Surat Pemakzulan Gibran, DPR Akan Bacakan di Rapat Paripurna

Anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Andreas Huga Pareira
Anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Andreas Hugo Pareira

Beritakota.id, Jakarta – Anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Andreas Hugo Pareira menanggapi surat dari Forum Purnawirawan TNI yang mengusulkan pemakzulan Gibran agar dibacakan di Rapat Paripurna DPR.

‘’Bahwa surat tersebut sebagaimana prosedurnya sesuai dengan UUD 1945 pasal 7 akan dibacakan di Paripurna DPR,’’ tukasnya kepada wartawan, Rabu (4/6).

Lanjut Andreas, pengambilan akan dilakukan pada rapat paripurna jika dihadiri oleh 2/3 anggota DPR dan disetujui oleh 2/3 anggota DPR yang hadir. Selanjutnya, tahapan proses pemakzulan sesuai Pasal 7A UUD 1945 bisa dimulai.

“Karena setelahnya DPR akan mengirim surat tersebut dengan pertimbangan-pertimbangannya kepada MK untuk diperiksa dan diputuskan apakah terjadi pelanggaran berat atau tidak,” ujarnya.

Baca Juga: Surati DPR-MPR, Forum Purnawirawan TNI Desak Pemakzulan Gibran

Andreas menambahkan, jika di tahap awal rapat paripurna surat Forum Purnawirawan TNI tidak disetujui maka pemakzulan Gibran tidak akan dilanjutkan.

“Kalau pada tahap awal di DPR tidak dihadiri oleh 2/3 dan tidak disetujui oleh 2/3 (anggota DPR), maka proses pemakzulan tidak dilanjutkan,” kata Andreas.

Sebagai informasi, sebelumnya Forum Purnawirawan TNI menyurati kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI perihal pemakzulan Wapres Gibran Rakabuming Raka. Melalui surat bernomor 003/FPPTNI/V/2025, Forum Purnawirawan Prajurit TNI menyampaikan pandangan hukum terhadap proses politik dan hukum yang mengantarkan Gibran menjadi Wapres.

Sebagai bagian dari masyarakat sipil yang menjunjung tinggi konstitusi, etika kenegaraan, dan prinsip demokrasi yang sehat, Forum Purnawirawan Prajurit TNI merasa harus mengusulkan pemakzulan putra sulung Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) itu.

Adapun, hal-hal yang menjadi dasar hukum Forum Purnawirawan TNI mengusulkan pemakzulan terhadap Gibran yakni:

1. UUD 1945 amandemen II Pasal 7 A yang berbunyi:
Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Pasal 7 B: Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

2. TAP MPR RI No. XI/1998 Pasal 4 berbunyi: Upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapapun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga, dan kroninya maupun pihak swasta/konglemerat termasuk mantan Presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak-hak azasi manusia.

3. Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Pasal 10 ayat (2) yang berbunyi: ”Mahkamah Konstitusi memutus pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden/Wakil Presiden.”

4. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 3 ayat (1) : ”Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim dan hakim konstitusi wajib menjaga kemandirian pengadilan”.

Pasal 17 ayat (5) : Seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *