Beritakota.id, Jakarta – Isu mengenai bahaya Bisphenol A (BPA) pada galon guna ulang berbahan polikarbonat (PC) kembali mencuat ke permukaan, memicu perdebatan sengit di tengah masyarakat. Namun, benarkah kekhawatiran tersebut didasarkan pada fakta ilmiah yang kuat, atau justru didorong oleh kepentingan persaingan bisnis?
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menegaskan keamanan penggunaan galon guna ulang sebagai kemasan pangan, bahkan menekankan aspek ramah lingkungan yang dimilikinya. Hal ini didukung oleh para pakar dan praktisi kesehatan yang menilai bahwa isu bahaya BPA lebih banyak didorong oleh persaingan usaha.
“Rasanya para insinyur di bidang pembuatan pengemasan ini yang berkaitan dengan pemahaman tentang PC atau PET sudah tuntas bahwa dalam pembuatan galon itu sebenarnya memiliki efek yang sangat minimum dan sudah direkomendasikan aman untuk menjadi alat kemas,” jelas Hermawan Saputra, Pakar Kesehatan Masyarakat dari Universitas Muhammadiyah Hamka (Uhamka).
Baca juga: Hoaks BPA Galon Guna Ulang Ancam Ribuan UMKM Depot Air Minum!
Ia menegaskan, penggunaan galon PC masih aman dan tidak menyebabkan gangguan kesehatan seperti yang diisukan.
Senada dengan Hermawan, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) ini juga menekankan bahwa isu mengenai gangguan kesehatan akibat galon guna ulang belum terbukti secara faktual. “Belum ada penelitian atau hasil kajian yang berkaitan dengan itu. Jadi rasanya isu itu hoax,” tegasnya.
Dokter sekaligus influencer ternama, Dr Tirta Mandira Hudhi, juga menyoroti dugaan adanya unsur kepentingan bisnis di balik isu BPA. Ia menduga narasi bahaya BPA sengaja dimainkan oleh pihak tertentu untuk memonopoli pasar, mendorong masyarakat beralih ke galon sekali pakai yang bebas BPA.
Baca juga: BPOM Diminta Eksekusi Penyebar Hoaks Galon Guna Ulang ke Aparat
Dr Tirta menilai bahwa informasi yang disebarkan seringkali hanya menyajikan informasi permukaan, tanpa menjelaskan detail ambang batas aman BPA atau seberapa besar kandungan BPA yang dianggap berbahaya.
Prof. Ningrum Natasya Sirait, Pakar Persaingan Usaha dari Universitas Sumatera Utara, juga menyoroti aspek persaingan usaha dalam isu pelabelan BPA. Ia mempertanyakan, “Regulasi pelabelan BPA itu sebenarnya untuk kepentingan siapa?” Ningrum melihat adanya potensi peningkatan biaya produksi akibat pelabelan BPA, yang pada akhirnya akan berdampak pada konsumen.
Kontroversi ini mengingatkan kita untuk selalu kritis dalam menerima informasi, terutama yang berkaitan dengan kesehatan dan keamanan. Penting untuk mencari sumber informasi yang kredibel dan mempertimbangkan berbagai sudut pandang sebelum mengambil kesimpulan.