaan sebagai wadah berbagi ilmu dan sumber daya. Ia juga menekankan pentingnya perpustakaan desa sebagai pusat kegiatan literasi.

“Penguatan perpustakaan di desa adalah sebuah keniscayaan,” tegas Aminudin. “Kami ingin perpustakaan desa menjadi tempat yang aktif, penuh aktivitas, inisiatif, dan kreativitas dalam menggerakkan masyarakat.”

Perpusnas memberikan bantuan buku kepada perpustakaan desa, Taman Baca Masyarakat (TBM), dan perpustakaan rumah ibadah. Namun, Aminudin menemukan adanya beberapa desa atau TBM yang enggan membuka paket bantuan karena takut buku rusak atau dikenakan biaya penggantian.

“Buku itu wajib rusak karena dipakai, dibaca, dan dipinjam masyarakat. Jangan takut rusak! Buku yang tidak dibaca, manfaatnya tidak ada,” tegas Aminudin.

Ia memastikan bahwa bantuan buku dari Perpusnas tidak dipungut biaya apapun.

Pemerintah daerah setempat menyambut baik upaya dari Perpusnas ini, seperti yang disampaikan oleh Walikota Tasikmalaya yang mengatakan bahwa mereka akan terus mengembangkan Kampung Literasi dan Sadar Tertib Arsip (KALISTA) sebagai model pengembangan literasi.