Beritakota.id, Jakarta – Perumahan subsidi yang tengah digencarkan oleh pemerintah menjadi angin segar bagi masyarakat yang tentunya belum memiliki perumahan. Namun, tersiar kabar pemerintah bakal memangkas luasan bangunan mulai dari 18 meter persegi hingga maksimal 36 meter persegi.
Dalam dokumen draf Keputusan Menteri PKP yang belum diberi nomor resmi, disebutkan bahwa tidak hanya bangunan yang mengalami revisi ukuran, tetapi juga luas tanah rumah subsidi akan ditetapkan sebesar 200 meter persegi. Upaya Kementerian PKP ini pun memunculkan gelombang protes, baik dari masyarakat umum maupun pelaku usaha di sektor perumahan. Banyak yang mempertanyakan urgensi dan dampak dari kebijakan ini, mengingat ukuran rumah subsidi yang selama ini dianggap kecil, kini justru akan dikurangi lagi menjadi lebih sempit.
Kebijakan tersebut juga menimbulkan kesan bahwa pemerintah tidak benar-benar serius dalam memberikan hunian yang layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Beberapa pihak bahkan membandingkan rumah subsidi ukuran 18 meter persegi dengan kamar kos, yang dinilai jauh dari kata layak untuk dihuni oleh keluarga kecil sekalipun.
Baca Juga: Hore, Anggaran FLPP 350.000 Unit Rumah Subsidi Sudah Tersedia
Draf keputusan yang sedang dirancang Kementerian PKP ini memuat sejumlah perubahan penting dalam regulasi mengenai pelaksanaan Kredit/Pembiayaan Perumahan melalui skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Di dalamnya, turut diatur Batasan Luas Lahan, Luas Lantai Bangunan, Batas Harga Jual Rumah Subsidi, hingga besaran subsidi untuk Bantuan Uang Muka Perumahan.
Perubahan ini menjadi pembaruan dari aturan sebelumnya yang tertuang dalam Keputusan Menteri PUPR Nomor 995/KPTS/M/2021. Dalam aturan tersebut, ketentuan luas tanah untuk rumah tapak ditetapkan antara minimal 60 meter persegi hingga maksimal 200 meter persegi.
Sementara itu, luas bangunan rumah subsidi diatur mulai dari minimal 21 meter persegi dan maksimal 36 meter persegi. Untuk wilayah Jabodetabek, yakni Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, yang dikenal dengan keterbatasan lahan dan tingginya harga tanah, rumah subsidi selama ini disesuaikan dalam bentuk tipe 21/60. Tipe ini dianggap sebagai kompromi antara standar minimal hunian dan keterjangkauan harga bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Rencana penurunan ukuran bangunan rumah subsidi menjadi 18 meter persegi pun memicu reaksi keras dari publik. Sebagian besar masyarakat merasa kebijakan ini bukan hanya tidak manusiawi, tetapi juga menunjukkan ketidaktegasan pemerintah dalam menjamin kualitas hidup yang layak.
Ukuran yang lebih kecil dari standar tipe 21 ini dianggap tidak masuk akal, apalagi jika digunakan sebagai tempat tinggal tetap untuk keluarga.