Beritakota.id, Jakarta – Kendati musim haji telah berakhir, evaluasi terus dilakukan dan menjadi sorotan. Seperti halnya mengenai buruknya transportasi yang digunakan jamaah haji Indonesia selama puncak haji di Arafah, Muzdalifah dan Mina.Anggota Timwas Haji DPR RI Sriyanto Saputro menilai keterlambatan kedatangan bus yang menyebabkan jemaah harus menunggu hingga berjam-jam di tengah cuaca ekstrem, dan menyesalkan penggunaan bus sekolah yang dinilai tak layak.
“Dengan sistem multisyarikah seperti sekarang, ini menjadi titik awal dari kekacauan. Koordinasi yang lemah membuat jemaah kita harus menunggu jemputan selama berjam-jam di bawah panas yang sangat ekstrem,” ujar Sriyanto, dalam keterangan persnya, dikutip dari Sinpo, Senin (16/6).
Menurutnya, pengadaan bus sekolah sebagai armada pengangkut jemaah ke Armuzna tidak sesuai standar pelayanan haji. Sehingga menambah ketidaknyamanan jemaah.
Oleh karena itu, ia mendorong agar sistem transportasi haji, khususnya saat puncak ibadah, dievaluasi secara serius.
“Ke depan ini harus menjadi bahan evaluasi menyeluruh. Kami berharap Badan Pelaksana Haji (BP Haji) yang akan mengambil alih penyelenggaraan tahun depan benar-benar siap. Mereka sudah turun ke lapangan, tahu persoalan, dan semestinya bisa mengantisipasi,” ungkapnya.
Sriyanto berharap upaya Presiden Prabowo Subianto dalam menekan biaya haji tidak berdampak pada penurunan kualitas pelayanan terhadap jemaah. Karena kenyamanan jemaah haji harus tetap dijaga.
penyelenggaraan haji tahun 2026. Mulai tahun depan, BP Haji hanya akan menggunakan dua syarikah (perusahaan penyedia layanan haji), bukan lagi delapan seperti tahun ini.
“BP Haji tidak akan menggunakan multisyarikah, paling banyak dua syarikah. Jadi, nantinya ada pembanding antara satu syarikah dan syarikah yang lain,” ujar Wakil Kepala BP Haji Dahnil Anzar Simanjuntak di Jakarta, Rabu (11/6).
Langkah ini diambil setelah BP Haji melakukan evaluasi terhadap sejumlah masalah krusial dalam pelaksanaan haji 2025, khususnya di bidang transportasi.
Jemaah Terlantar, Transportasi Kacau
Menurut Dahnil, pelanggaran kontrak alias wanprestasi banyak dilakukan oleh pihak syarikah. Salah satu yang paling fatal terjadi pada layanan bus dari Arafah ke Muzdalifah hingga Mina.
“Ada jemaah Indonesia yang terpaksa berjalan kaki dari Muzdalifah ke Mina karena tidak ada bus, atau harus menunggu lama dari hotel ke Arafah,” katanya.
Tahun ini, pemerintah Indonesia menggunakan skema multisyarikah, dengan total delapan perusahaan yang dikontrak Kementerian Agama untuk melayani jemaah haji. Namun sistem ini justru dinilai memperparah kekacauan.
Dahnil menilai skema tersebut memunculkan persaingan tidak sehat di antara penyedia layanan. Akibatnya, kualitas pelayanan yang diberikan kepada jemaah malah menurun.
Tak hanya soal transportasi, distribusi katering juga menjadi sorotan. Menurut Dahnil, banyak penyedia makanan yang tidak memenuhi standar layanan dan bahkan mangkir dari tanggung jawab.
“Ini wanprestasi yang jelas merugikan jemaah,” ujarnya.
Dahnil mengungkap, masih ditemukan kasus di mana penyedia katering tidak mengirim makanan selama dua hari terakhir dan hanya menggantinya dengan uang tunai, bukan makanan yang dijanjikan.