Beritakota.id, Jakarta – Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PKB Indrajaya menyoroti kasus batalnya pencopotan Kepala Sekolah SMPN 1 Prabumulih Roni Ardiansyah yang ramai diperbincangkan publik.
Diketahui pencopotan ini diduga berawal dari teguran Roni kepada seorang siswa yang membawa mobil ke sekolah, yang disebut sebagai anak Wali Kota Prabumulih, Arlan.
Indrajaya menegaskan, walaupun kepala sekolah batal dicopot, kasus itu sudah terlanjur menjadi sorotan publik. Jika benar pencopotan sebelumnya dilakukan karena teguran kepada anak pejabat, maka hal ini merupakan pelanggaran terhadap hak asasi.
Ia menyebut, jika ada kepala sekolah yang dicopot tanpa sebab yang jelas, maka mereka memiliki hak untuk mengajukan gugatan ke Badan Pertimbangan ASN (BAPEK) atau Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) apabila merasa pencopotannya tidak sah. Menurutnya, tindakan sepihak tanpa prosedur yang jelas dan adil berpotensi melanggar prinsip hak asasi manusia.
“Permendikbud No. 6 Tahun 2018 sudah mengatur bahwa pemberhentian kepala sekolah harus melalui evaluasi kinerja, rekomendasi, dan penerbitan SK resmi dengan alasan yang sah. Jika prosedur ini diabaikan, maka jelas ada potensi pelanggaran serius,” kata Indrajaya di Jakarta, Rabu (17/9/2025).
Baca juga: Skandal “Tolol Sedunia”: Sahroni Lengser, NasDem Geser Wakil Ketua Komisi III DPR
Indrajaya menambahkan, pencopotan yang tidak transparan dan tanpa evaluasi objektif menimbulkan dugaan adanya intervensi politik. Tindakan seperti itu jelas tidak bisa dibenarkan dan akan merusak sistem pendidikan dan kepegawaian.
“Jika benar ada kepentingan politik yang bermain, maka itu merupakan bentuk diskriminasi dan intimidasi yang tidak bisa ditoleransi,” beber ujar Indrajaya dalam keterangannya, Rabu (17/9/2025).
Lebih jauh, legislator asal Dapil Papua Selatan itu mengingatkan bahwa praktik seperti ini berbahaya bagi masa depan dunia pendidikan. Seorang kepala daerah tidak boleh seenaknya mencopot kepala sekolah hanya karena kepentingan pribadi.
“Pencopotan yang dinilai tidak adil justru merusak kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan dan pemerintah daerah. Ini harus diluruskan agar tidak menjadi preseden buruk,” pungkas Indrajaya.
Dia berharap tidak ada lagi kepala daerah yang arogan dalam mengambil keputusan. Kebijakan harus diambil dengan pertimbangan yang matang dan didasari pada aturan yang ada, bukan karena kepentingan atau sentimen pribadi.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan