Beritakota.id, Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) melalui Tim Penuntut Umum Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) berhasil menyita uang senilai Rp11,88 triliun, Selasa (17/6/2025). Dana fantastis ini terkait dengan perkara dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan produk turunannya di sektor industri kelapa sawit pada tahun 2022, sebuah kasus yang telah menimbulkan kerugian besar bagi perekonomian negara.
Penyitaan ini dilakukan pada tahap penuntutan terhadap lima korporasi besar yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai terdakwa dalam kasus ini, yaitu PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
Langkah strategis Kejaksaan Agung ini diambil menyusul putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat yang menyatakan kelima korporasi tersebut lepas dari tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging). Tidak tinggal diam, Kejaksaan Agung langsung menunjukkan komitmennya untuk mencari keadilan dengan menempuh jalur kasasi ke Mahkamah Agung.
Baca Juga: Dugaan Korupsi, Kejagung Agar Periksa Dirut Pupuk Indonesia
Penyitaan uang triliunan rupiah ini bukanlah tanpa dasar. Tindakan ini didasarkan pada Penetapan Ketua PN Jakarta Pusat Nomor 40/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Jkt.Pst, tertanggal 4 Juni 2025. Landasan hukum yang digunakan adalah Pasal 39 ayat (1) huruf a jo. Pasal 38 ayat (1) KUHAP, yang memungkinkan penyitaan aset untuk kepentingan pemeriksaan di tingkat kasasi.
Perkara ini bermula dari dugaan penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan persetujuan ekspor CPO yang mengakibatkan kelangkaan minyak goreng di dalam negeri dan kerugian negara yang signifikan.
Berdasarkan hasil audit komprehensif yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta kajian mendalam dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, total kerugian negara dalam kasus ini, termasuk keuntungan ilegal dan dampak ekonomi, mencapai angka yang mencengangkan: Rp11.880.351.802.619.
Rincian kerugian negara per korporasi adalah sebagai berikut:
PT Multimas Nabati Asahan: Rp3,99 triliun
PT Multi Nabati Sulawesi: Rp39,75 miliar
PT Sinar Alam Permai: Rp483,96 miliar
PT Wilmar Bioenergi Indonesia: Rp57,30 miliar
PT Wilmar Nabati Indonesia: Rp7,30 triliun
Angka-angka ini menunjukkan skala kerugian yang sangat besar, menggambarkan dampak serius dari praktik korupsi terhadap sektor vital dan perekonomian nasional.
Dalam perkembangan yang signifikan, pada tanggal 23 dan 26 Mei 2025, kelima terdakwa korporasi telah menunjukkan itikad baik dengan mengembalikan seluruh kerugian negara senilai Rp11,88 triliun. Dana tersebut telah disetorkan ke Rekening Penampungan Lainnya (RPL) JAM PIDSUS di Bank Mandiri.
Meskipun dana telah dikembalikan, Kejaksaan Agung tetap melanjutkan proses hukum. Tim Penuntut Umum kini memasukkan bukti penyitaan uang tersebut ke dalam tambahan memori kasasi. Langkah ini bertujuan agar pengembalian dana tersebut dapat dijadikan pertimbangan penting oleh Mahkamah Agung, khususnya terkait dengan permintaan kompensasi kerugian negara. Kejaksaan berharap Mahkamah Agung dapat mempertimbangkan dana yang telah dikembalikan ini dalam putusan kasasinya, sebagai bentuk tanggung jawab korporasi.
Kejaksaan Agung menegaskan bahwa langkah hukum ini merupakan bagian integral dari komitmen kuat mereka untuk memastikan pertanggungjawaban korporasi atas kerugian besar yang ditimbulkan terhadap perekonomian negara. Kasus ini menjadi preseden penting dalam upaya pemberantasan korupsi di sektor swasta, khususnya yang melibatkan korporasi besar, dan menunjukkan ketegasan aparat penegak hukum dalam memulihkan aset negara yang dirugikan akibat tindak pidana korupsi.
Hasil dari proses kasasi ini akan sangat dinantikan, mengingat implikasinya yang luas terhadap penegakan hukum dan iklim investasi di Indonesia.