Beritakota.id, Jakarta – Dracula: A Love Tale merupakan film adaptasi novel klasik Bram Stoker “Dracula” yang ditulis dan disutradarai oleh Luc Besson. Dibintangi oleh Caleb Landry Jones sebagai Dracula atau Pangeran Vladimir II, Christoph Waltz, Zoë Bleu dan Matilda De Angelis. Film berdurasi 129 menit ini merupakan produksi Prancis dengan anggaran mencapai sekitar €40–45 juta—menjadikannya salah satu film Prancis paling mahal tahun 2025. Tayang di Indonesia pada 29 Agustus 2025.

Cerita dimulai di abad ke-15, di Wallachia, suatu wilayah di Rumania dimana Pangeran Vlad (Dracula) berkuasa. Saat itu, mereka harus menghadapi serbuan bangsa Ottoman. Dalam sebuah penyergapan, Pangeran Vlad harus kehilangan istrinya, Elisabeta, secara tragis. Dalam keputus asaan, ia menolak Tuhan dan menerima kutukan abadi sebagai vampir. Empat ratus tahun kemudian di era Belle Époque, berlatar belakang kota Paris dan London abad ke-19, Dracula menyaksikan wanita bernama Mina yang mirip sekali dengan Elisabeta. Ini menyalakan obsesi dan harapan untuk reuni cinta yang abadi. Christoph Waltz yang berperan sebagai seorang Pendeta, adalah sosok religius yang mencoba menghentikan pengaruh Dracula dan menjaga keseimbangan moral dunia modern.

Film horror ghotic ini tampil dengan visually sumptuous dimana berlatar lanskap bersalju dan penggambaran megah tentang Paris abad ke-19 serta istana mewah. Aransemen musik dikerjakan oleh Danny Elfman yang melakukan kolaborasi pertamanya dengan Besson mengisi music pengiring dengan nada-nada melankolis dan opera-like. Album resmi dirilis pada 30 Juli 2025, mencakup 27 track.

Baca juga : Review Film My Daughter Is A Zombie, Tidak Ada Masalah Berat Bila Diatasi Dengan Cinta

Luc Besson menyajikan kisah ini lebih sebagai kisah cinta tragis bergaya “opera beku” daripada horror murni. Visual penuh drama, colourful costumes, dan skenario melodramatik menciptakan nuansa camp yang secara tak sengaja menghibur.

Dapat dikatakan bahwa film ini sebagai “accidental high camp masterpiece” meski messy tapi sangat menghibur. Sosok Dracula yang dimainkan Caleb Landry Jones sangat ambigu, namun penyutradaraan Besson membuatnya kurang ber“taring” dan soal romantika cintanya terlalu dominan dan repetitif.

Film ini bisa jadi memang sebuah karya ambisius Besson dengan gaya flamboyan, kaya visual dan estetika, namun kadang terlalu nostalgia tanpa kedalaman kritik modern. Drama yang dibangun memang telalu melodramatis, tentang cinta abadi dan pencarian emosional, bukan horor yang berdarah-darah dan norak.

Sebagai catatan, buat yang suka fdadaptasi klasik dengan pendekatan visual kuat, nuansa romantis gelap, dan pengalaman emosional di atas efek horor, Dracula: A Love Tale bisa jadi tontonan yang unik dan memikat. Tapi kalau kamu mencari horror murni atau cerita vampir yang menegangkan secara tradisional, film ini mungkin terasa agak ringan, meski tetap saja menghibur. (Lukman Hqeem)