Beritakota.id, Jakarta – Polemik Ketua Umum PWI Pusat belum menemui titik terang. Sehingga Dewan Pers mengeluarkan surat Keputusan pleno Dewan Pers bernomor 1103/DP/K/IX/2024,Sabtu ( 29/9/2024). Keputusan tersebut terkait penggunaan fasilitas Gedung Dewan Pers di JL. Kebon Sirih, Jakarta.
Keputusan ini diambil setelah terjadi dualisme kepengurusan di PWI, di mana kedua belah pihak yang dipimpin oleh Hendry Ch Bangun dan Zulmansyah tidak berhasil menyelesaikan konflik internal mereka.
Dualisme PWI
Permasalahan dualisme kepengurusan PWI sebenarnya telah berlangsung cukup lama. Hendry Ch Bangun, yang mendapatkan pengakuan hukum dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) sebagai Ketua Umum PWI, diakui dalam satu keputusan yang sama dengan Sasongko sebagai pengawas atau Dewan Kehormatan. Kondisi ini memunculkan kebingungan dan ketidakpastian di internal PWI, karena dua pihak dianggap sama-sama memiliki legitimasi yang kuat.
Baca Juga: Imbas Prahara PWI Pusat, Dorongan Dibentuknya ‘PWI Pembaruan’ Menguat!
Dalam upaya mencari titik terang, PWI mengirimkan beberapa surat permohonan kepada Dewan Pers pada September 2024, yang isinya meminta penjelasan mengenai keabsahan kepengurusan serta upaya rekonsiliasi. Sayangnya, hingga akhir September, konflik ini belum menemukan solusi, sehingga Dewan Pers merasa perlu mengambil langkah tegas.
Keputusan Dewan Pers
Salah satu poin utama dalam surat keputusan Dewan Pers adalah mengenai penggunaan Gedung Dewan Pers oleh PWI. Dewan Pers memutuskan bahwa mulai 1 Oktober 2024, kedua pihak yang berseteru di PWI tidak dapat menggunakan lantai 4 Gedung Dewan Pers yang selama ini menjadi kantor pusat PWI, hingga batas waktu yang akan ditentukan kemudian. Hal ini tentu menjadi pukulan bagi kedua kubu, mengingat gedung tersebut merupakan fasilitas strategis bagi PWI dalam menjalankan operasional sehari-hari.
Selain itu, Dewan Pers juga menunda pelaksanaan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) yang biasanya diselenggarakan oleh PWI. Dalam suratnya, Dewan Pers menyebut bahwa Lembaga Uji Kompetensi Wartawan PWI tidak lagi diizinkan melaksanakan ujian, baik secara mandiri maupun melalui fasilitasi Dewan Pers, hingga konflik internal diselesaikan.
Keputusan ini berdampak langsung pada wartawan-wartawan yang hendak menjalani sertifikasi kompetensi. UKW merupakan syarat penting bagi wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistik secara profesional, dan penundaan ini dapat menghambat perkembangan karier banyak wartawan yang selama ini bergantung pada PWI sebagai penyelenggara ujian.
Selain terkait gedung dan UKW, Dewan Pers juga meminta agar kedua kubu di PWI segera menyepakati satu nama yang akan mewakili organisasi tersebut dalam Badan Penyelenggara Pemilihan Anggota (BPPA) Dewan Pers. Jika kesepakatan ini tidak tercapai, Dewan Pers akan menganggap PWI melepaskan haknya untuk berpartisipasi dalam pemilihan anggota Dewan Pers.
Dalam pernyataannya, Ketua Dewan Pers, Dr. Ninik Rahayu, S.H., M.S., menegaskan bahwa keputusan ini diambil demi menjaga integritas organisasi dan memastikan kepentingan seluruh anggota PWI terlindungi dengan baik, meskipun terjadi konflik internal. Dewan Pers berharap agar konflik internal di PWI dapat segera diselesaikan demi kelancaran organisasi dan agar PWI dapat kembali berfungsi optimal dalam melindungi dan memperjuangkan hak-hak wartawan di Indonesia.
Keputusan mendadak ini tentu menimbulkan kegelisahan di kalangan anggota PWI dan insan pers pada umumnya. Konflik dualisme kepemimpinan PWI yang berkepanjangan ini tidak hanya merugikan kedua pihak yang berseteru, tetapi juga berdampak pada keberlangsungan organisasi dan pelaksanaan tugas-tugas jurnalistik yang profesional di Indonesia.
Para anggota PWI kini berharap agar para pemimpin organisasi segera mengambil langkah konkret untuk meredakan ketegangan dan mencari solusi terbaik demi kepentingan bersama. Bagaimanapun juga, pers sebagai pilar keempat demokrasi harus mampu menjaga independensi dan profesionalitas, dan konflik internal seperti ini hanya akan menggerus kepercayaan publik terhadap dunia jurnalistik.