Beritakota.id, Jakarta – Tuntutan pro kontra Reformasi Polri kini memasuki babak baru, dimana Presiden Prabowo Subianto telah mempersiapkan Keppres Reformasi Polri dan telah melantik Penasehat Khusus Presiden Bidang Keamanan, Ketertiban Masyarakat dan Reformasi Kepolisian.

Namun berbagai kritikan datang agar dalam pembentukan Tim Reformasi Polri harus benar benar profesional dan akuntabilitas.

” Tuntutan publik atas akuntabilitas dan profesionalitas Tim Reformasi Polri memang wajar sebab, kepolisian adalah institusi negara yang langsung bersentuhan dengan warga,’’ kata Sandri Rumanama, Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (PB SEMMI) di Jakarta, (19/9/25).

Sandri menjelaskan Tim Reformasi Polri harus bisa mewujudkan polisi Indonesia secara institusional yang benar benar reformatif, adaptif, dan humanis, ditengah kompleksitas kriminal yang mengikuti trend.

” Reformasi tidak hanya dimulai dari pandangan skeptis saja, tetapi juga adaptasi dengan perkembangan teknologi, kompleksitas kejahatan, tuntutan transparansi publik sampai pada pendekatan dan penanganan hukum secara profesional sebab bentuk kriminalitas sekarang berubah – ubah berdasarkan trend,’’ ucapnya.

Ia mengatakan bahwa aspirasi masyarakat ini bisa jadi modalitas perbaikan Polri sebab saat ini Polri juga tengah mempersiapkan Grand Strategy Polri 2025–2045, kelanjutan dari strategi sebelumnya yang berlaku pada periode 2005–2025.

” Ini menjadi modilitas perbaikan karena dorongan aspiratif yang tepat dengan momentumnya bahwa polri sedang mempersiapkan Grand Strategy Polri 2025–2045, mana yang diperkuat dan mana yang perlu diperbaiki “, Paparnya.

Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (PB SEMMI) serta Dirketur Haidar Alwi Institut ini menekankan agar pembenahan kepolisian dari tim reformasi polri agar berfokus pada reformatif kultural.

“Kurikulum pendidikan kepolisian dibenahilah, agar reformasi polri ini bisa merubah kultural personil, kita akui bahwa polri telah mengalami perubahan pada aspek struktural dan instrumental namun belum pada aspek kultural,” paparnya

Sandri memaparkan bahwa insiden seperti tewasnya warga sipil dalam penanganan demonstrasi serta perkara lainnya bukan hanya menjadi tragedi kemanusiaan, tetapi juga ada faktor psikologi massa yang harus dihadapi oleh petugas lapangan sehingga menimbulkan dilema dalam mengambil keputusan secara cepat dan tepat.

Contoh kasus seperti ini artinya Polri telah mengalami perubahan fundamental namun belum pada sisi presefektif kultural. Ucapnya

Ia menekan bahwa reformasi kultural Polri mencakup perubahan mindset, nilai, dan budaya kerja. Sehingga reformasi kultural adalah point yang paling krusial.

Penulis: Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia, Sandri Rumanama