BRIN Ungkap Ini Proyeksi Tantangan Kepemimpinan Calon Presiden RI 2024

Calon presiden (Capres) nomor urut 3 Ganjar Pranowo bertanya kepada Capres nomor urut 2 Prabowo Subianto dalam debat perdana di KPU, Jakarta, Selasa(12/12/2023). (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)
Calon presiden (Capres) nomor urut 3 Ganjar Pranowo bertanya kepada Capres nomor urut 2 Prabowo Subianto dalam debat perdana di KPU, Jakarta, Selasa(12/12/2023). (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)

Beritakota.id, Jakarta – Tahun 2024 menjadi tahun politik yang penting untuk melihat perkembangan rezim demokrasi di era digital. Pada tahun yang sama, selain Indonesia, terdapat 56 negara demokratis lainnya yang akan menyelenggarakan pemilu untuk suksesi kepemimpinan periode selanjutnya, termasuk India dan Amerika Serikat. Ini menjadi hal yang menarik untuk ditelaah dan dianalisis lebih lanjut oleh para periset BRIN.

Selanjutnya, BRIN menyelenggarakan seminar nasional untuk membahas disrupsi demokrasi dan tantangan kepemimpinan pasca pemilu untuk memperkuat pemerintahan demokratis yang stabil dan efektif.

Kepala Pusat Riset Politik BRIN Athiqah Nur Alami mengatakan, kegiatan tersebut untuk meningkatkan literasi politik masyarakat dan kesadaran publik terkait perkembangan dan proyeksi perpolitikan Indonesia, khususnya pada tahun politik seperti saat ini.

“Melalui kegiatan ini, kita berharap masyarakat dapat secara bijak, kritis, dan cerdas dalam menghadapi hajat besar demokrasi tahun 2024 dan mengetahui posisi Indonesia di tingkat global. Kita perlu meningkatkan partisipasi politik dan bersama-sama mengawal pelaksanaan Pemilu 2024 yang berkualitas dan berintegritas,” ujarnya.

Pandangan-pandangan yang akan disampaikan, yaitu klaster riset Perwakilan Politik, Pemerintahan, dan Otonomi Daerah, menyampaikan secara umum kondisi demokrasi di tingkat global yang mengalami stagnasi. Termasuk kondisi demokrasi di Indonesia yang juga cenderung mengalami stagnasi ataupun regresi.

Dalam konteks pergantian kepemimpinan nasional 2024, persoalan konstitusional, etika politik, dan isu-isu tentang demokrasi substansial menjadi catatan penting. Dalam hal ini, persoalan konstitusionalisme dan isu pelanggaran etika politik dalam pemilu 2024 yang jelas menghambat demokrasi pada era disrupsi saat ini.

Baca juga: Ini Respon BRIN Soal Nikuba Ubah Air Jadi Bahan Bakar

Di sisi lain, potensi pengulangan pelanggaran dalam pemilu 2024 baik dalam pemilu presiden, anggota DPR provinsi/kabupaten/kota maupun pemilihan kepala daerah (pilkada), dan munculnya isu netralitas penyelenggara pemilu yang masih menjadi ancaman bagi integritas penyelenggaraan pemilu.

Untuk itu, diperlukan upaya kolektif guna mendorong praktik demokrasi substansial. Caranya dengan menyelamatkan konstitusi sebagai pondasi bernegara, mencukupkan dinasti politik dan mendorong politik meritokrasi dalam berbagai level kepemimpinan politik, memperkuat institusi kepartaian, institusi penyelenggaraan pemilu, penegakan hukum atas pelanggaran-pelanggaran pemilu, memperkuat mitigasi kerawanan pemilu di berbagai daerah, serta mendorong netralitas aparatur negara dan penjabat kepala daerah dalam politik elektoral 2024.

Sedangkan klaster Ekonomi Politik dan Isu-Isu Strategis akan menyampaikan tentang ketimpangan antara investasi energi fosil dengan energi terbarukan yang dapat diminimalisasi. Hal itu melalui implementasi transisi energi dengan penurunan emisi karbon, penekanan laju deforestasi, dan rehabilitasi lahan hutan.

Klaster Pertahanan, Keamanan, dan Konflik menyampaikan pandangannya bahwa secara procedural, pemilu 2024 di Papua kemungkinan besar terlaksana dengan lancar. Namun, secara substansial, pemilu 2024 belum tentu dapat menyelesaikan konflik dan menyejahterakan Orang Asli Papua (OAP).

Di sisi lain, klaster Agama, Gender, dan Minoritas mengungkapkan bahwa isu perang Israel-Hamas di Gaza, Palestina direspon oleh para capres peserta pemilu 2024 sebagai isu kemanusiaan untuk menunjukkan sikap politik Indonesia yang anti penjajahan. Meskipun demikian, penguatan isu Palestina ini akan bersifat disrupsi bagi demokrasi jika diikuti oleh penguatan politik identitas, sebagaimana terjadi pada pemilu 2014 dan 2019. Terkait hal tersebut, potensi penggunaan politik identitas bangkit kembali menjadi semakin besar jika terjadi pengerucutan pada dua paslon di pemilu putaran kedua.

Selanjutnya, klaster Politik Luar Negeri dan Isu Internasional menyatakan bahwa Indonesia menghadapi tantangan dinamika geopolitik regional, keamanan maritim, isu hak asasi manusia, isu ekonomi dan perdagangan, perubahan kepemimpinan global, perubahan iklim, dan isu keberlanjutan. Tantangan-tantangan tersebut hanya dapat dihadapi bila Indonesia menggabungkan kepentingan nasional dan menerapkan diplomasi yang aktif dan fleksibel, serta mempertahankan peran kepemimpinan dalam kancah internasional.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *