Beritakota.id, Jakarta – Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi (KOSMAK) menggelar aksi unjuk rasa besar di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, pada Rabu (12/11/2025). Massa menuntut Presiden Prabowo Subianto untuk segera memerintahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap dan mengadili Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah, terkait dugaan korupsi.

Aksi unjuk rasa yang diikuti oleh sekitar 500 mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi ini, menjadi sorotan utama. Massa aksi memulai aksinya dari Patung Kuda Arjuna Wijaya, berjalan menuju Taman Aspirasi Monas. Aksi tersebut semakin semarak dengan kehadiran marching band yang mengiringi massa sambil membawa baliho berukuran besar bergambar wajah Febrie Adriansyah, serta ratusan bendera dan poster berisi kritik keras.

Koordinator KOSMAK, Ronald Lobloby, menyatakan bahwa aksi ini bertema ”Presiden Dengarkan Suara Kami, Tangkap Febrie Adriansyah” dan merupakan tindak lanjut dari laporan resmi yang telah dikirimkan kepada Presiden Prabowo Subianto dan KPK. Laporan tersebut disertai dengan sejumlah dokumen dan bukti yang mengindikasikan dugaan keterlibatan Febrie Adriansyah dalam praktik korupsi dan penyalahgunaan wewenang.

Baca juga: KOSMAK Bongkar Dugaan Perdagangan Ilegal Batubara di Kaltim

”Ini adalah bentuk dukungan kami kepada Presiden agar tidak ragu menindaklanjuti serangkaian dugaan kasus korupsi yang melibatkan aparat penegak hukumnya sendiri,” tegas Ronald di sela-sela aksi. Aksi KOSMAK ini mendapatkan dukungan dari berbagai elemen masyarakat, termasuk Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Indonesia Police Watch (IPW), Koalisi Sipil Selamatkan Tambang, dan Pergerakan Advokat Nusantara (PANNAS).

Kerugian Negara Rp 10,5 Triliun

Dalam rilis yang dibacakan di tengah aksi, KOSMAK menyoroti dugaan korupsi terkait lelang saham PT Gunung Bara Utama (GBU), yang diduga melibatkan Febrie Adriansyah. Korupsi ini diperkirakan menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 10,5 triliun. Aset perusahaan milik terpidana Heru Hidayat yang ditaksir bernilai Rp 12,5 triliun diduga dijual murah hanya Rp 1,945 triliun kepada PT Indobara Utama Mandiri. Perusahaan ini baru berdiri sebulan sebelum lelang dan dimiliki oleh mantan narapidana kasus suap KPK, Andrew Hidayat.

Ronald menjelaskan modus operandi yang digunakan adalah praktik mark down nilai aset. Nilai saham GBU diturunkan secara signifikan menggunakan laporan appraisal dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Syarif Endang & Rekan. Dokumen tersebut diduga disusun oleh pihak calon pemenang lelang.

“Lelang pertama dibuat gagal agar bisa dilakukan penurunan nilai limit melalui appraisal kedua. Akhirnya nilai pagu hanya Rp 1,945 triliun, dan PT Indobara Utama Mandiri muncul sebagai peserta tunggal sekaligus pemenang,” ungkap Ronald.

KOSMAK menilai bahwa manipulasi nilai lelang melalui dua KJPP tersebut telah memenuhi unsur tindak pidana korupsi. “Tidak ada alasan bagi KPK untuk tidak melanjutkan penyidikan dan menyeret Febrie Adriansyah ke pengadilan,” tegasnya.