Beritakota.id, Jakarta – Hasil penelitian lnstitut Transportasi dan Logistik Trisakti terhadap pelaku logistik sepanjang bulan Mei – Juli 2022 menyimpulkan bahwa mereka keberatan jika kebijakan Zero ODOL Over Dimension Over Load diterapkan pada tahun 2023 mendatang.
Mereka beralasan Zero ODOL ini akan membuat biaya angkutan barang akan semakin mahal karena volume barang yang boleh dimuat per satu satuan trip perjalanan menjadi berkurang, sehingga keuntungan yang akan diterima akan semakin menipis.
Ketua Peneliti Dr. Sarinah S.Sos. MM., mengatakan penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif terhadap 300 responden, untuk menganalisis dampak penerapan kebijakan Zero ODOL pada tahun 2023 terhadap distribusi sembilan bahan kebutuhan pokok/sembako. Lokasi penelitian mencakup wilayah DKI Jal‹arta dan Provinsi Jawa Barat dengan penetapan beberapa titik utama yang ditentukan sebagai dasar sampel pengambilan data dan informasi.
“Kami melakukan penelitian ini dimulai sejak pertengahan minggu kedua Mei 2022, hingga akhir Juni 2022,” katanya.
Dalam penelitian ini, survei dilakukan di 2 pasar induk yaitu Pasar lnduk Kramatjati, Jal‹arta dan Pasar Induk Modern Cikampek dengan mewawancarai 100 orang pemilik/ pengusaha armada angkutan logistik, 100 orang pengemudi angkutan logistik, dan 100 orang pengelola pasar.
Dari 100 responden pengemudi yang diwawancarai di PD Pasar Jaya Kramat Jati dan Pasar Induk Modern Cikampek, sebanyak 54% mengatakan sering membawa komoditas melebihi kapasitas, selalu 25%, Jarang 16%, tidak pernah 5%. Para pengemudi yang sering membawa komoditas melebihi kapasitas kemampuan kendaraan beralasan mereka melakukannya disebabkan keinginan untuk menutupi biaya operasional perjalanan yang tinggi.
Dan dari 100 responden pengemudi itu, sebanyak 45% keberatan untuk penerapan kebijakan ODOL pada tahun 2023, 27% meminta ditunda, 20% tidak setuju Zero ODOL, dan hanya 8% saja yang setuju.
Beberapa alasan keberatan para pengemudi terkait dengan penerapan kebijakan ODOL antara Iain akan terjadinya volume jalan yang semakin padat akibat adanya penambahan jumlah armada angkutan barang yang menyebabkan kemacetan lalu lintas jalan, sebagian besar kendaraan angkutan barang yang telah dimodifikasi tidak dapat beroperasi, sehingga akan banyak supir truk yang al‹an mengganggur, adanya komponen biaya-biaya yang meningkat menyebabkan kelebihan uang perjalanan yang diperoleh dari pemilik kendaraan/barang (yang bisa dihemat) semakin berkurang adanya penerapan kebijakan ODOL membentuk sudut pandang bahwa aparat punya alasan baru untuk melakukan penindakan hukum yang akan memberatkan pengemudi honor/ pendapatan pengemudi yang bisa dibawa pulang/ take home pay minim.
Muncul fenomena para pengemudi angkutan barang semakin sedikit karena mereka beralih ke pekerjaan yang lebih menarik dibanding tetap bertahan sebagai pengemudi angkutan barang.
Sementara, hasil survei terhadap 100 orang pemilik armada di PD. Pasar Jaya Kramat Jati dan Pasar lnduk Modern Cil‹ampek menunjukkan sebanyak 58% mengatakan sudah memodifikasi sebagian kendaraannya, 14% rnemodifikasi semua kendaraan, dan 28% tidak meIakukan modifil‹asi kendaraan.
Dan dari 100 responden pemilik armada itu, sebanyak 33% menyatakan tidak setuju Zero ODOL, 31 % memberatkan, 28% meminta ditunda dan hanya 8% yang setuju. Beberapa alasan keberatan para pemilik armada terkait dengan penerapan kebijakan ODOL antara lain biaya angkutan barang akan semakin mahal sehingga sulit bersaing dengan pengusaha angkutan barang yang besar.
“Biaya operasional angkutan barang di Indonesia masih tergolong ke dalam biaya ekonomi tinggi,”pungkasnya
Kemudian, hasil survei terhadap 100 pemilik barang di PD Pasar Jaya Kramat Jati dan Pasar Induk Modern Cikampek adalah sebanyak 28 % menggunakan semua kendaraan yang sudah dimodifikasi, 33 % hanya menggunakan sebagian kendaraan yang dimodifikasi dan 39% tidak menggunakan kendaraan yang dimodifikasi.
“Dari hasil penelitian ini, Institut Transportasi dan Logistik Trisakti berkesimpulan bahwa penerapan kebijakan bebas ODOL di tahun 2023 dapat berdampak langsung signifikan terhadap distribusi sembako di Indonesia. Potensi risiko terkait dengan naiknya harga komoditas akibat kebijakan ini juga akan berdampak ke inflasi ekonomi. Selain itu, potensi risiko sosial yang timbul dengan diberlakukannya kebijakan ini yang mana potensi demo dari pengangkut komoditas ataupun pemilik komoditas, yang berefek kepada kondisi ekonomi maupun isu keamanan,”tandasnya