Beritakota.id, Jakarta – Putusan Mahkamah Konsitusi (MK) terkait judicial review (JR) Undang Undang Pengelolaan Zakat tahun 2025 dianggap sebagai momentum penting dalam pengelolaan zakat di Indonesia.

Kementerian Agama (Kemenag) bakal mengeluarkan Peraturan Menteri Agama (PMA) dalam menindaklanjuti putusan MK tersebut.

Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kementerian Agama Waryono Abdul Ghafur menegaskan, putusan JR Undang-Undang Pengelolaan Zakat tahun 2025 menjadi momentum penting untuk memperkuat tata kelola zakat nasional secara lebih proporsional.

Pihaknya tengah menyiapkan sejumlah langkah strategis sebagai tindak lanjut dari putusan Judicial Review Undang-Undang Pengelolaan Zakat tahun 2025.

“Setelah undang-undang revisi itu jadi, ya kami akan mengikuti apa amanah undang-undang. Meskipun begitu, kami juga sekarang ini on going process ya, menyusun misalnya Peraturan Menteri Agama (PMA). Sepanjang ini kan masih ada waktu dua tahun, artinya kami juga sedang menyusun beberapa PMA yang menjadi amanah dari undang-undang yang eksis, khususnya sebagai turunan tentang pendayagunaan zakat produktif,” kata Waryono dalam jumpa pers Seminar Nasional Ekonomi Syariah dan Hukum Ekonomi Syariah terkait putusan judicial review (JR) Undang-Undang Pengelolaan Zakat tahun 2025 di Kampus FEB UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, Tangerang Selatan, Selasa (7/10/2025).

Baca juga: Kemenag Gelar MHQ Internasional Perdana Khusus Penyandang Disabilitas Netra

Menurut Waryono, Kementerian Agama akan mengikuti seluruh amanah yang tertuang dalam undang-undang baru tersebut. Waryono menjelaskan bahwa salah satu fokus utama dalam penyusunan regulasi turunan tersebut adalah memperkuat peran Baznas dalam hal perencanaan program zakat nasional.

Dia menyoroti bahwa selama ini fungsi perencanaan Baznas belum sepenuhnya terintegrasi dengan dokumen perencanaan pembangunan nasional. Sehingga dengan adanya putusan JR UU Pengelolaan Zakat 2025 ini pihaknya ingin mendudukkan secara proporsional masing-masing lembaga pengelola zakat, baik Baznas, LAZ, serta pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama.

“Jadi di dalam undang-undang itu, Baznas itu fungsinya perencanaan. Dan selama ini perencanaan Baznas itu belum merujuk kepada RPJM, belum merujuk kepada Renstra, belum merujuk kepada RKT. Sehingga misalnya sekarang ada Inpres Nomor 8 Tahun 2025, itu juga mesti harus menjadi rujukan,” jelasnya.

Ia menjelaskan, struktur Baznas sebenarnya tidak hanya terdiri dari anggota yang dipilih melalui proses tim seleksi (timsel), tetapi juga melibatkan unsur dari Kementerian Keuangan, dan Kementerian Dalam Negeri termasuk Kementerian Agama.

“Sebenarnya posisi mereka itu kurang lebih sebagai pengawas atau minimal penyeimbang. Namun dalam praktiknya, hal ini mungkin belum sepenuhnya sesuai dengan visi awal,” jelasnya.

Menurut Waryono, kehadiran unsur tiga kementerian tersebut sejatinya merupakan bentuk pengawasan dan penyeimbang agar tata kelola zakat lebih transparan dan akuntabel.

“Dulu ketika tiga *ex-officio* itu ada di dalam, harapannya memang untuk memperkuat good governance zakat. Momentum JR kemarin sebetulnya menjadi kritik bersama bagi kita semua,” ungkap Waryono.

Karena itu, kata Waryono, ke depan pemerintah melalui Kementerian Agama telah menyiapkan langkah-langkah konkret untuk menyusun naskah akademik revisi UU Pengelolaan zakat.

“Karena juga sudah masuk Prolegnas, maka kami sudah membuat rencana langkah-langkah untuk menyusun naskah revisi undang-undang tersebut,” ungkap dia.

Menurut Waryono, semangat utama revisi itu adalah membangun ekosistem zakat yang adil dan kolaboratif serta memberi ruang bagi semua pihak yang memiliki komitmen terhadap pengelolaan zakat yang lebih baik.

“Semangatnya adalah bagaimana ekosistem zakat ke depan itu memberi ruang yang sama kepada siapa pun yang berkomitmen dan memiliki tekad agar zakat lebih baik, bukan hanya dalam pengumpulannya saja, tapi juga dalam pendistribusian dan pendayagunaannya,” papar Waryono.

Sementara itu, Ketua Umum Forum Zakat (FOZ) Wildhan Dewayan menuturkan, bahwa pihaknya berkomitmen untuk mengawal dan mengamankan apapun keputusan Mahkamah Konstitusi terkait UU Pengelolaan Zakat.

“Dari sisi komitmen dan posisi Forum Zakat terhadap putusan JR itu, tentu kita komit untuk mengamankan apapun keputusan MK. Apalagi ini keputusan lembaga tinggi negara, tentu harus kita kawal dengan serius,” ujar Wildhan.

Dia menjelaskan, FOZ akan segera melakukan sosialisasi hasil keputusan MK secara menyeluruh agar tidak terjadi perbedaan persepsi di antara para pengelola zakat.

“Kami ingin agar muncul persepsi yang sama, semangat yang sama untuk menyatukan langkah memperbaiki tata kelola perzakatan Indonesia agar semakin berdampak dan menjadi teladan bagi umat Islam,” ucap Wildhan.

Wildhan juga menegaskan bahwa pihaknya tengah mempersiapkan draft revisi undang-undang dengan melibatkan berbagai pihak, terutama stakeholder. Tujuannya agar segala gagasan dalam ekosistem zakat menjadi lebih produktif, berkemajuan, modern, dan berdampak nyata terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Selain itu, kata Wildhan, FOZ juga siap berkoordinasi dengan pemerintah dan DPR RI dalam proses legislasi revisi UU Zakat. Pihaknya akan membuka komunikasi dengan DPR, terutama Komisi VIII dan fraksi-fraksi, karena putusan tersebut menjadi proses penting yang harus dijalankan bersama.

Wildhan pun mengajak seluruh masyarakat untuk mendukung upaya perbaikan tata kelola zakat nasional. Pada kesempatan yang sama, Anggota DPR RI Maman Imanulhaq mengapresiasi langkah Forum Zakat (FOZ) yang menggelar seminar membahas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait judicial review (JR) Undang-Undang Pengelolaan Zakat tahun 2025. Menurutnya, forum semacam ini penting sebagai ruang untuk memperkuat tata kelola zakat yang lebih transparan, profesional, dan akuntabel.

“Ya, saya mengapresiasi acara seminar ini, apalagi setelah Forum Zakat bisa mendesak MK melakukan JR terhadap beberapa undang-undang zakat. Kami di DPR langsung menindaklanjuti dengan melakukan revisi undang-undang zakat. Kaitannya, yang pertama dan terpenting adalah transparansi pengelolaan,” ujar Maman.

Ia menegaskan pentingnya pengawasan agar pengelolaan dana zakat tidak disalahgunakan, seperti kasus yang pernah terjadi di Tasikmalaya.

“Jangan sampai terjadi peristiwa seperti di Tasikmalaya itu, bagaimana uang zakat justru dipakai oleh para pengelola zakat, sedangkan masyarakat miskinnya tidak terdayagunakan dengan baik,” papar Maman.

Menurut Maman, zakat seharusnya menjadi instrumen strategis dalam pemberdayaan ekonomi umat. Namun hal itu hanya bisa terwujud bila tata kelola zakat dilakukan secara transparan dan profesional. Zakat, kata Maman, bisa menjadi potensi besar untuk pemberdayaan ekonomi umat, asalkan pengelolaannya transparan, profesional, dan menyentuh langsung masyarakat.

“Validasi data, profesionalitas, transparansi, dan akuntabilitas harus menjadi penekanan penting dalam pengelolaan zakat nasional,” jelas Maman.

Selain aspek regulasi dan tata kelola, Maman juga menekankan pentingnya edukasi kepada masyarakat agar kepercayaan terhadap lembaga zakat meningkat. Untuk itu Maman menilai, hasil judicial review MK akan menjadi dasar penting bagi DPR dalam melakukan revisi UU Pengelolaan Zakat.

“JR ini sangat dibutuhkan oleh kami di DPR untuk merevisi undang-undang zakat. Ini penting, karena Komisi VIII Alhamdulillah sudah selesai melakukan revisi Undang-Undang Haji dan Umroh, yang menghasilkan Kementerian Haji dan Umroh,” tutur dia.

Maman menambahkan, hasil revisi nanti harus memperjelas posisi dan peran antar-lembaga pengelola zakat. Tak hanya itu, putusan ini juga dianggap bukan tujuan untuk melemahkan pihak tertentu. Justru, kata Maman, JR UU Pengelolaan Zakat akan memperkuat komposisi dan performa Baznas maupun LAZ.

“Tidak boleh ada tumpang tindih peran. Baznas harus jelas posisinya, apakah sebagai regulator, eksekutor, atau penerima manfaat. Hal-hal seperti ini akan kita atur lebih tegas dalam undang-undang zakat yang baru,” katanya.

Acara tersebut dihadiri sejumlah tokoh penting dalam dunia zakat nasional, mulai dari Peneliti Filantropi Islam Dunia sekaligus Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Amelia Fauzia, Direktur Indonesia Zakat Watch (IZW) Barman Wahidatan, Ketua Bidang Pengembangan Ekosistem Forum Zakat sekaligus Direktur Utama Lazismu Ibnu Tsani dan Kepala Pemeriksaan VI Ombudsman RI, Ahmad Sobirin sebagai narasumber. Tak hanya itu hadir pula Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Ibnu Qizam.