Beritakota.id, Jakarta – Nyeri punggung kronis dan cedera tulang belakang kini menjadi salah satu penyebab utama disabilitas di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Menjawab tantangan kesehatan global di bidang muskuloskeletal dan neurologis, Gyeonggi International Medical Association (GIMA) dan Korea Medical Devices Association (KMDA) berkolaborasi menyelenggarakan seminar internasional hybrid bertajuk “KOREA–INDONESIA 2025 Medical Collaboration: Neurosurgery & Orthopedic Care”, yang digelar di Klinik Artikulaar, Jakarta Selatan, Jumat (7/11).
Ratusan profesional medis, termasuk dokter spesialis ortopedi, bedah saraf, rehabilitasi medik, dokter umum, dan manajemen rumah sakit hadir demi mempercepat transfer ilmu dan teknologi kedokteran mutakhir antara Korea Selatan dan Indonesia.
Menurut Global Burden of Disease Study (2021), gangguan muskuloskeletal terutama nyeri punggung bawah (low back pain) merupakan penyebab disabilitas tertinggi secara global. Di Indonesia, kasus ini meningkat seiring perubahan gaya hidup yang semakin sedentari, pola kerja jangka panjang di depan komputer, dan peningkatan usia harapan hidup.
Kondisi ini menuntut inovasi pengobatan yang lebih aman, efektif, dan minim invasif.
“Melalui seminar ini, kami membangun jembatan kolaborasi berkelanjutan antara dua negara sekaligus meningkatkan kompetensi tenaga kesehatan Indonesia agar mampu memberikan layanan yang lebih baik,” ucap dr. Alif Noeriyanto Rahman, Sp.OT, FIPM, FIPP, CIPS, C.PSH, COMSK, AIFMO, AIFO-K, Komisaris Klinik Artikular Orthopedic.
Baca juga : Bangun Kesadaran Kesehatan, Borneo Medical Centre Gelar Health Talk Bersama Dokter Spesial dari Malaysia
Dalam sesi ilmiah, para ahli membahas berbagai inovasi terkini yang menjadi tren global dalam dunia ortopedi dan bedah saraf, di antaranya:
Epiphyseal Supporting Customized 3DP-Ti Cage for TLIF – teknologi implan titanium hasil pencetakan 3D yang dirancang sesuai anatomi unik setiap pasien.
Lumbar Epideuroneurolysis – prosedur minim invasif untuk mengatasi penyempitan saluran saraf tulang belakang (spinal canal stenosis).
“A Life Without Pain, Surgery-Free – Inevitability or Illusion?” – diskusi masa depan pengobatan non-bedah bagi pasien dengan nyeri kronis.
Teknologi ini tidak hanya meningkatkan akurasi operasi dan tingkat kesembuhan, tetapi juga mempercepat pemulihan pasien dengan risiko komplikasi yang jauh lebih rendah.
Seminar ini menghadirkan sejumlah pakar dari Korea Selatan dan Indonesia, di antaranya:
Dr. Na Hwa Yeop, MD, PhD – Direktur Bedah Ortopedi, Bundang Jaesaeng Hospital
Prof. Im Soo Bin, MD, PhD – Departemen Neurosurgery, Soonchunhyang University Bucheon Hospital
Seo Kyeong Jin – Perwakilan Pemerintah Provinsi Gyeonggi
dr. Muhamad Aulia Rahman, Sp.BS-FTB, FINSS – Neurosurgery, RISEandSPINE Primaya Hospital Bekasi Timur
dr. Alif Noeriyanto Rahman, Sp.OT – Komisaris Klinik Artikular Orthopedic
“Topik seperti Lumbar Epideuroneurolysis merupakan terobosan penting bagi pasien yang tidak cocok untuk operasi konvensional. Melalui kolaborasi ini, kami dapat mengadopsi lebih banyak teknik bedah saraf modern yang minim rasa sakit dan mempercepat pemulihan pasien,” jelas dr. Muhamad Aulia Rahman, yang baru saja mengikuti kursus di Gyeonggi, Korea Selatan.
Ia menambahkan, sistem kesehatan di Provinsi Gyeonggi juga dikenal progresif karena dukungan asuransi kesehatan yang kuat dan cepat dalam penanganan kasus ortopedi kompleks, seperti pergeseran tulang belakang (spinal deformity).
“Pendekatan ortopedi modern kini tidak hanya fokus memperbaiki tulang, tetapi juga pada pemulihan fungsi (functional restoration) dan manajemen nyeri yang komprehensif,” ungkap dr. Alif Noeriyanto Rahman.
Menurutnya, teknologi Customized 3D-Printed Titanium Cage merupakan masa depan personalisasi pengobatan ortopedi. Dengan implan yang disesuaikan secara presisi dengan anatomi pasien, operasi menjadi lebih sukses, trauma jaringan berkurang, dan tingkat kepuasan pasien meningkat.
Selain itu, dr. Alif menilai Indonesia dan Korea Selatan memiliki keunggulan masing-masing. Korea unggul dalam inovasi teknologi ortopedi dan bedah saraf, sementara Indonesia memiliki kemajuan signifikan dalam pengobatan nyeri sendi dan rehabilitasi muskuloskeletal.
“Ke depan, diharapkan kolaborasi ini bisa berkembang ke tingkat kerja sama antar-pemerintah (G to G). Pemerintah Gyeonggi juga siap memfasilitasi kemitraan medis yang lebih berkelanjutan, terutama dalam bidang alat kesehatan dan pelatihan profesional,” tambahnya.
Para ahli dari kedua negara sepakat bahwa integrasi teknologi medis terkini, riset, dan kemitraan internasional merupakan kunci untuk meningkatkan mutu layanan bedah saraf dan ortopedi di Indonesia.
“Kami membuka peluang kerja sama yang luas dengan Indonesia, baik dalam berbagi teknologi maupun pelayanan kesehatan, khususnya di bidang neurosurgery. Biaya layanan kami juga relatif lebih terjangkau dibandingkan wilayah regional lain,” ujar Prof. Im Soo Bin, dari Soonchunhyang University Bucheon Hospital.
Kolaborasi ini diharapkan menjadi langkah awal menuju transformasi pelayanan kesehatan yang lebih aman, efektif, dan berorientasi pada pemulihan pasien, sekaligus menjadikan Indonesia bagian aktif dari kemajuan ilmu kedokteran dunia. (Herman Effendi/Lukman Hqeem)

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan