Forum Bumi: Urgensi Perlindungan Keanekaragaman Hayati di Tengah Ancaman Kepunahan

BERITAKOTA.id, JAKARTA – Dalam rangka meningkatkan kesadaran dan pengetahuan tentang pentingnya keanekaragaman hayati, National Geographic Indonesia bekerja sama dengan Yayasan Kehati menggelar serial seminar bertajuk Forum Bumi.

Pada edisi perdana yang berlangsung di House of Izara, Jakarta Selatan, Kamis (8/8/2024), seminar ini mengangkat tema yang menohok: “Apa yang Terjadi Bila Keanekaragaman Hayati Kita Punah?”

Seminar ini menghadirkan tiga narasumber terkemuka: Samedi, Direktur Program Yayasan Kehati; Annas Radin Syarif, Deputi Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) untuk Ekonomi dan Dukungan Komunitas; serta Prof. Dr. Augy Syahailatua, Peneliti Ahli Utama di bidang Oseanografi Biologi dari Pusat Riset Oseanografi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Acara dipandu oleh Mahandis Yoanata, Managing Editor National Geographic Indonesia.

Samedi, dalam pemaparannya, menyoroti perubahan pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Meski undang-undang ini tengah dalam proses perubahan,

Ia menggarisbawahi bahwa regulasi yang diusulkan masih memiliki banyak kekurangan. Salah satu kekurangan utama adalah tidak adanya aturan yang mengatur konservasi pada level genetik.

Selain itu, perlindungan di level spesies juga belum mengalami peningkatan signifikan dari regulasi sebelumnya, yang masih cenderung bersifat sentralistik.

Namun, Samedi juga mencatat beberapa kemajuan positif dalam perubahan ini, terutama dalam hal penegakan hukum yang diperkuat.

“Sayangnya, penguatan hanya terjadi pada sanksi dan hukuman, dan itupun terbatas pada spesies yang dilindungi,” ujar Samedi. Ia menekankan bahwa spesies yang tidak dilindungi pun rentan terhadap ancaman kepunahan. Oleh karena itu, perlindungan yang lebih luas sangat diperlukan agar seluruh spesies, baik yang dilindungi maupun tidak, mendapatkan perlindungan yang memadai.

Prof. Dr. Augy Syahailatua mengajak peserta untuk merenungkan kembali pemahaman kita tentang laut Indonesia, yang seringkali hanya dilihat sebagai area yang luas. Augy menekankan bahwa laut Indonesia tidak hanya luas, tetapi juga dalam.

“Sebagai bangsa maritim, kita perlu tahu bahwa 70-80 persen wilayah laut kita adalah zona laut dalam, dengan kedalaman lebih dari 200 meter,” jelasnya.

Menurut Augy, kedalaman laut ini memberikan berbagai manfaat bagi Indonesia, termasuk keanekaragaman hayati yang luar biasa.

Namun, ia juga mengingatkan akan ancaman serius terhadap keanekaragaman hayati laut akibat perubahan iklim. Berdasarkan penelitian terbaru,

Augy mengungkapkan bahwa pada tahun 2100, jumlah terumbu karang di Indonesia diperkirakan akan berkurang sebanyak 22,15 persen, suatu angka yang mengkhawatirkan.

Annas Radin Syarif, sebagai wakil dari AMAN, menyoroti pentingnya keterlibatan masyarakat adat dalam konservasi keanekaragaman hayati. Meskipun secara global masyarakat adat diakui sebagai penjaga Bumi, peran mereka dalam wilayah konservasi di Indonesia masih minim.

“Faktanya, 36 persen tutupan hutan di dunia berada di wilayah adat. Masyarakat adat adalah bagian integral dari upaya konservasi,” tegas Annas.

Ia menambahkan bahwa masyarakat adat memiliki alasan yang kuat untuk menjadi penjaga utama wilayah konservasi. Mulai dari kewajiban adat yang mengharuskan mereka melindungi lingkungan, hingga sistem pengetahuan lokal yang memandu mereka dalam mengelola wilayah secara berkelanjutan.

“Selain itu, ada hukum adat berupa sanksi yang membuat mereka sangat menjaga wilayah konservasi,” tambahnya.

Sebagai penutup, Mahandis Yoanata merangkum pentingnya tanggung jawab kolektif dalam menjaga ekosistem di bumi ini.

“Sebagai manusia, kita memiliki tanggung jawab moral dan etika terhadap lingkungan. Setiap makhluk di bumi ini berhak untuk hidup, dan semuanya dianggap sebagai bagian dari komunitas global,” tuturnya.

Dengan adanya Forum Bumi ini, diharapkan dapat tercipta kesadaran dan pengetahuan yang lebih mendalam tentang pentingnya menjaga keanekaragaman hayati, baik di darat maupun di laut, untuk kelangsungan hidup generasi mendatang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *