Opini  

UKT Capai Ratusan Juta, Kebijakan Pembelajaran Minat dan Bakat Jadi Solusinya

Imam Pesuwaryantoro
Imam Pesuwaryantoro

Beritakota.id, Jakarta – Baru-baru ini, isu biaya pendidikan tinggi kembali mencuat, dengan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang mencapai jutaan hingga ratusan juta rupiah dibebankan kepada mahasiswa di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) ternama seperti UI, ITB, UGM, UNDIP, Unsoed, Unibraw, ITS, dan lainnya.

Di sisi lain, UUD 1945 menjamin setiap warga negara Republik Indonesia hak untuk mendapatkan pendidikan. Pasal 28C ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar, berhak mendapat pendidikan, dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan umat manusia.

Baca juga: Ini Bedanya Kuliah Kelas Karyawan dengan Kuliah Reguler

Solusinya? Reformasi birokrasi pendidikan tinggi di sektor minat dan bakat berbasis industri, penyetaraan upah dan insentif kepada tenaga pengajar, pengembangan orientasi keterampilan mahasiswa berdasarkan kebutuhan industri, serta implementasi hasil riset dan inovasi pada tingkat pengembangan komunitas, ucap Imam Pesuwaryantoro, Indonesian Representative Country Director at Global Network of Political LeadersLeaders, Sabtu (25/5/2024).

Imam Pesuwaryantoro menekankan pentingnya penerapan kebijakan pembelajaran jarak jauh berbasis minat dan bakat serta industri secara berkala. Contoh sukses dari model ini adalah Universitas Terbuka (UT) yang memiliki cabang di setiap provinsi, kota, kabupaten, dan perwakilan di seluruh dunia dengan biaya UKT yang sangat terjangkau, yakni Rp 1.300.000 per semester tanpa uang gedung dan biaya lainnya.

Rancangan policy paper kebijakan pembelajaran jarak jauh berbasis minat dan bakat sesuai kebutuhan industri perlu didorong oleh DPR RI. Metodologi penyusunan policy paper ini harus melibatkan assessment dan pendampingan oleh praktisi industri, serta pemberian studi kasus yang relevan dengan kebutuhan industri kepada mahasiswa.

Mahasiswa juga perlu melakukan riset inovasi yang dapat diimplementasikan pada tingkat pengembangan komunitas, sehingga manfaatnya bisa langsung dirasakan oleh masyarakat yang menjadi studi kasus. Riset inovasi yang dapat diimplementasikan langsung bisa menjadi pengganti skripsi atau karya ilmiah, sehingga mahasiswa tidak lagi dibebankan materi kuliah yang bersifat teoretis dan tidak relevan dengan kebutuhan industri saat ini.

Jangan sampai kurikulum yang ada sekarang hanya berujung pada Indonesia Cemas 2045, bukan Indonesia Emas 2045. Mari rayakan Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 2024 yang lalu dengan semangat berkarya dan berdampak.

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *