Beritakota.id, Jakarta – Para pelaku industri tekstil, asosiasi pertekstilan, dan perwakilan IKM mengaku resah dengan kondisi dunia pertekstilan saat ini. Pasalnya, banyak problem yang terjadi di industri pertekstilan, seperti maraknya penyelundupan barang atau produk tekstil, penegakan hukum yang selama ini banyak dikeluhkan, kebijakan di sektor perdagangan yang belum berkeadilan menjadi sederet problem yang menghantui para pelaku industri tekstil, asosiasi pertekstilan, dan perwakilan IKM saat ini.
Keresahan tersebut disampaikan para pelaku industri tekstil dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema “Penguatan Ekonomi Rakyat melalui Industri Kecil dan Menengah” yang digelar oleh DPP PDI Perjuangan di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senin, (27/10/2025).
Para pelaku industri tekstil, asosiasi pertekstilan, dan perwakilan IKM menyampaikan keprihatinan mendalam atas gelombang penutupan lebih dari 60 pabrik tekstil dan PHK puluhan ribu pekerja di seluruh Indonesia.
DPP PDI Perjuangan menegaskan bahwa kondisi tersebut bisa dikategorikan masuk dalam zona krisis. PDIP pun meminta kondisi ini tidak bisa dibiarkan berlarut.
Negara diminta segera turun tangan dengan kebijakan perlindungan industri dalam negeri, penegakan hukum yang tegas, dan reformasi kebijakan perdagangan serta digital economy agar tidak mematikan IKM pertekstilan yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi rakyat.
Dalam FGD tersebut menyeruak isu atau dugaan adanya indikasi kuat bahwa produk tekstil dan thrifting ilegal terus masuk ke pasar domestik melalui jalur resmi maupun tidak resmi, bahkan diduga melibatkan oknum di Bea Cukai yang meloloskan barang-barang impor tanpa pemeriksaan memadai.
Baca juga: Wamenkop: Koperasi Batik Solusi Hadapi Serbuan Impor Tekstil
Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Industri, Perdagangan, BUMN, dan Investasi, Darmadi Durianto, menegaskan perlunya penguatan penegakan hukum lintas kementerian dan lembaga.
“Kami meminta aparat hukum menindak tegas siapa pun yang terlibat dalam praktik ilegal
yang merugikan industri nasional. Jangan biarkan mafia impor dan oknum bea cukai
menghancurkan usaha rakyat kecil yang masih berjuang di tengah gempuran global,” ujar Darmadi.
Selain itu, Darmadi juga mendesak agar pemerintah mengatasi praktik predatory pricing yang secara gamblang dipertontonkan di platform E-Commerce.
“Predatory pricing di platform e-commerce yang menjual produk tekstil impor dengan harga di bawah biaya produksi IKM lokal. Praktik ini telah menekan margin pelaku konveksi dan garment skala kecil-menengah di berbagai daerah,” ungkap Darmadi.
Darmadi juga menegaskan bahwa fenomena ini adalah bentuk kolonialisme ekonomi digital, di mana pelaku usaha dalam negeri dipaksa bersaing tanpa perlindungan regulasi yang adil.
“Kami menilai perlu segera dibuat aturan baru dalam revisi RUU Anti Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat serta RUU Perlindungan Konsumen, agar platform digital tidak bisa lagi menekan harga seenaknya dan mematikan produsen lokal,” jelas Darmadi.
Menyikapi kondisi demikian, Darmadi menyarankan agar pemerintah memiliki regulatory sandbox dan badan pengawas harga digital lintas Kementerian
“Perdagangan, Kemenperin, dan KPPU untuk mengawasi pola harga dan perilaku algoritmik yang merugikan UMKM dan IKM,” tandasnya.
Menindaklanjuti hasil FGD ini, Darmadi memastikan bahwa Fraksi PDI Perjuangan di DPR RI akan segera menginisiasi Rapat Kerja Gabungan antara Komisi VI DPR RI dan Kementerian Perdagangan, dengan melibatkan asosiasi pertekstilan seperti API (Asosiasi Pertekstilan Indonesia), APSyFI (Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia), dan pelaku IKM tekstil daerah.
“Rapat kerja gabungan ini penting untuk merumuskan kebijakan penyelamatan industri tekstil nasional. Kita harus hentikan ego sektoral antara pemerintah, DPR, dan asosiasi. Semua pihak harus satu suara: selamatkan industri rakyat!” tegas Darmadi.
Dalam kesempatan ini, Darmadi juga menegaskan bahwa BUMN harus kembali menjadi agen pembangunan rakyat, bukan sekadar korporasi pencetak laba.
Darmadi kembali menyatakan bahwa partainya menyiapkan rencana kebijakan yang mendorong sinergi konkret
antara BUMN dan IKM, di mana BUMN dapat berperan sebagai offtaker, penyedia bahan baku, dan mitra ekspor bagi IKM tekstil dan koperasi produksi.
“BUMN jangan menjadi menara gading ekonomi elit, tapi lokomotif yang menarik gerbong ekonomi rakyat. Ini jalan ideologis Bung Karno — berdikari dalam ekonomi,” tutur Darmadi.
PDI Perjuangan juga menegaskan komitmennya untuk membantu pelaku IKM dalam memperoleh akses modal dan pasar yang lebih luas, sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Melalui sinergi dengan bank-bank Himbara, LPDB, dan lembaga pembiayaan pemerintah, Fraksi PDI Perjuangan akan memastikan agar pelaku IKM pertekstilan dapat memperoleh fasilitas KUR produktif berbunga rendah, pembinaan teknologi, dan kemudahan akses ekspor.
“Jutaan pengrajin tekstil dan konveksi kecil harus kembali bangkit. Negara tidak boleh absen di saat rakyatnya berjuang sendirian,” kata Darmadi.
Darmadi berjanji bahwa hasil forum FGD terkait masukan Asosiasi akan diadopsi ke RUU Pertekstilan nantinya.
FGD juga menghasilkan kesepakatan bahwa semua rekomendasi dari asosiasi dan pelaku industri akan diakomodasi dalam RUU Pertekstilan Nasional yang kini tengah disusun oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.
RUU ini akan mengatur dari hulu hingga hilir: bahan baku, produksi, perdagangan, lingkungan, serta ketenagakerjaan di sektor TPT.
“RUU Pertekstilan ini bukan sekadar legal drafting, tapi komitmen ideologis untuk mengembalikan kedaulatan industri ke tangan bangsa sendiri,” ujar Darmadi menegaskan.
Darmadi kembali menegaskan, garis perjuangan PDI Perjuangan bahwa ekonomi rakyat adalah poros utama pembangunan nasional, bukan pelengkap dari korporasi besar atau investor asing.
“Bangsa ini tidak akan kuat hanya dengan unicorn dan startup. Ia kuat karena jutaan usaha kecil yang menopang dapur rakyat. Karena itu, ekonomi rakyat harus kembali menjadi prioritas negara,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan