Beritakota.id, Jakarta – Setelah kisruh soal dana Tapera, pemerintah kini punya cara lain untuk menarik iuran dari para pekerja. Pemerintah berencana memotong gaji pekerja untuk dana pensiun tambahan.
Menyikapi hal tersebut, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menjelaskan, meski masih menunggu hasil Peraturan Pemerintah (PP) terkait dana pensiun tambahan yang bersifat wajib itu, dia memiliki pandangan awal dan sejumlah catatan.
Mulai dari faktor nilai kebebasan pekerja hingga tingkat keyakinan masyarakat soal pengelolaan dana.
“Pada dasarnya, sangat challenging untuk dapat menerapkannya dari sudut pandang: kebebasan pribadi untuk mengelola dananya secara mandiri karena ini bukan skema jaminan sosial yang dicakup dalam program BPJS Ketenagakerjaan, kerumitan administratif untuk memastikan tingkat gaji atau pendapatan yang sebenarnya, dan tingkat keyakinan masyarakat atas kapasitas pemerintah dalam mengelola dana publik,” kata Shinta dikutip Senin (9/9/2024).
Dilihat dari sudut pandang kebebasan pribadi pekerja, tak ayal Shinta menganggap aturan dana pensiun tambahan tersebut potensial menjadi beban bagi para pekerja. Juga kemudian potensial menimbulkan masalah akuntabilitas, transparansi, dan profesionalisme pengelolaan dana.
“Ini tentunya menjadi beban karena individu sebagai pemilik dananya sendiri menjadi tidak bebas untuk mengelola dana pribadinya, maka potensial jadi beban pekerja yang tidak fleksibel mengatur dananya sendiri,” terangnya.
Baca juga: Pemerintah Tengah Susun Program Pensiun Wajib Pekerja, Siap-siap Potong Gaji Bulanan
Soal sikap pengusaha terhadap rencana pemberlakuan dana pensiun tambahan bagi pekerja, hingga kini Shinta menyebut bahwa pihak pengusaha masih menunggu kajian dari pemerintah dalam bentuk PP. Sehingga sejauh ini sikapnya terhadap rencana itu masih belum bisa diputuskan.
“Pengusaha perlu mendapat kajian pemerintah tentang hal itu terlebih dahulu untuk bersikap mendukung atau tidak mendukung,” ujar Shinta.
Dia mengatakan, jika nantinya PP diputuskan untuk dilaksanakan, masyarakat dengan tingkat penghasilan di atas nominal tertentu wajib menabung. Yang mana besaran tabungannya ditentukan oleh pemerintah.
Lebih lanjut, Shinta berpendapat, apabila benar-benar bakal diberlakukan, di dalam PP harus diatur suatu hal. Bahwa jika pekerja pemilik dana meninggal, secara normatif keluarga atau ahli warisnya berhak mendapatkan dana tersebut.
“Hanya saja persoalannya akan muncul hal-hal yang bersifat birokratis untuk pengurusannya, dan juga tingkat kepercayaan masyarakat atas keamanan dana tersebut,” tutur dia.
Sebelumnya, aturan soal dana pensiun tambahan itu merupakan tindak lanjut atas amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), terutama dalam Pasal 189. Beleid tersebut mengamanatkan penguatan untuk harmonisasi program pensiun sebagai upaya untuk meningkatkan perlindungan hari tua.
Berdasarkan data yang ada, manfaat pensiun yang diterima oleh para pensiunan relatif kecil, yakni sekira 10—15 persen dari penghasilan terakhir pada saat aktif bekerja. Sedangkan, berkiblat pada Organisasi Ketenagakerjaan International/ International Labour Organization (ILO), standar ideal manfaat pensiun adalah 40 persen.
Oleh sebab itu, sistem jaminan sosial nasional yang saat ini sudah ada, seperti jaminan pensiun BPJS Ketenagakerjaan dan program pensiun PT Taspen dan PT Asabri, nantinya akan diharmonisasikan. Adapun sifat dari program tersebut merupakan tambahan yang wajib dengan kriteria-kriteria tertentu yang akan diatur dalam PP.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan bahwa aturan tersebut masih dalam proses penggodokan. Pihaknya saat ini tengah menunggu dikeluarkannya PP mengenai hal tersebut.
“Kami dalam hal ini masih menunggu mengenai bentuk dari PP terkait dengan harmonisasi program pensiun,” kata Kepala Ekskutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono.
Ogi mengatakan, diamanatkan dalam UU P2SK, PP tersebut harus mendapatkan persetujuan dari DPR terlebih dahulu. Lebih lanjut, Ogi menuturkan, OJK sendiri dalam hal itu berkapasitas sebagai pengawas, untuk melakukan harmonisasi program-program pensiun yang diamanatkan dalam UU P2SK.
“Jadi kami belum bisa bertindak lebih lanjut sebelum PP-nya diterbitkan,” ujar dia.