Opini  

Evakuasi atau Eksodus Gaza? Prabowo diantara Modus Ekonomi dan Jebakan Geopolitik

Prof. Dr. KH. Nadirsyah Hosen, LL.M., MA (Hons), Ph.D.
Prof. Dr. KH. Nadirsyah Hosen, LL.M., MA (Hons), Ph.D.

Beritakota.id, Jakarta – Gagasan mengevakuasi warga Gaza ke Indonesia terdengar mulia. Tapi jangan lupa: jalan ke neraka sering dibentangkan dengan niat baik. Rencana ini berisiko memberi legitimasi pada ambisi lama Isr@3L—mengosongkan Gaza dari penduduknya secara permanen. Jika mereka sudah keluar, apa jaminan bisa kembali? Evakuasi bisa menjadi gerbang relokasi, dan relokasi menjadi pengusiran yang dilegalkan.

Yang lebih mengkhawatirkan, rencana ini tercium sebagai modus ekonomi Prabowo untuk mendekati Trump. Setelah AS menaikkan tarif produk Indonesia hingga 32%, isu Gaza bisa dijadikan “kartu pengorbanan” demi melunakkan Washington. Tapi ini taruhan besar. Dengan ekonomi nasional yang goyah—defisit anggaran, PHK massal, pemotongan di sana-sini—menggelontorkan dana besar untuk operasi pengungsian bukan hanya tidak realistis, tapi juga rawan ditolak publik.

Di dalam negeri, PBNU pun tampak gagap membaca peta geopolitik. Gus Yahya (Ketum PBNU) dan sebelumnya Gus Fahrur mendukung evakuasi sementara, sementara Gus Ulil justru menolak relokasi permanen. Tapi PBNU tampaknya lupa: begitu warga Gaza dipindahkan, “sementara” bisa berubah menjadi selamanya. Dalam geopolitik, tak ada yang benar-benar temporer kalau tanahmu ditinggalkan, lalu diambil orang lain saat kau ingin kembali. Ini blunder!

Masih ingat bagaimana pengungsi Rohingya ditolak di Aceh karena benturan budaya? Bagaimana nanti nasib warga Gaza? Ini bukan sekadar isu kemanusiaan, tapi jebakan budaya, politik dan ekonomi.

Prabowo berharap isu Gaza jadi pintu diplomasi ekonomi, tapi dengan harga: memindahkan luka Palestina ke tanah kita, lalu membungkusnya sebagai solidaritas. Sementara PBNU dua kali terjebak: oleh solusi semu Trump, dan oleh ambisi ekonomi-politik Prabowo sendiri.

Apa yang kita saksikan saat ini bukan sekadar kebijakan luar negeri. Ini adalah drama geopolitik yang melibatkan nyawa manusia, reputasi bangsa, dan harga diri sejarah. Jika tak dibaca dengan jernih dan tegas, kita akan tercatat bukan sebagai pelindung, tapi sebagai pelancar eksodus terbesar abad ini.

Prof. Dr. KH. Nadirsyah Hosen, LL.M., MA (Hons), Ph.D.
Associate Professor & Deputy Director, CILIS Melbourne Law School, University of Melbourne, Australia

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *