Beritakota.id, Jakarta – Pemerintah berencana mengenakan bea meterai untuk term and condition (T&C) yang ada di berbagai platform digital seperti e-commerce. Nantinya biaya yang dikenakan sebesar Rp 10 ribu. Hal ini sesuai dengan Pasal 3 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Neilmaldrin Noor mengungkapkan, saat ini sebagai pajak atas dokumen, salah satu objek bea meterai adalah surat perjanjian baik dalam bentuk tulisan tangan, cetakan, maupun elektronik.
“Bea Meterai juga dikenakan kepada para pelaku e-commerce dengan tujuan untuk menciptakan level of playing fields atau kesetaraan dalam berusaha bagi para pelaku usaha digital dan konvensional,” kata dia seperti dikutip, Senin (13/6/2022).
Dia menyebutkan, Terms and Conditions atau “syarat dan ketentuan” merupakan bentuk klausa baru yang diciptakan untuk melindungi hak dan kewajiban pengguna platform digital dengan efisien, mudah, dan praktis.
Menurut Neilmaldrin, tidak semua TnC terutang bea meterai. TnC terutang bea meterai apabila memenuhi persyaratan sebagai perjanjian atau persetujuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang KUH Perdata dan berbentuk dokumen sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Bea Meterai (Pasal 3 UU Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai).
“Sampai dengan saat ini, Direktorat Jenderal Pajak bersama dengan IDEA sebagai wadah pelaku e-commerce terus berdiskusi untuk menentukan mekanisme pemeteraian atas TnC yang memenuhi persyaratan sebagai dokumen perjanjian yang terutang bea meterai,” ujar dia.
Sementara itu Ketua Umum Indonesian E-Commerce Association (IdEA) Bima Laga menegaskan jika asosiasi telah mengikuti wacana terkait meterai elektronik di UU Bea Meterai sejak diundangkan di tahun 2020.
“Sejak saat itu, kami telah menyampaikan sejumlah masukan agar regulasi ini selaras dengan pertumbuhan ekonomi digital,” katanya, Senin (13/6/2022).
Dia mengungkapkan, pihak idEA juga telah menyampaikan pandangan kepada pemerintah terkait penerapan bea meterai ini. Bima menyebut jika penerapan dilakukan maka akan menghambat pertumbuhan ekonomi digital dan mengurangi daya saing Indonesia di kancah global.
Menurut dia, T&C merupakan salah satu bagian layanan yang melekat pada seluruh platform yang berfungsi menjelaskan hak dan tanggung jawab dari seluruh pihak yang mengakses layanan digital. Namun pemerintah menganggap bahwa T&C merupakan dokumen perjanjian dan terutang bea meterai sesuai UU 3/2020.
Hal ini akan berdampak menciptakan hambatan (barriers) kepada proses digitalisasi yang sedang berjalan. “Bayangkan apabila seluruh user, termasuk pembeli dan seller sebelum mendaftar di platform harus bayar Rp 10.000 terlebih dahulu. Padahal mereka belum transaksi, apalagi UMKM laku aja belum sudah harus bayar meterai,” jelas dia.
Bima menambahkan, jika Indonesia akan memberlakukan e-meterai akan menjadi negara pertama di dunia yang memberlakukan pada platform digital dan secara signifikan akan mengurangi daya saing Indonesia di kancah global. Hal ini juga tidak sejalan dengan program pemerintah yang mentargetkan sebanyak 30 juta UMKM go digital sampai tahun 2024.
“Penerapan perjanjian baku juga belum diimplementasikan secara utuh di offline, masih ditemukan banyaknya perjanjian baku seperti syarat dan ketentuan masuk mall, pasal, dan gedung yang mudah terlihat sehari-hari, namun tidak dikenakan objek bea meterai. Memang sangat sulit pada praktiknya, sama halnya apabila dipaksakan diterapkan di online,” tambah dia.
Karena itu IdEA merekomendasikan kepada pemerintah untuk memberikan pengecualian khusus agar T&C tidak menjadi objek e-meterai karena dampaknya yang cukup masif dalam menghambat digitalisasi.
“Apabila di kemudian hari secara perdata diperlukan e-meterai, maka kami merekomendasikan dilakukan terutang di kemudian hari agar proses digitalisasi tidak terhambat,” jelas dia