Beritakota.id, Jakarta – APLI melakukan edukasi publik melalui seminar-seminar ini bekerjasama dengan beberapa kementrian, seperti bergandengan tangan dengan Kemendag dan Satgas Waspada Investasi (SWI). Kami keliling kedaerah-daerah, bahkan melakukan sosialisasi di berbagai televisi. APLI juga membuat majalah gratis untuk dibagi-bagikan ke masyarakat. Bahkan, kami melakukan edukasi dan sosialisasi untuk menjelaskan apa bedanya bisnis MLM/ DS dengan investasi bodong, atau money game ke berbagai universitas.
Ir. Djoko Komara nama yang sudah tidak asing lagi ditelinga para pelaku usaha di bisnis direct selling atau multilevel marketing. Pria berpenampilan nyentrik ini merupakan mantan ketua APLI selama dua periode dan saat ini menjabat sebagai Dewan Komisioner APLI dan juga pemilik perusahaan JOYBIZ.
Bergelut dibisnis multilevel marketing yang terbilang cukup lama membuat pria ini menjadi sosok yang penting di APLI untuk membawa para pelaku usaha di bisnis direct selling/ MLM bisa tumbuh dan berkembang di Indonesia.
Hadir di acara APLI Talk Show sebagai narasumber bertempat di Kantor Nu Skin dengan mengangkat tema “Upaya Pemerintah dalam Mengatasi Maraknya Money Game yang Semakin Canggih”, Djoko Komara menyampaikan paparannya terkait mengenai praktik money game. Menurutnya ada 3 poin yang bisa dikenali dalam praktik money game yaitu, dari sumber bonus, syarat bonus, dan rekrutmen.
“Nah kalo direct selling atau MLM yang benar sumber bonusnya itu dari hasil penjualan barang, sedangkan kalau skema piramida atau money game sumber bonusnya dari kegiatan perekrutan, jadi uangnya dari setoran anggota baru,” terang Djoko diacara APLI Talk Show, Senin (7/12/2020).
Berikut Ini Petikan Wawancaranya
Apa yang membedakan direct seliing/ MLM dengan money game ?
Direct selling/ MLM yang benar itu, jika dia seorang customer atau member dia mengeluarkan uang untuk membeli barang/ produk. Dimana harga barang dengan value (nilai) dari barang itu sama. Kemudian karena terjadi pembelian barang itu terjadilah profit (keuntungan) dan dari profit itu dijadikan bonus.
Jadi bonus itu berasal dari profit penjualan barang/ produk, dan juga keuntungan bonus itu diatur dan dibatasi oleh pemerintah melalui Permendag (Peraturan Menteri Perdagangan) Nomor 70 tahun 2019 yaitu maksimal 40 persen.
Sementara money game atau skema piramida selain sumber bonusnya dari kegiatan perekrutan, atau uang bonusnya dari setoran anggota baru, juga profit bisa mencapai lebih dari 40% yaitu bisa sampai 60% bahkan lebih, dan kalau itu yang terjadi maka suatu saat bisnis itu akan bangkrut di tengah jalan.
Bisa dijelaskan, apa itu skema piramida ?
Skema piramida sistemnya biasanya member baru mengeluarkan uang, dan uang ini tidak menghasilkan apa-apa artinya uang ini tidak produktif atau tidak bisa berkembang.
Jadi, dalam skema piramida itu uang yang di setor member itu tidak produktif, melainkan setoran member itu di bagikan ke dan untuk member yang lebih dulu join, padahalkan uang itu masuk bukan sebagai profit, uang itu masuk sebagai kewajiban anggota mendaftar, dan bisa dibayangkan uang yang menjadi kewajiban itu dibagi-bagikan, ini sudah pasti nantinya dikemudian hari akan bangkrut. Pemilik perusahaan money game itu juga biasanya sudah tahu bahwa perusahaannya dipastikan ujungnya akan bangkrut.
Money game sama saja seperti berjudi. Biasanya kan kalau niatnya orang main judi, itu keberanian untuk modal besar itu ada, karena dia pernah pengalaman menang besar. Orang berjudi juga niatnya selalu akan berhenti setelah dia menang, tapi dia setelah menang biasanya ketagihan lagi untuk menang lagi, dan pada akhirnya dia akan berhenti setelah dia tidak adalagi uang atau modal yang akan dimainkan.
Pak Djoko sebagai Dewan Komisaris APLI, bisakah pak dijelaskan peran APLI sendiri dalam menanggulangi perusahaan-perusahaan money game seperti apa ?
APLI berperan aktif dalam aturan yang sudah dibuat pemerintah, utamanya aturan yang terkait pasal-pasal anti skema piramida yang tertuang dalam UU Kemendag. APLI juga berperan aktif memerangi praktik money game dengan banyak melakukan edukasi publik melalui seminar-seminar terkait banyaknya ajakan-ajakan kepada masyarakat untuk investasi illegal dan tidak jarang invstasi ilegal atau bodong ini hampir menyerupai bisnis MLM/ DS atau memang mengatasnamakan MLM/ DS.
APLI melakukan edukasi publik melalui seminar-seminar ini bekerjasama dengan beberapa kementrian, seperti bergandengan tangan dengan Kemendag dan Satgas Waspada Investasi (SWI).
Kami keliling kedaerah-daerah, bahkan melakukan sosialisasi di berbagai televisi. APLI juga membuat majalah gratis untuk dibagi-bagikan ke masyarakat. Bahkan, kami melakukan edukasi dan sosialisasi untuk menjelaskan apa bedanya bisnis MLM/ DS dengan investasi bodong, atau money game ke berbagai universitas.
Tidak hanya itu, APLI juga berperan aktif memerangi praktik money game ini dengan bekerjasama dengan pihak kepolisian dalam mengungkap dan menangkap para pelaku praktik money game.
Bagaimana menurut APLI untuk masyarakat supaya tidak salah memilih bisnis atau supaya memilih perusahaan MLM/ DS yang benar ?
Ada 8 poin yang perlu diketahui oleh masyarakat sebelum memutuskan memilih dan bergabung dengan perusahaan direct selling/ MLM sebagai bahan pertimbangan, yaitu; pertama, perusahaan harus memiliki produk yang dijual. Kedua, pembayaran komisi dari penjualan produk bukan dari pendaftaran. Ketiga, penekanan bisnis pada omset penjualan produk bukan pada peringkat.
Keempat, tidak ada korelasi langsung antara jumlah yang di rekrut dengan konvensasi bonus. Kelima, jika rekrutmen dihentikan hari ini maka peserta atau si member tersebut tetap menghasilkan uang selama masih ada penjualan produk dari diri dan member di jaringanya, sementara kalau itu terjadi di money game dipastikan sudah tidak akan mendapatkan bonus atau uang lagi.
Keenam, di bisnis MLM/ DS akan ada kebijakan pengembalian pruduk secara rasional. Ketujuh, produk harus memiliki nilai pasar yang wajar.
Delapan, harus ada alasan yang menarik untuk membeli produknya, seperti harus jelas manfaat dan kualitas produknya.
Kalau ada unsur 8 poin dari perusahaan tersebut, itu artinya masyarakat layak untuk berbisnis dan berkarir di perusahaan itu. Tapi jika ada satu saja dari 8 poin yang disebutkan tidak masuk, maka masyarakat yang mau join harus sangat berhati-hati.
Dilapangan sekarang ini banyak perusahaan money game jika ditanya apakah ini perusahaan MLM jawabn mereka pastinya ini bukan MLM.
Kemudian jika ditanya apakah ini investasi, mereka juga akan menjawab ini bukan investasi, karena kalau ditanya legalnya mereka pasti tidak punya. Jadi ini apa ? jawaban mereka biasanya “oh ini makhluk baru, ini temuan baru” itu yang sering terjadi.
Hati-hati kalau ada perusahaan bila ditanya jawabanya ini bukan itu bukan, biasanya money game.
Bisa diceritakan, siapakah yang biasanya menjadi korban langsung money game ?
Korban langsungnya adalah masyarakat umum, bukan industri seperti penjualan langsung atau MLM/ DS-nya. Industri penjualan langsung hanya korban sekunder mendapat image (citra) negatif atau image-nya rusak. Darimana kita tahu itu, ya dari UU yang efektif memberantas money game yaitu UU Nomor 7 tahun 2014.
Kita bisa lihat omset MLM/ DS sebelum 2014 itu sudah ada kenaikan tetapi terkait image-nya memang masih berat karena akibat money game berpengaruh buruk ke image MLM/ DS, jadi untuk prospek setelah itu dan hingga sekarag ini, APLI harus sedikit lebih kuat lagi dalam edukasi dan sosialisasi ke masyarakat.