Beritakota.id, Jakarta – Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (SARBUMUSI) menggelar forum diskusi bertajuk “Informality Tinggi, Jaminan Sosial Kita Bisa Apa?” dalam rangkaian kegiatan Afternoon Coffee Club (ACC) yang berlangsung di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan, Selasa (4/11). Forum ini menjadi ruang dialog santai namun substansial bagi pemangku kepentingan, serikat pekerja, dan masyarakat sipil untuk membahas tantangan serta solusi perluasan perlindungan jaminan sosial bagi pekerja informal di Indonesia.

Presiden DPP Konfederasi SARBUMUSI H. Irham Ali Saifuddin menegaskan pentingnya negara hadir melalui sistem jaminan sosial yang inklusif dan berkeadilan. Menurutnya, masih banyak pekerja khususnya di sektor informal yang belum tersentuh perlindungan sosial.

“Forum seperti ini bukan hanya ajang bertukar pandangan, tapi juga sarana untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya jaminan sosial. Harapan kami, BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan dapat hadir sebagai asuransi sosial bagi seluruh warga negara tanpa terkecuali,” ujarnya.

Irham mengungkapkan, baru sekitar 10 persen pekerja informal yang terlindungi oleh BPJS Ketenagakerjaan.

“Artinya, jutaan pekerja belum memiliki perlindungan dasar. Kita tidak bisa menutup mata terhadap fakta ini. Negara, serikat pekerja, dan masyarakat sipil harus bekerja bersama memastikan keadilan sosial benar-benar terwujud,” tegasnya.

Baca juga :Sarbumusi Desak Perbaiki Nasib Buruh Tenaga Kerja Bongkar Muat

Dalam kesempatan yang sama, Hendra Nopriansyah, Deputi Korporasi dan Institusi BPJS Ketenagakerjaan, menyampaikan bahwa perluasan perlindungan jaminan sosial bagi pekerja bukan penerima upah (BPU) menjadi prioritas utama lembaganya. Hingga Oktober 2025, jumlah peserta aktif BPU mencapai 11,5 juta orang dari total 43,5 juta peserta aktif nasional. Artinya, masih terdapat jutaan pekerja yang belum terlindungi, padahal mereka termasuk kelompok paling rentan terhadap risiko sosial ekonomi.

Dari total 30,2 juta pekerja rentan, baru sekitar 4,67 juta atau 15,4 persen yang menjadi peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan. Pemerintah, lanjutnya, telah memperkuat langkah melalui berbagai regulasi, seperti Instruksi Presiden No. 2 Tahun 2021, Inpres No. 8 Tahun 2025, dan Permendagri No. 15 Tahun 2024, yang mendorong pemda menggunakan APBD dan APBDes untuk membiayai iuran jaminan sosial bagi pekerja rentan.

“Dengan adanya Fatwa MUI No. 102 Tahun 2025, dana zakat, infak, dan sedekah kini bisa digunakan untuk membayar iuran jaminan sosial bagi pekerja rentan. Ini langkah besar agar tidak ada pekerja Indonesia yang tertinggal dari perlindungan sosial,” kata Hendra.

Sementara itu, Djoko Wahyudi, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Panasonic Gobel (FSPPG) sekaligus Wakil Ketua Umum Konfederasi SARBUMUSI, menyoroti masih banyaknya hambatan yang dihadapi dalam memperluas perlindungan bagi pekerja informal.
Berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan per Juni 2025, dari 61 juta pekerja informal, baru sekitar 14 persen atau 8,6 juta orang yang menjadi peserta aktif.

Djoko menyebut beberapa kendala utama antara lain rendahnya literasi jaminan sosial, pendapatan pekerja yang tidak tetap, basis data yang belum terintegrasi, serta akses layanan yang terbatas di daerah.

“BPJS Ketenagakerjaan harus memperkuat edukasi berbasis komunitas dan tokoh lokal, mengembangkan skema iuran fleksibel seperti harian atau musiman, serta memperluas kolaborasi dengan koperasi, BUMDes, dan CSR perusahaan. Tujuannya jelas: agar perlindungan sosial benar-benar menjangkau seluruh pekerja, tanpa ada yang tertinggal,” ujarnya.

Dari perspektif internasional, Chris Panjaitan dari International Labour Organization (ILO) Jakarta menekankan pentingnya inovasi dan adaptasi dalam sistem jaminan sosial nasional.

“Pekerja informal tidak boleh terus dikesampingkan. Mereka harus menjadi bagian dari sistem perlindungan yang utuh dan berkeadilan. Kuncinya ada pada kolaborasi lintas sektor,” ungkapnya.

Ketua Pelaksana kegiatan, Masykur Isnan, menyampaikan bahwa Afternoon Coffee Club (ACC) by SARBUMUSI akan terus digelar sebagai forum diskusi publik yang ringan namun bermakna, dengan mengusung pendekatan gaya hidup dan budaya populer untuk menarik generasi muda.

“Sarbumusi mencoba menjawab tantangan ketenagakerjaan dengan menyesuaikan pada perkembangan zaman. Ini baru satu contoh, insyaallah akan segera hadir inovasi-inovasi serupa,” ujarnya.

Melalui inisiatif seperti ACC, SARBUMUSI berharap dapat membangun kesadaran kolektif bahwa perlindungan sosial adalah hak dasar setiap pekerja baik formal maupun informal, serta bagian penting dari cita-cita keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. (Herman Effendi / Lukman Hqeem)