Beritakota.id, Sleman – Siapa sangka, dari kebun-kebun subur di lereng Merapi, buah mungil berkulit cokelat bersisik ini kini menjadi primadona di pasar internasional. Salak pondoh, buah kebanggaan warga Sleman, telah melanglang buana ke mancanegara. Tak hanya dinikmati di Indonesia, salak pondoh kini juga disukai di Thailand, Vietnam, Kamboja, Tiongkok, hingga ke Timur Tengah dan Eropa.

Di balik cerita ekspor ini, ada sosok Iskandar, warga Dusun Ngabean, Margorejo, Tempel, Sleman. Dengan semangat pantang menyerah dan kerja tim yang solid, Iskandar bersama kelompoknya rutin mengekspor salak pondoh dari wilayah Sleman dan Muntilan ke berbagai negara.

Baca juga : Dukung Swasembada Pangan, PIS Dorong Produktivitas Lahan Petani di Sleman

“Dalam sebulan kebutuhan pasar ekspor bisa mencapai 40–50 ton. Tapi saat ini baru bisa kami penuhi 20–40 ton. Artinya, peluangnya masih sangat besar, tinggal bagaimana kita mengelola produksi dan memperluas kemitraan dengan petani,” ujar Iskandar saat ditemui di tempat pengepakan dan cold storage Srubung, Selasa (15/7/2025).

Yang menarik, menurut Iskandar, pasar ekspor justru lebih menjanjikan dibanding pasar lokal. “Pembayarannya lebih terjamin, ada uang muka (down payment), dan prosesnya terstandarisasi serta profesional. Setiap tahapan diatur secara sistematis,” jelasnya.

Perjalanan salak pondoh menuju luar negeri bukanlah perkara sederhana. Dimulai dari sertifikasi kebun oleh Kementerian Pertanian, seleksi petani, proses pengepulan, sortir mutu, pembersihan, pengemasan, hingga penyimpanan di cold storage. Setelah itu, salak harus melewati proses sertifikasi karantina, pengurusan dokumen ekspor, bea cukai, dan akhirnya diangkut menggunakan kontainer laut atau kargo udara.

“Semua dikerjakan oleh tim yang punya keahlian masing-masing. Ini bukan kerja satu orang, tapi hasil kolaborasi banyak pihak yang saling percaya dan saling mendukung,” kata Iskandar penuh semangat.

Tak hanya soal teknis, Iskandar juga menanamkan prinsip keadilan dalam kemitraan. Ia tak segan membayar petani di atas harga pasar, dan memastikan hasil panen dibayar maksimal dua hari setelah dikirim. “Petani adalah ujung tombak. Kalau mereka sejahtera, kita semua ikut maju,” tegasnya.

Kisah Iskandar dan salak pondoh Sleman adalah bukti nyata bahwa produk lokal, jika dikelola dengan serius, bisa menembus pasar global. Tak sekadar menjual buah, mereka tengah membangun ekosistem ekspor berbasis gotong royong, teknologi, dan semangat inovatif.

Dari lereng Merapi untuk dunia — salak pondoh kini bukan sekadar kebanggaan lokal, tapi juga duta rasa Indonesia di meja makan internasional. (Sumber : Infopublik.id / Lukman Hqeem)