Profil  

Heru Dewanto: Pakai PII Tingkatkan Profesionalisme Insinyur Indonesia

Heru Dewanto
Ketua Umum PII periode 2018-2021, Heru Dewanto (Foto: Dodi )

Beritakota.id, Jakarta – Dalam Kongres Nasional XXI Persatuan Insinyur Indonesia (PII) pada Desember 2018, Heru Dewanto terpilih menjadi Ketua Umum PII periode 2018-2021. Di era kepemimpinannya, Heru punya agenda besar yaitu mentransformasi PII, dari yang semula lembaga swadaya masyarakat (LSM), menjadi institusi yang menyelenggarakan registrasi dan sertifikasi keinsinyuran guna meningkatkan  profesionalisme insinyur di Tanah Air.

Langkah Heru untuk mewujudkan hal tersebut diperkuat berkat adanya payung hukum.  Bila sebelumnya PII hanya memiliki  Undang Undang Nomor 11 Tahun 2014 Tentang Keinsinyuran, kini PII seperti punya “tangan” untuk mengimplentasikan atau mengejawantahkan apa termakhtub dalam UU itu berkat terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan UU tentang Keinsinyuran. Setelah lima tahun, PP ini akhirnya diterbitkan pada April 2019 silam.

“Jadi era kepengurusan saya ditandai dengan implentasi dari UU Nomor 11 Tahun 2014. UU ini sendiri merupakan formulasi legal dari panggilan negara terhadap institusi keinsinyuran atau merupakan panggilan pada segenap insinyur Indonesia secara kolektif untuk memberikan darma baktinya pada bangsa dan negara guna mewujudkan masyarakat adil makmur” tutur Heru kala ditemui IABA.

Menurutnya, di masa lalu, sebelum adanya panggilan negara ini, secara individual para insinyur di Tanah Air telah mencoba memberikan yang terbaik untuk Ibu Pertiwi, seperti apa yang dilakukan Presiden Ir. Soekarno, Ir. Djuanda, Presiden Ir. B.J. Habibie, hingga Presiden Ir. Joko Widodo.

Setelah adanya panggilan negara ini maka PII berkewajiban mentransformasikan penyelenggaraan keinsinyuran Indonesia. Hal ini dimulai dari masa perkuliahan, berupa akreditasi internasional program studi teknik yang telah dilakukan PII melalui Indonesian Accreditation Board for Engineering Education (IABEE).

IABEE telah berhasil  membawa Indonesia menjadi provisional member dari Washington Accord. Artinya lulusan program studi teknik yang telah diakreditasi oleh IABEE diakui setara dengan lulusan negera-negara anggota Washington Accord seperti AS, Ingris, Jepang, Cina, dan Australia.

“Saat para mahasiswa ini lulus dari perguruan tinggi maka mereka akan mendapat gelar Sarjana Teknik (ST). Namun, mereka belum bisa melakukan praktek keinsinyuran karena mesti menjadi Insinyur (Ir) terlebih dahulu lewat Program Profesi Insinyur yang merupakan kerja sama antara PII dengan perguruan tinggi.”

“Jadi PII adalah bagian dari proses untuk memperoleh gelar profesi Insinyur (Ir) ini. Berdasar UU Keinsinyuran, gelar profesi Insinyur meliputi semua jurusan keteknikan termasuk pertanian, peternakan, hingga kehutanan. Total ada 23 Badan Kejuruan di PII,” tutur pria yang penyuka  olahraga in line skate ini.

Setelah itu, para Insinyur dapa melanjutkan jalur kompetensinya dengan memperoleh gelar Insinyur Profesional (IP) tingkat Pratama, Madya, dan Utama. Pemegang IP didaftarkan oleh PII sehingga mereka memiliki nomor registrasi yang harus diperbarui tiap lima tahun sekali.

Nomor registrasi IP ini adalah syarat untuk melakukan praktek keinsinyuran. Tanpa nomor registrasi, maka berdasarkan UU, mereka tidak boleh melakukan praktek keinsinyuran. Hal ini serupa dengan apa yang sudah berlaku di praktek kedokteran.

Membuat Data Base

Di Indonesia diperkirakan ada sekitar 1 juta insinyur. Tugas PII adalah melakukan klasifikasi standar kompetensi insinyur melalui sertifikasi dan registrasi. Dengan begitu maka PII dapat membangun data base keinsinyuran lewat proses sertifikasi dan registrasi tersebut.

“Data base itu berisi detil nama, asal kampus, pengalaman, kompetensinya, dan seterusnya. Data base ini menjadi salah satu wujud sumbangsih PII kepada negara. Data base ini akan menjadi peta kekuatan Indonesia di bidang keinsinyuran dan teknologi yang dapat dijadikan landasan untuk mendukung program pembangunan pemerintah,” tutur alumnus Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada ini.

Secara bertahap PII akan terus menambah sumber daya manusia (SDM) Insinyur yang tersertifikasi dan teregistrasi. Saat ini tercatat ada 14 ribu IP, ke depan jumlahnya bakal bertambah signifikan melalui program sinkronisasi dengan pemegang sertifikat keahlian di sektor konstruksi yang berjumlah sekitar 190.000. Ini aklan dilanjutkan dengan program sinkronisasi dengan sektor-sektor lain seperti energi, industri, pehubungan dan setrurusnya.

“Peran pertama dari PII yaitu meningkatkan kompetensi dan profesionalisme SDM insinyur di Indonesia melalui legislasi dan sertifikasi. Peran kedua adalah peran strategis PII untuk selalu berkontribusi memajukan pembangunan Indonesia.”

“PII mengusung ekonomi nilai tambah atau value added economy. PII akan senantiasa aktif memberikan masukan-masukan yang bermanfaat kepada pemerintah serta aktif terlibat di dalam pengembangan engineering and  technology,” pungkas Heru. Wisesa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *