Beritakota.id, Jakarta – Kepemimpinan Wulan Sari sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Korps PMII Indonesia Puteri (PB KOPRI PMII) yang terpilih menuai kontroversi menjelang pelantikan. Isu ini mencuat setelah adanya dugaan bahwa beberapa pengurus yang direkrut oleh Wulan dinilai cacat secara administrasi.

Berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) tentang Panduan Penyelenggaraan dan Pelaksanaan KOPRI, khususnya Bab V mengenai Rekrutmen Kepemimpinan Pasal 6 Ayat 2, dijelaskan bahwa Badan Pengurus Harian (BPH) PB KOPRI harus minimal telah mengikuti kaderisasi PKL dan SKK, yang dibuktikan dengan sertifikat. Hal ini juga menegaskan bahwa calon pengurus wajib menyelesaikan program Sekolah Islam Gender (SIG) dan Sekolah Kader KOPRI (SKK).

Namun, Ketua KOPRI Cabang Mimika, Ulviona Irnalovita Rumadan, melalui sambungan telepon menyatakan bahwa terdapat beberapa pengurus yang direkrut belum memenuhi persyaratan tersebut. “Zona Indonesia Timur memiliki dua kader, yakni Arika Dewi Rahmawati dari Cabang Merauke, Papua, dan Indah Ulfa Mansyur dari Cabang Ambon, yang belum pernah mengikuti SKK. Ini berarti mereka cacat secara administrasi,” tegas Ulviona, Rabu (18/12/2024).

Menurut Ulviona, pelanggaran ini bukanlah masalah sepele. “Ini adalah bentuk kejahatan kaderisasi. Sebagai ketua, Wulan seharusnya bekerja secara jeli dan tegas, bukan hanya mengikuti arahan senior sehingga melanggar aturan. Kaderisasi adalah jantung organisasi. Mematuhi dan menghormati aturan kaderisasi adalah harga mati yang wajib dijalankan oleh seluruh kader KOPRI se-Indonesia,” ungkapnya.

Ia juga menyoroti bahwa sejak awal kepengurusan, Wulan sudah menunjukkan sikap arogan dan mengabaikan AD/ART. “Jika sebagai ketua KOPRI Wulan tidak mampu bersikap tegas, maka atas nama kaderisasi, kami yang akan bertindak,” imbuh Ulviona.

Seorang kader KOPRI Cabang Merauke yang enggan disebut namanya menambahkan, “Jika Wulan bermain-main dengan dasar hukum PMII, kami tidak akan segan melakukan gerakan besar-besaran untuk melawan. Keputusan harus diambil secara objektif, jangan asal melanggar aturan atau sekadar mengikuti arahan senior.”

Ia juga mengingatkan bahwa posisi ketua harus dipegang oleh sosok yang mampu memimpin secara independen, bukan hanya mengekor pendapat pihak tertentu.

Kekecewaan terhadap Wulan dirasakan oleh banyak kader di berbagai daerah, meski tidak semuanya berani menyampaikan secara terbuka. Para kader berharap PB KOPRI serius menangani isu ini agar tidak menjadi boomerang bagi organisasi di masa mendatang.

“Kami mendesak PB KOPRI untuk mengambil langkah tegas. Jika hal ini dibiarkan, kepercayaan kader terhadap kepengurusan pusat akan semakin tergerus,” tutup salah satu kader dengan nada kecewa. (Herman Effendi).