Beritakota.id, Jakarta – Indonesia menyimpan kekayaan alam dan budaya luar biasa, namun belum sepenuhnya dioptimalkan untuk pariwisata. Dalam Konferensi Pers Pra-Orasi Ilmiah Guru Besar IPB University, Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan, Prof. Ricky Avenzora, menekankan bahwa ekowisata dapat menjadi solusi strategis untuk memperbaiki arah pembangunan pariwisata nasional.

Menurut Prof. Ricky, ekowisata bukan sekadar wisata alam, melainkan bentuk perjalanan sadar yang mengedepankan kelestarian lingkungan, pelestarian budaya, serta pemerataan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal.

 

“Rekreasi dan pariwisata harus diubah dari sekadar kebebasan bepergian menjadi perjalanan berkesadaran yang memberi manfaat bagi semesta. Itulah makna sejati ekowisata,” tegasnya, Kamis (18/9) lalu.

Dengan lebih dari 1.300 etnis, ribuan folklor, dan garis pantai serta hutan tropis yang luas, Indonesia seharusnya bisa menjadi pemimpin dalam industri ekowisata global. Namun, Prof. Ricky menilai bahwa selama ini pengembangan pariwisata lebih banyak mengejar angka kunjungan wisatawan tanpa memperhatikan keberlanjutan dan keadilan sosial.

 

Ia mencatat tiga masalah utama yang menghambat pariwisata nasional:

 

1. Devisa dan jumlah wisatawan masih tertinggal dibanding negara tetangga.

 

2. Potensi alam dan budaya terus mengalami degradasi.

 

3. Manfaat ekonomi lebih banyak dinikmati kelompok menengah-atas, bukan masyarakat lokal.

 

 

Prof. Ricky menekankan perlunya perubahan paradigma pembangunan pariwisata, dari yang berorientasi pada pembangunan infrastruktur semata menuju pemberdayaan masyarakat. Ia menyebut pentingnya dukungan terhadap pelaku swasta yang fokus pada pengembangan ekowisata berbasis komunitas.

 

Salah satu contoh yang diangkat adalah EIGER Adventure Land, sebuah model wisata berbasis alam yang konsisten mengangkat nilai lokal dan pelestarian lingkungan.

 

“EIGER adalah satu dari sedikit pengusaha wisata yang serius membangun ekowisata. Pemerintah seharusnya mendukung penuh, bukan justru mempersulit dengan penyegelan atau pencabutan izin secara sepihak,” ujarnya.

 

Sebagai solusi jangka panjang, Prof. Ricky mengusulkan beberapa langkah strategis, seperti:

 

Rekayasa ulang akademik di bidang pendidikan pariwisata.

 

Perubahan kebijakan dan regulasi agar lebih inklusif dan ramah terhadap masyarakat kecil.

 

Penguatan kemitraan antara pemerintah, swasta, dan komunitas lokal dalam pengelolaan destinasi wisata.

 

 

Ia meyakini bahwa dengan pendekatan ekowisata yang holistik, Indonesia tidak hanya akan menjaga keanekaragaman hayati dan budaya, tetapi juga menemukan jati diri bangsa dalam membangun pariwisata yang adil dan berkelanjutan.

 

“Ekowisata bukan hanya tentang menjaga alam, tapi juga tentang melestarikan budaya, meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan menguatkan identitas bangsa,” pungkas Prof. Ricky. (Herman Effendi /Lukman Hqeem)