Beritakota.id, Jakarta – Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI tengah merampungkan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. Salah satu poin krusial yang menjadi sorotan utama adalah larangan bagi menteri dan wakil menteri (wamen) untuk merangkap jabatan sebagai komisaris di BUMN.
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, membeberkan alasan di balik revisi undang-undang yang dinilai sangat penting ini. “Salah satunya adalah untuk mengakomodir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan BUMN,” jelas Dasco kepada awak media di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (24/9/2025).
Fokus pada Kinerja, Wamen Dilarang Rangkap Jabatan Komisaris
Putusan MK yang dimaksud, menurut Dasco, secara spesifik melarang wakil menteri menjabat sebagai komisaris BUMN lebih dari dua tahun. “Yang terakhir itu adalah putusan MK tentang wakil menteri yang hanya boleh menjabat sebagai komisaris paling lama 2 tahun lagi. Itu dimasukkan,” tegas Dasco.
Keputusan MK ini didasari pertimbangan bahwa sebagai pejabat negara, wakil menteri harus fokus penuh pada beban kerja yang memerlukan penanganan secara khusus di kementerian masing-masing. Hakim MK, Enny Nurbaningsih, dalam pertimbangan putusan nomor 128/PUU-XXIII/2025, menegaskan perlunya konsentrasi penuh pada tugas pokok dan fungsi kementerian. MK sendiri telah memberikan tenggang waktu dua tahun bagi pemerintah untuk melakukan penyesuaian terhadap putusan ini.
Revisi UU BUMN ini tidak hanya mengakomodir putusan MK. Dasco menambahkan, revisi ini juga menindaklanjuti berbagai masukan dari masyarakat yang diterima pasca pengesahan UU BUMN pada awal tahun 2025. “Banyak polemik mengenai misalnya pejabat BUMN bukan penyelenggara negara misalnya. Nah, itu sedang dibahas kemungkinan itu akan dikembalikan lagi seperti semula,” ungkapnya, merujuk pada potensi perubahan status pejabat BUMN.
Selain itu, perubahan signifikan juga menyangkut fungsi Kementerian BUMN. Berdasarkan kajian, sebagian besar fungsi kementerian kini telah diambil alih oleh Danantara. Akibatnya, fungsi Kementerian BUMN kini lebih terbatas pada peran regulator pemegang saham seri A dan menyetujui Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP). “Sehingga dengan pertimbangan-pertimbangan itu, ada kemudian keinginan untuk menurunkan status dari kementerian menjadi badan,” papar Dasco.
Target Penyelesaian Sebelum Akhir Sidang
Menyikapi berbagai dinamika dan masukan yang ada, Dasco menargetkan revisi UU BUMN ini dapat diselesaikan sebelum penutupan masa sidang I tahun 2025-2026. Mengingat DPR RI akan memasuki masa reses mulai 3 Oktober 2025, percepatan penyelesaian menjadi prioritas. “Ya kan itu kan karena memang sudah banyak masukan dari publik selama beberapa, hampir setahun ini kan? Kita anggap partisipasi publiknya sudah banyak, ditambah dengan nanti tetap minta masukan dari publik tambahan-tambahan,” pungkasnya.
Situasi ini menjadi krusial mengingat banyaknya wamen Kabinet Merah Putih di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto yang saat ini menduduki posisi komisaris di berbagai BUMN maupun anak usahanya. Beberapa contoh terbaru termasuk penunjukan Wakil Menteri Luar Negeri Arif Havas Oegroseno sebagai Komisaris PT Pertamina International Shipping (PIS), Wakil Menteri Koperasi (Wamenkop) Ferry Juliantono sebagai Komisaris Pertamina Patra Niaga, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi Stella Christie sebagai Komisaris PT Pertamina Hulu Energi (PHE), serta Wakil Menteri Pemuda dan Olahraga (Wamenpora) Taufik Hidayat yang ditunjuk menjadi komisaris anak usaha PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) yakni PT PLN Energi Primer Indonesia (PT PLN EPI).