Beritakota.id, Jakarta – Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) kembali menegaskan bahwa tidak pernah ada kesepakatan antar penyelenggara pinjaman daring (Pindar) untuk menentukan batas maksimum manfaat ekonomi atau suku bunga pinjaman. Pernyataan ini disampaikan AFPI menanggapi sidang pendahuluan yang digelar Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pada Kamis (14/8) di Jakarta.
Ketua Bidang Hubungan Masyarakat AFPI, Kuseryansyah, menjelaskan bahwa penetapan batas maksimum manfaat ekonomi yang dilakukan sejak 2018 bertujuan untuk melindungi konsumen dari praktik pinjaman online (pinjol) ilegal dan predatory lending yang marak saat itu.
“Pada tahun 2018, kehadiran pinjol ilegal yang mematok bunga tinggi sangat meresahkan masyarakat dan ini menjadi perhatian serius kami. Guna memastikan masyarakat tidak terjebak dengan platform ilegal dan praktik predatory lending, ada penentuan batas manfaat ekonomi (bunga). Hal tersebut sejalan dengan arahan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada saat itu dan merupakan bentuk perlindungan konsumen,” ujar Kuseryansyah.
AFPI menetapkan batas maksimum manfaat ekonomi sebesar 0,8% per hari pada 2018, yang kemudian diturunkan menjadi 0,4% pada 2021. Kuseryansyah menegaskan bahwa batas tersebut merupakan ceiling price, bukan fixed price, sehingga setiap platform memiliki kebebasan menentukan suku bunga selama tidak melampaui batas yang ditetapkan.
“Melalui mekanisme ini, persaingan antar platform tetap berjalan. Dengan lebih dari 100 platform di bawah AFPI saat itu, peminjam tetap memiliki banyak pilihan karena setiap platform menawarkan skema dan layanan yang berbeda, mencerminkan dinamika pasar yang kompetitif,” tambahnya.
Menanggapi dugaan adanya kesepakatan di antara penyelenggara Pindar, AFPI menyerukan agar seluruh platform yang terlibat dapat memberikan bukti di persidangan untuk menunjukkan bahwa tidak ada koordinasi dalam penentuan suku bunga.
“AFPI menghormati seluruh proses persidangan yang berlangsung dan mengimbau platform untuk menyampaikan bukti-bukti di persidangan untuk menunjukkan bahwa tidak ada kesepakatan menentukan manfaat ekonomi antar platform,” tegas Kuseryansyah.
AFPI menyatakan komitmennya untuk terus mendukung regulasi yang melindungi konsumen tanpa menghambat inovasi dan pertumbuhan industri Pindar di Indonesia. “Kami percaya proses hukum ini dapat menjadi kesempatan untuk menegaskan tidak ada niat jahat dalam pengaturan batas maksimum suku bunga oleh AFPI,” tutupnya. (Herman Effendi / Lukman Hqeem)